Jakarta –
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf mengatakan pihaknya siap membahas rekayasa konstitusional agar calon presiden-wakil presiden tak terlalu banyak usai presidential threshold (PT) 20% dihapus. Dia menjamin DPR melibatkan berbagai unsur.
“Ya ini memang dari kemarin sudah kami sampaikan bahwa rekayasa konstitusional ataupun ‘constitutional engineering’. Itu tentu harus melibatkan berbagai stakeholder, dari perwakilan masyarakat, akademisi, dari civil society, dari government dan tidak kalah pentingnya adalah dari partai politik,” kata Dede kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).
Dia mengatakan partai politik merupakan peserta Pemilu yang dapat mengusung capres-cawapres. Sehingga, menurutnya, pendapat parpol sangat penting untuk menyusun aturan terkait syarat capres-cawapres.
“Karena bagaimanapun juga pesertanya adalah bagian daripada partai politik itu sendiri, sehingga kita juga harus mengedepankan masukan-masukan dari partai-partai politik,” ujarnya.
Politikus Demokrat ini menyebut pihaknya akan mengkaji kemungkinan jumlah minimal dan maksimal pasangan capres-cawapres. Dia mengatakan pembentuk undang-undang harus memikirkan efektivitas dan urusan anggaran untuk Pemilu.
“Soal nanti berapa banyaknya calon apakah ada minimalnya atau maksimalnya tentu kita harus cari mana yang lebih efektif dan efisien tentunya. Baik dari sisi anggaran negara ataupun efektivitasnya,” ucapnya.
“Persyaratan calon pun juga harus kita perketat tidak serta-merta orang yang punya duit triliunan langsung bisa ikutan begitu saja, jadi harus ada track record pengalaman dan prestasi-prestasi lainnya terutama di bidang politik dan pemerintahan dan konkretnya nanti kita akan rumuskan pada saat kita melakukan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilpres ini,” ujarnya.
Pernyataan MK
Sebelumnya, MK mengusulkan adanya rekayasa konstitusional oleh DPR dan pemerintah saat merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Hal itu dilakukan untuk mencegah potensi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak usai dihapusnya ambang batas syarat pengusulan calon presiden.
Saldi mengatakan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional semua partai politik peserta pemilu. Namun, dalam revisi UU Pemilu nantinya, diharapkan dapat mengatur mekanisme pencegahan lonjakan jumlah pasangan calon berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif.
“Dalam revisi UU 7/2017, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat,” ujar Saldi.
(maa/haf)