Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyatakan pemblokiran rekening UD Pramono, yang viral atas tagihan pajak jumbo, sudah sesuai aturan yang berlaku. Dirjen Pajak mengungkap bahwa Pemerintah Kabupaten Boyolali juga telah melakukan mediasi untuk menyelesaikan permasalahan UD Pramono.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dirjen Pajak Dwi Astuti mengungkapkan bahwa pihaknya selalu melakukan upaya penagihan kepada para penunggak atau wajib pajak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Pemblokiran rekening wajib pajak merupakan bagian dari penagihan aktif,” ujar Dwi kepada Bisnis, Senin (4/11/2024).
Pemblokiran rekening, sambungnya, selalu didahului dengan penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan kepada penunggak atau wajib pajak.
Oleh sebab itu, Dwi menegaskan tindakan pemblokiran rekening bukan merupakan tindakan penagihan tahap pertama karena sebelumnya telah dilakukan penagihan secara persuasif.
Menurtnya, Pemerintah Kabupaten Boyolali juga telah turut tangan untuk mediasi antara Dirjen Pajak dengan UD Pramono. Dengan begitu, diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan.
“Mediasi dillakukan untuk mencari solusi terbaik berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Dwi.
Lebih lanjut, dia mengaku bahwa Dirjen Pajak ssudah melakukan berbagai upaya untuk mengedukasi kewajiban perpajakan kepada pelaku usaha kecil-menengah.
Dwi mencontohkan, Dirjen Pajak memiliki program Business Development Services (BDS) sebagai saran edukasi khusus kepada UMKM yang berfokus pada pengembangan usaha dan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
“Kegiatan yang dimaksud terdiri dari kelas pajak, sosialisasi dan edukasi, asistensi helpdesk, bimbingan teknis, forum group discussion, pojok pajak, dan kegiatan penyuluhan lainnya,” ungkapnya.
Kasus Pajak Viral
Sebagai informasi, belakangan di media sosial viral sejumlah kasus penagihan pajak jumbo oleh Kantor Pajak, seperti UD Pramono di Boyolali dan penjual ayam @nuke.limanov yang berbagi pengalamannya di TikTok.
Sebagai informasi, mengutip Solopos, UD Pramono merupakan pembeli susu sapi dari para peternak. Akan tetapi Pramono, pemilik UD Pramono, memutuskan akan menutup usahanya per Jumat (1/11/2024).
Hasilnya, ribuan mitranya bingung. Pramono mengaku rekening usahanya diblokir oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Boyolali dengan alasan belum memenuhi kewajiban pembayaran pajak senilai Rp671 juta untuk tahun 2018.
“Saya sudah capek enggak mampu, saya istirahat saja. Mikir dagangan saja sudah berat ditambah urusan pajak,” katanya saat ditemui di rumahnya, dikutip dari Solopos, Selasa (29/10/2024).
Kasusnya berawal pada 2021, ketika Kantor Pajak memeriksa pajak usaha Pramono untuk 2018. Ternyata, dia ditagih pajak Rp2 miliar, yang kemudian diturunkan menjadi Rp671 juta.
Meski sempat diturunkan, Pramono masih merasa berat untuk membayarnya. Menurutnya, ada kesepakatan membayar Rp200 juta agar tagihan tersebut selesai.
“Tetapi kalau dihitung ya janggal, masa pajak 2018 dengan 2019 tinggi 2018. Pajak 2019 ada Rp75 juta,” ucapnya.
Dia kemudian sempat mendapatkan surat peringatan dari Kantor Pajak meski sempat membayar Rp200 juta. Pramono memutuskan untuk mengabaikannya.
Di samping itu, Pramono menyatakan tetap membayar pajak pada umumnya. Bahkan, dia sempat mendapatkan penghargaan dari KPP Pratama Boyolali atas kontribusi pembayaran PPh Pasal 25 Orang Pribadi tahun pajak 2022.
Kendati demikian, pada 2024 dia menerima pemberitahuan agar melunasi tanggungan 2018. Meski telah membayar senilai Rp200 juta pada 2021, ternyata Pramono diminta lagi untuk membayar Rp110 juta.
Pramono memutuskan tidak membayar tagihan tersebut karena merasa sudah memenuhi kewajibannya. Singkat cerita, Kantor Pajak memblokir rekening Pramono.
Kisah Pramono tersebut kemudian banyak dibagikan di berbagai media sosial. Ternyata, kisah Pramono tersebut membuat pelaku usaha lainnya yaitu seorang penjual ayam @luke.limanov juga membagikan pengalamannya ditagih penunggakan pajak hingga Rp500 juta.
Pada 2024, dia mengaku Kantor Pajak memanggilnya terkait kewajiban pajak pada 2020. Saat itu, Luke mengaku usahanya belum berbentuk badan sehingga yang menjadi objek merupakan pajak penghasilan pribadi. Dia juga tidak menampik, saat itu pencatatan transaksinya masih berantakan.
Oleh sebab itu, menurutnya, Kantor Pajak menyatakan data perpajakan Nuke tidak sesuai dengan penghasilannya. Nuke mengatakan, PPh terutangnya ditetapkan sebesar Rp370 juta dan ditambah sanksi administrasi Rp150 juta.
“Total Rp500 juta lebih dan itu yang harus aku bayar. Kaget, sedih, bingung karena pajaknya ini tahun 2020 dan sekarang 2024,” katanya seperti dalam unggahannya di TikTok @nuke.limanov, Sabtu (2/11/2024).
Dia mengaku memang kurang paham dengan instrumen pajak. Oleh sebab itu, dia seakan menilai pihak berwenang kurang memberi edukasi ke para pelaku usaha.
Hingga Senin (4/11/2024) siang, unggahan video Nuke tersebut sudah disukai setidaknya oleh 22.200 pengguna TikTok lainnya, dikomentari sebanyak 6.295 kali, dan dibagikan sebanyak 3.723 kali.