Iran Dikepung Mesin Perang Amerika: Peta Penumpukan Aset Militer AS di Timur Tengah
TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) secara signifikan memperluas kehadiran militernya di Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran, serangan Houthi yang sedang berlangsung di Laut Merah, dan konflik Israel di Gaza.
Peningkatan kehadiran aset militer AS ini mencakup pengerahan sistem pertahanan rudal, pesawat pengebom strategis, kapal induk, dan kelompok penyerang (Carrier Strike Group) yang beroperasi dari Laut Merah hingga Pulau Diego Garcia di Samudera India.
Penumpukan mesin-mesin perang ini bertepatan dengan perundingan nuklir berisiko tinggi antara Washington dan Teheran yang dijadwalkan pada Sabtu (12/4/2025) di Oman (Minggu waktu Indonesia).
Presiden AS, Donald Trump mengancam akan melakukan aksi militer dan sanksi tambahan jika negosiasi dengan Iran ini berujung kegagalan.
Iran, meski menyatakan skeptis, telah setuju untuk berpartisipasi dalam perundingan, menekankan kesediaan untuk terlibat meskipun nada konfrontatif Washington.
Perundingan AS-Iran di Oman merupakan momen diplomatik yang krusial bagi hubungan kedua negara.
Perhatian global terfokus pada apakah perundingan tersebut dapat membatasi ambisi pengembangan nuklir oleh Teheran.
Israel telah menyatakan kekhawatiran atas potensi perjanjian yang lemah yang membiarkan kemampuan pengayaan Iran tetap utuh.
KETEGANGAN AS-IRAN – USS Carl Vinson saat berlayar bersama kapal Angkatan Laut Kerajaan Australia HMAS Warramunga selama operasi bilateral di Samudra Hindia, Desember 2021. Negosiasi nuklir Iran belum terlaksana, AS sudah mengirimkan kapal induk ke dekat Iran (Akun X resmi kapal induk Angkatan Laut AS USS Carl Vinson (CVN 70)/@CVN70)
Iran Dikepung Mesin Perang AS
Penempatan sistem persenjataan canggih baru-baru ini menggarisbawahi kesiapan Washington untuk meningkatkan militer, sekaligus memperkuat pertahanan Israel, mitra abdi AS, terhadap potensi pembalasan Iran.
Sina Azodi, seorang dosen di Universitas George Washington dan pakar kebijakan luar negeri Iran, mengatakan, dilansir NW kalau peningkatan tersebut mencerminkan keseriusan sikap AS atas ancamannya ke Teheran.
“Diplomasi kapal perang AS, ancaman terselubung dan eksplisit berupa tindakan militer, dan pengerahan aset ke wilayah tersebut telah meningkatkan kemungkinan bahwa AS akan menggunakan kekuatan kasar untuk menghadapi perluasan nuklir Iran,” kata Sina.
Menurut Panglima Perang AS wilayah Indo-Pasifik, Laksamana Sam Paparo, lebih dari 70 penerbangan pesawat kargo militer, C-17 telah mengirimkan satu batalion pertahanan udara Patriot AS dari Pasifik ke Timur Tengah.
Sistem ini dirancang untuk mencegat rudal balistik jarak pendek dan menengah dan akan memperkuat pertahanan terhadap Iran atau proksinya.
Lokasi pasti penempatan batalion Patriot masih dirahasiakan.
Baterai peluncur persenjataan peluru kendali Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) kedua juga telah dikerahkan ke Israel.
Sistem senilai 1 miliar dolar AS, yang terintegrasi dengan radar dan pertahanan udara Israel, dapat mencegat target hingga 124 mil jauhnya.
Sekitar 100 tentara AS ditempatkan di Israel untuk mengoperasikannya.
Pentagon juga telah menempatkan pesawat pengebom siluman B-2 Spirit di Diego Garcia di Samudra Hindia, menempatkannya dalam jangkauan target fasilitas Iran.
Pesawat berkemampuan nuklir ini mampu melakukan misi penetrasi dalam dan merupakan bagian dari postur pencegahan yang lebih luas saat AS bersiap menghadapi kemungkinan konfrontasi .
KEPUNG IRAN – Foto tagkap layar NW, Minggu (13/4/2025) menunjukkan peta penempatan aset militer Amerika Serikat (AS) yang mengepung Iran. Manuver AS ini bertepatan dengan pembicaraan negosiasi AS-Iran di Oman soal pengembangan nuklir Teheran. AS ingin agar Iran menyetop segala sesuatu terkait pengembangan nuklir, adapaun Teheran beralasan kalau program pengayaan nuklir mereka untuk kebutuhan energi.
Dua kelompok penyerang kapal induk AS kini juga berada di wilayah tersebut.
Pengerahan USS Harry S. Truman telah diperpanjang, sementara USS Carl Vinson telah tiba dengan kelengkapan pesawat tempurnya. Ini termasuk A-10 Thunderbolt II dan jet F/A-18 tambahan, yang mampu memberikan dukungan udara berkelanjutan dalam suatu konflik.
Kedua kelompok kapal induk tersebut meningkatkan kemampuan Amerika untuk mencegah provokasi angkatan laut Iran dan menanggapi berbagai ancaman, termasuk serangan Houthi terhadap pengiriman barang di Laut Merah.
Kapal perang dan pesawat AS diketahui telah melakukan serangan udara di Yaman untuk menghentikan operasi Houthi.
Dr. Sina Azodi , Dosen Hubungan Internasional, Universitas George Washington mengatakan baik AS maupun Iran sama-sama memanfaatkan perundingan ini untuk mengukur niat masing-masing.
“Saya pikir Iran sedang menjajaki diplomasi dengan pemerintahan Trump untuk melihat parameter kesepakatan ini. Jika AS ingin menghentikan program nuklir Teheran, tidak akan ada kesepakatan karena Iran tidak akan menerimanya. Namun, jika AS, seperti yang dikatakan Trump dan Steven Witkoff, hanya ingin verifikasi, maka ada peluang untuk mencapai kesepakatan – dengan syarat AS akan menerima kapasitas pengayaan di Iran.”
Di tengah situasi ini, Laksamana Sam Paparo, Komando Indo-Pasifik AS berkata kalau kekuatan militer untuk antisipasi kegagalan perundingan, sudah disiapkan.
“Hanya setelah memindahkan satu batalion Patriot ke AOR CENTCOM, dibutuhkan 73 penerbangan kargo C-17 untuk bergerak… Kebutuhan daya angkut kita harus diperhatikan,” papar Paparo menjelaskan pergerakan militernya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei menyatakan: “Dengan sungguh-sungguh dan penuh kewaspadaan, kami memberikan kesempatan yang sesungguhnya kepada diplomasi. AS harus menghargai keputusan yang diambil ini meskipun mereka sedang dilanda kehebohan yang bersifat konfrontatif.”
“Utusan Khusus AS Steve Witkoff dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi akan memimpin delegasi masing-masing di Muscat, Oman, pada hari Sabtu. Terlepas dari apakah diplomasi berhasil atau konflik meningkat, postur militer Washington menunjukkan bahwa mereka tengah mempersiapkan diri untuk kedua kemungkinan tersebut,” tulis penutup ulasan NW soal penumpukan aset militer AS di Timur Tengah.
(oln/nw/*)