DPR Jawab Kritik Lambatnya Bahas RUU Perlindungan PRT: Sedang Kumpul Aspirasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Badan Legislasi (Baleg)
DPR RI
Bob Hasan
menanggapi kritik terkait lambatnya pembahasan Rancangan Undang-Undang
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
(
RUU PPRT
).
Dia menegaskan bahwa proses yang berjalan saat ini bertujuan untuk menyerap semua aspirasi secara menyeluruh, sehingga materi muatan RUU tersebut benar-benar komprehensif.
“Ini persoalannya kita berada di tengah. Ketika kita ingin benar-benar mengambil rasa, untuk dituangkan dan diakomodasikan dalam materi muatan, kita perlu penyerapan satu per satu. Perlu kerangka,” ujar Bob dalam rapat pembahasan RUU PPRT, Kamis (17/7/2025).
Dia menyampaikan, DPR selama ini kerap dikritik karena dianggap tergesa-gesa dan tertutup dalam menjalankan proses legislasi.
Namun, saat DPR sedang berupaya menyerap seluruh pandangan dan masukan, muncul tudingan bahwa pembahasan RUU berlangsung terlalu lambat.
“Nah, ketika kita sekarang sedang mengumpulkan aspirasi atau mengakomodasi semua pendapat dan pikiran, kita dibilangnya terlalu lambat,” ucapnya.
“Nah ini Pak, dilematis setengah kami ini sekarang ya kan,” sambungnya.
Meski begitu, Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa Baleg tidak akan mundur dalam menyelesaikan pembahasan RUU PPRT, walaupun mendapatkan tekanan kritik dari berbagai pihak.
“Kami tidak akan kendur, tidak akan mundur. Karena kekuasaan kita masing-masing ada. DPR itu legislatif. Mahkamah, baik konstitusi maupun agung, itu yudikatif. Tidak bisa masuk ke dalam ranah kekuasaan legislatif. Begitu juga eksekutif,” tegasnya.
Bob menambahkan, Baleg DPR berencana menyerap masukan dari kalangan akademisi di berbagai kampus di Indonesia.
Dia berharap langkah ini dapat memperkaya pembahasan RUU PPRT.
“Kita memang akan keliling ke akademisi, civitas akademik di kampus-kampus yang ada di Indonesia. Supaya betul-betul tertampung,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Bob juga menginformasikan bahwa Naskah Akademik (NA) RUU PPRT yang digunakan saat ini adalah versi terbaru.
Dia pun mengeklaim bahwa berbagai masukan, termasuk dari kelompok masyarakat sipil pendukung RUU PPRT, telah menjadi catatan penting dalam proses penyusunan.
“Contoh kayak tadi koalisi menyatakan yang penting persamaan hak. Sehingga harus ada perjanjian tertulis. Maka ini menjadi catatan buat kita,” pungkasnya.
Sebagai informasi, RUU PPRT telah diajukan sejak 2004 dan dianggap mendesak sebagai payung hukum untuk melindungi pekerja di bidang rumah tangga.
RUU PPRT juga selalu masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) setiap periode DPR, tetapi tidak juga berhasil disahkan hingga DPR periode 2019-2024 berakhir.
Pada periode 2024-2029, DPR RI kembali membahas RUU PPRT dan menyatakan akan berupaya menyelesaikannya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/01/23/6791e32fa6cdf.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)