Jakarta, CNN Indonesia —
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyiapkan sejumlah opsi untuk mendukung kebijakan family office.
Opsi tersebut disiapkan karena Indonesia belum mempunyai layanan keimigrasian spesifik berkaitan dengan family office.
“Kita sementara memang belum ada instrumennya, kerangkanya akan kita samakan dengan bagaimana orang itu melakukan investasi dengan nilai-nilai tertentu yang kemudian kita geser perlakuannya seperti dengan, kalau kami ada namanya ITAS (Izin Tinggal Terbatas) PMA, Penanaman Modal Asing, yang kemudian mendirikan family office di sini,” ujar Tessar Bayu Setyaji selaku Ketua Tim Alih Status Izin Tinggal Keimigrasian Direktorat Izin Tinggal Keimigrasian dalam konferensi pers di Kantor Imigrasi, Jakarta, Selasa (16/7).
Teruntuk PMA, Tessar mengatakan Ditjen Imigrasi akan melihat sejumlah syarat dari orang asing maupun perusahaannya. Syarat dimaksud seperti perizinan usaha dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) serta landasan hukum perusahaan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham.
“Nah, pada saat kita bicara orang itu bagian dari investasi, orang itu secara faktual dia harus menanamkan saham yang ditetapkan di dalam korporasinya itu, family office-nya itu. Ini hal yang baru makanya kita belum terlalu proper mewadahi secara spesifik jenis kegiatan tersebut, tetapi kita lihat bidang mana yang lebih pas pada saat bicara dia bagian dari investasi, dia memegang ITAS PMA, dia harus minimal memiliki nilai saham yang ditempatkan itu Rp10 miliar, baru dia bisa dikategorikan sebagai ITAS PMA,” tutur Tessar.
Apabila nilai sahamnya tidak mencapai Rp10 miliar, maka orang asing tersebut dimasukkan ke dalam kategori Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Kemudian kita bergeser ke golden visa, dengan nilai tertentu ada investor perseorangan yang mendirikan perusahaan, itu dia punya persyaratan bahwa dia harus memiliki bukti perusahaan di luar wilayah Indonesia yang harus teraudit laporan keuangannya oleh kantor akuntan publik bertaraf internasional, dia harus berkomitmen mendirikan perusahaan di sini senilai US$5 juta untuk 5 tahun atau US$10 juta untuk 10 tahun. Kalau masuk itu, kita kasih golden visa,” kata Tessar.
“Terakhir, pada saat entitas atau korporasinya tidak berada di wilayah Indonesia, kemudian dia berkegiatan secara jauh atau secara online di Indonesia, dibuktikan bahwa dia memiliki perusahaan atau keterikatan kontrak kerja dengan perusahaan tertentu di luar wilayah Indonesia, dia bisa memanfaatkan produk baru, yaitu ITAS remote worker. Ini secara general kita coba masuk dalam wilayah digital nomad, tetapi kita lebih spesifikkan lagi, digital nomad yang kita jual produknya di Imigrasi Indonesia ini adalah remote worker, yang mana dia harus membuktikan bahwa dia memiliki atau melakukan kontrak kerja dengan perusahaan yang di luar wilayah Indonesia,” lanjut dia.
Pemerintah berencana membentuk family office di Indonesia. Rencana itu awalnya diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Luhut, keluarga kaya di luar negeri tertarik menyimpan uang di Tanah Air sehingga perlu dibentuk family office. Ia mengklaim usulan pembentukan family office sudah disetujui Presiden Joko Widodo.
Luhut mengungkapkan sejumlah negara telah membentuk family office seperti Singapura, Hong Kong, hingga Abu Dhabi. Bahkan, Singapura sudah memiliki 1.500 family office.
Kata dia, dengan family office, orang kaya asing akan menaruh uangnya di Tanah Air. Dengan begitu, devisa negara menjadi kian kuat. Di samping itu, kepercayaan dunia terhadap Indonesia bakal semakin baik.
“Jadi, bisa dibayangkan kalau kita bisa dapat [dari family office] awal-awal sebesar US$100 juta, US$200 juta sampai US$1 miliar, kan bagus. Enggak ada ruginya,” ungkap Luhut beberapa waktu lalu.
(ryn/wis)
[Gambas:Video CNN]