Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam melakukan mitigasi risiko atas potensi ketidakstabilan ekonomi yang dapat muncul akibat kebijakan tarif impor balasan (reciprocal tariffs) oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dikenakan terhadap Indonesia sebesar 32%.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir menekankan, pentingnya penyusunan narasi dan komunikasi publik dari pemerintah terkait kebijakan-kebijakan yang diambil untuk menjaga stabilitas keuangan nasional.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi potensi tekanan pada pasar keuangan, seperti pasar saham, pasar uang, nilai tukar rupiah, hingga surat utang negara (SBN).
“Pemerintah perlu menyampaikan narasi yang kuat agar tidak muncul reaksi berlebihan di pasar, baik itu pasar saham yang rentan anjlok, pasar uang yang bisa terdampak suku bunga antar bank, hingga nilai tukar rupiah yang bisa melemah. Begitu juga dengan pasar surat utang yang bisa terpengaruh melalui kenaikan imbal hasil,” ujar Adies, Minggu (6/4/2025).
Ia juga mengapresiasi langkah cepat dan strategis pemerintah dalam menanggapi kebijakan tarif resiprokal dari AS. Menurutnya, peningkatan daya saing, pemeliharaan kepercayaan investor, dan penguatan iklim investasi merupakan langkah penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Adies menyarankan agar kerja sama dagang dan investasi dengan negara-negara ASEAN terus diperkuat, serta diperluas dengan kelompok negara lain seperti BRICS dan OECD, guna menghadapi dinamika global yang semakin kompleks.
Selain itu, ia menilai pentingnya menjaga hubungan diplomatik yang baik dengan mitra dagang strategis seperti Amerika Serikat. Menurutnya, diplomasi dan negosiasi perlu terus dilakukan untuk menjembatani kepentingan kedua negara di tengah kebijakan perdagangan yang dinamis.
Ia juga menyatakan dukungan penuh terhadap arahan Presiden Prabowo kepada Kabinet Merah Putih agar mengambil langkah-langkah strategis dan perbaikan struktural, termasuk deregulasi kebijakan yang menghambat investasi, terutama yang berkaitan dengan hambatan non-tarif (non-tariff barriers).
“Yang tak kalah penting, penyampaian komunikasi publik yang konsisten dan berkelanjutan dari pemerintah sangat diperlukan agar tidak muncul ketidakpastian di mata investor maupun pelaku pasar,” pungkas Adies terkait tarif baru AS.