Desa Jabontegal Ditetapkan sebagai Destana ke-24 di Mojokerto, Upaya Perkuat Kesiapsiagaan Bencana

Desa Jabontegal Ditetapkan sebagai Destana ke-24 di Mojokerto, Upaya Perkuat Kesiapsiagaan Bencana

Mojokerto (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah dengan membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) di wilayah-wilayah yang rawan terdampak bencana alam.

Terbaru, Desa Jabontegal yang berada di Kecamatan Pungging resmi ditetapkan sebagai Destana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto. Dengan penetapan ini, jumlah desa yang berstatus Destana di Kabupaten Mojokerto bertambah menjadi 24 desa.

Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Mojokerto, Yo’ie Afrida Soesetyo Djati, menyatakan bahwa penetapan Desa Jabontegal sebagai Destana merupakan bagian dari strategi mitigasi bencana. Hal ini penting, mengingat desa tersebut tergolong rawan terhadap bencana hidrometeorologi.

“Seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang saat musim hujan tiba. Tiap desa yang kita petakan rawan dan menjadi langganan bencana, kita targetkan dijadikan Destana,” ujarnya, Selasa (27/5/2025).

Program Destana bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana yang ada di wilayah masing-masing. Dalam program ini, masyarakat tidak hanya diposisikan sebagai korban, tetapi menjadi bagian aktif dari proses pencegahan, penanganan, hingga pemulihan pascabencana.

“Destana ini penting untuk meminimalkan dampak bencana. Semua lini masyarakat dilibatkan, mulai dari perangkat desa, babinsa, bhabinkamtibmas, tenaga kesehatan, hingga warga,” katanya.

Pembentukan Destana di Kabupaten Mojokerto merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.

Berdasarkan pemetaan BPBD, dari total 304 desa dan kelurahan yang ada, sebanyak 213 desa dikategorikan rawan bencana. Oleh karena itu, pembentukan Destana menjadi langkah strategis untuk memperkuat kesiapsiagaan dan respons cepat masyarakat terhadap potensi bencana.

Dengan adanya Destana, masyarakat dibekali pelatihan, peningkatan kapasitas kelembagaan lokal, hingga pengelolaan sumber daya dan kearifan lokal. Melalui pendekatan ini, warga diharapkan mampu berperan aktif dalam mengidentifikasi risiko, mengelola potensi bencana, serta melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkelanjutan.

“Serta pengelolaan sumber daya dan kearifan lokal. Melalui Destana, diharapkan warga akan lebih aktif mengkaji, menganalisis, menangani, memantau hingga mengevaluasi risiko bencana di lingkungannya,” pungkasnya. [tin/suf]