Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,04% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal III/2025 akan mendorong kinerja sektor ritel menjelang akhir tahun.
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan kuartal IV biasanya menjadi momentum penting bagi pelaku ritel, seiring meningkatnya permintaan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang diyakini menjadi penggerak utama lonjakan penjualan.
Budihardjo menjelaskan, selain faktor musiman, penjualan ritel juga terdorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang lebih longgar, termasuk likuiditas yang meningkat di pasar.
“Di samping itu ditambah dengan kebijakan uang beredar yang digelontorkan oleh pemerintah ke market, sehingga ada bunga-bunga ringan, kartu kredit juga memberikan banyak program, dan itu juga menggerakkan ekonomi untuk sektor retail offline,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Rabu (5/11/2025).
Dia menambahkan, perbaikan sentimen publik dan konsumen setelah gelombang demonstrasi beberapa waktu lalu turut memperkuat optimisme pelaku ritel.
Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai geliat pertumbuhan ekonomi 5,04% yoy pada kuartal III/2025 belum sepenuhnya mencerminkan pemulihan daya beli masyarakat.
Bhima menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 yang mencapai 5,04% yoy itu lebih didorong oleh ekspor daripada konsumsi rumah tangga.
Alhasil, kondisi ini membuat banyak pelaku usaha ritel masih menahan ekspansi karena indikator konsumsi seperti penjualan kendaraan bermotor dan barang elektronik yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
“Masih belum terlalu confidence sih sebenarnya untuk pelaku usaha ritel. Jadi mereka masih mengatur strategi dulu untuk ekspansi,” ujar Bhima kepada Bisnis.
Meski begitu, Celios melihat dampak stimulus seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) kemungkinan baru terasa di kuartal IV, bersamaan dengan puncak belanja Nataru di akhir tahun.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai kondisi ekonomi pada kuartal III/2025 masih diwarnai ketegangan akibat ketimpangan ekonomi.
Menurutnya, dinamika sosial dan aksi demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu itu mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap distribusi pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Dalam hal sektor ritel, kata Faisal, meski pertumbuhannya masih terjaga dengan laju sekitar 5,5%, namun kenaikannya didominasi oleh kelompok berpendapatan menengah atas dan ritel berskala besar.
Dia menyebut pertumbuhan tersebut lebih banyak disumbang oleh kelompok ekonomi atas, sementara ritel menengah, kecil, dan mikro masih berjuang menghadapi lemahnya daya beli.
“Dan ini terkonfirmasi juga dengan kalau kita cross-analysis dengan pertumbuhan konsumsinya, konsumsi rumah tangganya itu kan lebih rendah juga 4,89%, jadi artinya daya beli sebetulnya tidak cukup ada peningkatan,” ucap Faisal kepada Bisnis.
Menurutnya, kenaikan ritel secara agregat banyak ditopang oleh konsumsi kalangan menengah atas, sementara kelompok menengah ke bawah belum menunjukkan pemulihan signifikan.
Faisal menuturkan konsumsi kalangan menengah dan calon kelas menengah menyumbang lebih dari 80% terhadap total konsumsi nasional. Untuk itu, keberlanjutan pertumbuhan ritel akan sangat bergantung pada pemulihan daya beli kedua segmen tersebut.
Meski demikian, Faisal menilai prospek jangka pendek sektor ritel masih positif karena ukuran pasar domestik yang besar. Namun, pemerataan pertumbuhan akan menjadi pekerjaan rumah utama bagi pemerintah dan pelaku usaha.
“Prospek untuk industri ritel ini akan ditentukan juga mestinya oleh seberapa besar pemulihan daya beli dari kelas menengah ke bawah,” pungkasnya.
