“Saya analogikan ki empang, ada tonji sertifikatnya, karena di tengahnya memang harus ada budidaya udang, bolu, jadi tidak mutlak tertimbun, seperti itu,” terangnya.
Andrie juga mengutarakan bahwa BPN mengeluarkan sertifikat dengan rekomendasi dari pemerintah daerah. Menurutnya, BPN hanya mengolah pensertifikatan untuk semua izin yang telah dipenuhi.
“Umpamanya kayak sporadik penguasaan fisik yang mengeluarkan siapa? Lurah, seperti itu. BPN hanya menerima saja, pada saat sudah ada rekomendasi atau izin dalam bentuk apapun itu kami jalan, pada saat ke lapangan tidak ada keberatan, jalan. Seperti itu,” paparnya.
Sementara itu, pada Jumat sore, 24 Januari, FAJAR mencoba menginformasi pihak Dillah Group yang berkantor di Jl Pengayoman Ruko Jasper III, Kota Makassar. Namun, tidak mendapatkan akses untuk melakukan wawancara.
Pihak petugas keamanan berdalih bahwa untuk bertemu pimpinan Dillah Groupharus sudah meng- adakan janjian terlebih dahulu. FAJAR juga tidak diizinkan masuk untuk mengajukan jadwal wawancara.
Petugas keamanan tersebut juga enggan menjadi penyambung kedatangan FAJAR ke Dillah Group kepada HRD.
Begitu pula untuk kontak yang dapat dihubungi terlebih dahulu. Ia berkelit bahwa para karyawan sibuk.
Sebelumnya, pemerintah setempat mengaku tidak mengetahui adanya kapling laut di Makassar. Mereka juga menyata- kan tidak pernah mene- rima pengajuan dokumen terkait hal tersebut.
Camat Tamalate, Emil Yudianto, menyebutkan bahwa selama menjabat, ia tidak pernah menge- tahui adanya aktivitas kapling laut, termasuk data terkait hal tersebut.
