4. Kartosoewirjo
Kartosoewirjo, sosok yang pernah satu kos dengan Soekarno, memiliki pandangan yang berbeda tentang masa depan Indonesia. Jika Soekarno berjuang untuk mewujudkan negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila, Kartosoewirjo justru ingin mendirikan negara Islam yang terpisah.
Pemberontakan Darul Islam yang dipimpinnya merupakan manifestasi dari perbedaan ideologi ini. Meskipun gerakannya berakhir dengan kegagalan, namun pemikiran Kartosoewirjo tentang Islam dan negara terus menjadi bahan diskusi hingga saat ini.
Warisannya menjadi simbol perjuangan bagi kelompok-kelompok Islam yang menginginkan penerapan syariat Islam secara murni dan konsekuen. Akan tetapi, juga memicu perdebatan sengit tentang batas-batas toleransi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Sutan Syahrir
Sutan Syahrir, sosok yang pernah memimpin Indonesia di masa-masa awal kemerdekaan, harus mengakhiri hidupnya dalam kesunyian di pengasingan. Tuduhan keterlibatan dalam pemberontakan PRRI menjadi alasan penahanan dan pembubaran partainya, PSI.
Padahal, Syahrir adalah seorang tokoh yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Pemikirannya tentang pentingnya pemerintahan yang bersih dan transparan masih relevan hingga saat ini.
Meskipun dihadapkan pada berbagai rintangan, semangat juang Syahrir tidak pernah padam. Ia terus memperjuangkan cita-citanya untuk membangun Indonesia yang lebih baik, meskipun harus mengorbankan kebebasan dan kenyamanan hidupnya.
6. Buya Hamka
Persahabatan antara Soekarno dan Buya Hamka pernah begitu erat, namun akhirnya kandas karena perbedaan pandangan politik. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang masa depan Indonesia.
Soekarno lebih condong pada nasionalisme yang inklusif, sementara Buya Hamka lebih menekankan pada nilai-nilai Islam. Perbedaan inilah yang pada akhirnya memicu konflik dan berujung pada penahanan Buya Hamka.
Meskipun begitu, warisan pemikiran keduanya tetap relevan hingga saat ini. Baik nasionalisme ala Soekarno maupun Islam ala Buya Hamka, keduanya merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa Indonesia.
Penulis: Ade Yofi Faidzun