Menanggapi kontroversi yang muncul, Fadli Zon menegaskan bahwa dirinya mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Dalam keterangan terpisah, Menbud Fadli Zon menegaskan bahwa dirinya mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini.
“Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru-hara 13-14 Mei 1998,” kata Fadli.
Menurut dia, peristiwa huru-hara 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif termasuk ada atau tidak adanya “perkosaan massal”.
Pernyataan Fadli dalam sebuah wawancara publik menyoroti secara spesifik perlunya ketelitian dan kerangka kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal”, yang dapat memiliki implikasi serius terhadap karakter kolektif bangsa dan membutuhkan verifikasi berbasis fakta yang kuat. Fadli Zon menekankan pentingnya ketelitian dan kehati-hatian akademik dalam penggunaan istilah “perkosaan massal”.
Menurutnya, pernyataan tersebut bukan dalam rangka menyangkal keberadaan kekerasan seksual, melainkan menekankan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal. Fadli Zon menegaskan bahwa sejarah perlu bersandar pada fakta-fakta hukum dan bukti yang telah diuji secara akademik dan legal.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5122802/original/039107900_1738753704-806c5b9d-fe44-4e55-80d6-c17d27763334.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)