Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap Nasional 1 Desember 2025

Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yana Rady membantah membeli mobil Rubicon menggunakan uang dari terdakwa sekaligus Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML) Djunaidi Nur.
Dicky mengatakan, mobil itu dibelinya menggunakan uang tabungan dari gaji.
Hal ini, Dicky sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi kasus
korupsi
kerja sama pengelolaan kawasan hutan di PT
Inhutani
V tahun 2024-2025.
“Yang mobil
Rubicon
, itu bayar dalam rupiah, bukan uang dollar Singapura?” tanya salah satu pengacara terdakwa Djunaidi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
Dicky mengatakan, mobil Rubicon itu sepenuhnya dibayar menggunakan uang rupiah.
Awalnya, ia lebih dahulu membayar uang down payment (DP) senilai Rp 50 juta. Kemudian, pelunasannya menggunakan uang dari rekening miliknya.
“Itu uang asalnya dari mana?” tanya pengacara Djunaidi lagi.
Dicky mengaku, uang pelunasan Rubicon berasal dari gajinya.
“Uang gaji saya pak,” jawab Dicky.
Asal usul uang pelunasan Rubicon ini menjadi perhatian karena peristiwa yang terjadi sebelum pembelian mobil dan di tengah pelunasan.
Sebelum memutuskan untuk membeli mobil Rubicon, awalnya Dicky meminta Djunaidi untuk membeli Pajero miliknya.
Kepada Djunaidi, Dicky mengaku hendak membeli sebuah mobil baru yang bisa digunakan di kota sekaligus kuat dibawa ke hutan.
Mendengar pernyataan Dicky, Djunaidi pun menyuruh untuk berkoordinasi dengan Aditya Simaputra, asisten pribadi Djunaidi sekaligus staf perizinan di PT Sungai Budi Group.
Tidak lama setelah penyampaian itu, Dicky dan Aditya pun menjalin komunikasi.
Atas arahan Djunaidi, Adit sempat memberikan beberapa rekomendasi. Mulai dari mobil Palisade, Fortuner, hingga Subaru.
Namun, merek-merek yang disebutkan Adit belum memuaskan Dicky. Ia pun mencari sendiri mobil yang diinginkan sampai akhirnya Dicky melihat sebuah iklan tentang mobil Rubicon.
Saat itu, tertera harga Rp 2,3 miliar, belum termasuk diskon dan promo khusus. Tertarik dengan iklan tersebut, Dicky segera menghubungi nomor marketing yang tertera.
Tak memakan waktu lama, ia sudah menyambangi diler dan langsung membayar down payment (DP) senilai Rp 50 juta.
Usai membayar DP, Dicky langsung menghubungi asisten Djunaidi, Adit untuk menginformasikan kalau ia sudah tidak perlu dibantu lagi untuk mencari mobil.
“Lalu saya kontak Adit, ‘Dit,’ saya bilang, ‘Untuk kendaraan enggak usah dibantu lagi, karena saya sudah beli mobil Rubicon,’ saya bilang. Dan, sudah saya DP,” lanjutnya.
Setelah menyatakan hal itu, Adit mendatangi Dicky di Kantor Inhutani V di Jalan Villa Karet Semanggi, Jakarta Selatan.
Pertemuan ini terjadi pada 1 Agustus 2025. Saat itu, Adit mengantarkan sebuah ‘titipan’ dari Djunaidi untuk Dicky.
“Terus beliau menyampaikan, ‘Ini pak ada titipan dari Pak Djun’. Saya terima semacam bingkisan begitu, pak. Terus saya tanya, ‘Loh ini apa Dit?’ (Jawab Adit) ‘Ya uang Singapura’ katanya, pak,” kata Dicky.
Di hadapan majelis hakim, Dicky mengelak pernah membuka titipan itu.
Tapi, saat menerima bingkisan dari Adit, Dicky mengaku asisten Djunaidi ini sempat memberitahu isi titipan tersebut.
“(Kata Adit) Dolar Singapura. 189.000 (dollar Singapura),” kata Dicky.
Dicky membantah menggunakan uang 189.000 dollar Singapura untuk membayar Rubicon yang baru saja dipesan.
Tapi, setelah menerima uang dari Djunaidi ini, Dicky memang sempat menelepon pihak diler untuk menanyakan apakah bisa pelunasan Rubicon memakai mata uang asing.
Pihak diler mengatakan tidak bisa sehingga pelunasan menggunakan uang rupiah dari rekening atas nama Dicky.
Sementara, uang 189.000 dollar Singapura itu disimpan di rumah Dicky yang berada di Bandung, Jawa Barat hingga akhirnya disita penyidik ketika ia terjaring operasi tangkap tangan (OTT)
KPK
pada Rabu, 13 Agustus 2025 lalu.
“Pakai rekening dari rekening saya sendiri. Uang dolarnya yang dari Pak Djun tetap di rumah,” kata Dicky.
Mobil Rubicon ini diketahui sudah disita oleh KPK bersama dengan uang tunai sebesar 189.000 Dolar Singapura atau sekitar Rp 2,4 miliar, uang tunai Rp 8,5 juta.
Saat ini, Dicky sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan.
Dilansir ANTARA, Selasa (11/11/2025),
suap
ini diungkapkan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan.
Jaksa penuntut umum dari KPK itu adalah Tonny Pangaribuan dan dua pengusaha swasta itu adalah Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra.
Suap dari mereka berdua senilai 199 ribu Dolar Singapura atau bila menggunakan kurs Rp 12.800 per dollar Singapura maka nilainya setara Rp 2,55 miliar.
Tonny Pangaribuan menyatakan dua pengusaha tersebut memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady.
“Suap diberikan dengan maksud supaya Dicky dapat mengondisikan atau mengatur agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
Adapun Djunaidi Nur merupakan salah satu direktur di PT PML, sedangkan Aditya Simaputra merupakan asisten pribadi Djunaidi serta staf perizinan di PT Sungai Budi Group.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.