Bisnis.com, CIREBON – Penyelenggaraan ibadah haji dinilai masih menyimpan sejumlah titik rawan korupsi yang perlu diantisipasi sejak dini.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriani Gantina, menegaskan bahwa pengawasan ketat terhadap seluruh aspek pengelolaan dana haji menjadi hal mendesak agar penyimpangan tidak terjadi, terutama menjelang musim haji 2026.
Menurut Selly, potensi penyimpangan dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari penggelembungan atau mark up pengadaan barang dan jasa, hingga praktik suap dalam pembagian kuota khusus kepada sejumlah penyelenggara perjalanan haji dan umrah.
Dia menilai, titik-titik rawan tersebut harus disikapi serius oleh semua pihak, terutama oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai lembaga pengelola dana haji.
“Kita tahu penyelenggaraan ibadah haji ini sangat kompleks. Karena itu, potensi korupsi bisa muncul di berbagai lini. Mulai dari pengadaan hingga pembagian kuota. Maka transparansi dan akuntabilitas dari pengelolaan dana haji harus diperkuat,” ujar Selly dalam kegiatan sosialisasi pengelolaan keuangan haji di Kota Cirebon, Kamis (16/10/2025).
Selly mengapresiasi langkah BPKH yang selama ini telah berupaya meningkatkan transparansi dan keterbukaan informasi kepada publik. Menurutnya, masyarakat kini mulai merasakan manfaat keberadaan lembaga tersebut, terutama dalam menjaga dan mengembangkan dana haji yang mencapai Rp171 triliun.
Ia menambahkan, perubahan regulasi melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjadi dasar penting dalam memperkuat sistem pengawasan dan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam pengelolaan dana umat.
“Dengan adanya perubahan undang-undang, pengelolaan dana haji diharapkan bisa lebih prudent dan memberikan nilai manfaat yang lebih besar bagi jamaah,” kata Selly.
Lebih lanjut, Selly menjelaskan bahwa sinergi antara pemerintah, BPKH, DPR, dan masyarakat menjadi kunci utama agar dana haji benar-benar dikelola secara optimal dan sesuai prinsip syariah.
Dia juga menekankan pentingnya partisipasi publik untuk memberikan masukan serta melakukan pengawasan sosial terhadap kebijakan yang diambil.
“Sinergi ini tidak bisa berjalan kalau hanya dari satu pihak. Harus ada masukan dari masyarakat agar tata kelola dan kebijakan pengelolaan dana haji semakin baik,” ujarnya.
Selly menambahkan penempatan dana haji saat ini tidak hanya dilakukan dalam bentuk deposito, tetapi juga melalui berbagai instrumen investasi yang berbasis syariah, seperti pembiayaan proyek strategis, investasi di pasar modal syariah, hingga kerja sama dengan lembaga keuangan syariah.
Politisi asal Jawa Barat itu berharap, pengelolaan dana haji yang semakin transparan dan akuntabel dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sekaligus mengurangi beban biaya keberangkatan di masa mendatang.
“Kita berharap nilai manfaat yang dikembangkan oleh BPKH bisa membantu mengurangi biaya pelunasan jamaah, sehingga mereka lebih ringan secara finansial,” pungkas Selly.
