Bondowoso (beritajatim.com) – Puluhan tenda berjajar rapi di kawasan Paltuding, Bondowoso. Ada yang berwarna biru, ada pula yang merah menyala. Tenda-tenda itu sudah berdiri sejak Rabu malam, 14 Mei 2025, sebagai tempat beristirahat para peserta Geotrip UNESCO Global Geopark (UGG) Ijen.
Kegiatan ini digelar oleh Pengurus Harian Ijen Geopark (PHIG) Bondowoso, dengan memilih titik strategis untuk menikmati matahari terbit di Gunung Kawah Ijen. Lokasi yang berada di ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut itu memiliki suhu dingin menusuk tulang.
Sekitar pukul 20.00 WIB saja, suhu telah menyentuh 11 derajat Celcius. Memasuki dini hari Kamis, 15 Mei 2025, suhu bahkan turun lebih ekstrem ke kisaran 5 hingga 7 derajat Celcius.
“Dingin sekali tadi pagi. Sekitar jam 3 sampai jam 4 pagi itu sepertinya suhu yang terendah,” ujar Yudis, salah satu peserta Geotrip kepada BeritaJatim.com.
Menjelang subuh, sejumlah peserta mulai keluar dari tenda. Beberapa langsung menuju kamar mandi, sementara yang lain duduk santai di depan sisa perapian semalam. Secangkir kopi atau wedang jahe menjadi andalan untuk menghangatkan tubuh mereka di tengah hawa dingin yang menusuk.
“Yang paling nikmat memang begini. Sambil minum kopi atau wedang jahe. Biar badan hangat,” kata Kevin, peserta lainnya.
Geotrip ini diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari perwakilan pemerintah kabupaten, Perhutani, hingga pihak perbankan. Malam harinya, Pemerintah Kabupaten Bondowoso meresmikan sistem e-ticketing untuk lima destinasi wisata unggulan, yaitu Paltuding, Black Lava Plalangan, Pemandian Air Panas Blawan, Kawah Wurung, dan Pemandangan Arak-arak.
Keesokan paginya, para peserta diajak berkeliling wisata dengan kendaraan jeep. Rute geotrip mencakup beberapa objek wisata andalan seperti Paltuding, Kalipait, Kawah Wurung, Jabal Kirmit, dan Pemandian Air Panas Blawan.
Rangkaian kegiatan ini menjadi bagian dari persiapan menghadapi revalidasi status UNESCO Global Geopark (UGG) yang dijadwalkan pada tahun 2026. Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid menegaskan bahwa status UGG merupakan prestasi bersama yang harus dijaga.
“Kita tidak bisa mengelola kawasan ini seperti destinasi biasa. Ini warisan dunia,” ujar Ra Hamid, sapaan akrabnya.
Ia menambahkan bahwa seluruh pihak harus terus menjaga, berinovasi, dan berkolaborasi demi mempertahankan status UGG sekaligus mengoptimalkan manfaat ekonomi bagi masyarakat Bondowoso. [awi/ian]
