Blitar (beritajatim.com) – Wajah Stasiun Garum, Kabupaten Blitar bersiap untuk dirombak total tahun depan. Namun, di balik janji modernisasi dan peningkatan ekonomi, 11 pedagang kios yang telah lama menggantungkan hidupnya di sana harus menghadapi kenyataan pahit yakni penggusuran.
Para pedagang yang selama ini berjualan di area Stasiun Garum harus angkat kaki dari lahan milik PT KAI. Mereka pun terpaksa harus mencari tempat berjualan lain agar tungku dapurnya tetap mengepul.
PT KAI Daop 7 Madiun pun sebenarnya tidak tinggal diam. Pihaknya akan memberikan kompensasi berupa uang yang akan ditransfer ke 11 pedagang terdampak. Namun kompensasi ini sebatas pengembalian kontrak sewa.
“Warga yang terdampak ini statusnya sebatas hak sewa dan kebanyakan berupa kios. Kalau ada pengembalian kontrak sewa, maka akan diberikan kompensasi,” ujar Rokhmad Makin Zainul, Manajer Humas Daop 7 Madiun, Sabtu (20/09/2025).
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 7 Madiun memastikan rencana penataan ulang ini didasari oleh lonjakan penumpang yang signifikan. Data menunjukkan tren positif sejak tahun 2022, dengan 60 ribu penumpang, melonjak menjadi lebih dari 85 ribu pada 2023, dan diperkirakan mencapai 94 ribu penumpang di tahun 2024. Hingga Agustus tahun ini saja, angka penumpang sudah menembus 60 ribu.
Lonjakan ini tak lepas dari posisi strategis Stasiun Garum sebagai gerbang menuju berbagai destinasi wisata andalan seperti Blitar Park, Istana Sakura, hingga akses alternatif ke Candi Penataran dan jalur pendakian Gunung Kelud.
Meski demikian, proyek yang digadang-gadang akan membawa dampak ekonomi positif ini menyisakan kesedihan bagi 11 penyewa kios. Pertemuan antara PT KAI, pihak Kecamatan Garum, dan warga terdampak telah digelar pada Senin (15/9). Hasilnya, pengosongan lahan tak terhindarkan.
“Dana akan ditransfer ke rekening masing-masing sesuai besaran masa sewa yang belum termanfaatkan,” imbuhnya.
Namun, janji itu belum cukup menenangkan hati para pedagang. Yang paling meresahkan adalah ketidakpastian mengenai tempat relokasi. Hingga saat ini, PT KAI belum bisa memastikan apakah akan ada tempat pengganti yang disiapkan untuk mereka kembali berdagang.
Salah satu warga terdampak, Kartika, hanya bisa pasrah menerima keputusan tersebut. Ia sadar betul posisinya lemah karena menempati lahan milik PT KAI. Namun, kebingungan menyelimutinya, terutama terkait kompensasi dan nasib usahanya ke depan.
“Kalau saya mau tidak setuju itu gak bisa. Karena tanahnya juga miliknya PT KAI. Kalau sudah diminta pemiliknya, ya saya hanya bisa pasrah, mau bagaimana lagi” ungkapnya dengan nada getir.
Para pedagang ini kini hanya bisa pasrah dan berharap kebijaksanaan dari PT KAI. kesebelas pedagang ini berharap ada tempat relokasi yang strategis untuk mereka kembali berjualan.
“Ya, harapannya tentu agar kami difasilitasi tempat agar kami tetap bisa berjualan,” imbuhnya.
Di sisi lain, Pemerintah Kecamatan Garum menyatakan dukungan penuh terhadap proyek renovasi. Camat Garum, Frazao Castello, meyakini penataan ulang stasiun akan membawa manfaat besar bagi masyarakat luas, terutama dalam menopang sektor pariwisata yang sedang digalakkan oleh KAI Commuter.
“Renovasi akan membuat stasiun lebih tertata. Itu jelas berdampak positif terhadap perekonomian warga Garum maupun Blitar secara umum.” ucap Camat Garum, Frazao Castello.
Dukungan serupa datang dari berbagai pihak, termasuk Kadishub Kabupaten Blitar, Kapolsek, dan Danramil Garum yang turut hadir dalam sosialisasi. Namun, bagi 11 pedagang yang tergusur, modernisasi stasiun berarti kehilangan lapak dan mata pencaharian yang telah mereka bangun bertahun-tahun. Kini, mereka hanya bisa berharap kompensasi yang dijanjikan dapat menjadi modal untuk memulai kembali, di tengah ketidakpastian di mana mereka akan melanjutkan usaha. (owi/ian)
