Seorang pekerja restoran berusia 30 tahun, Kim Ene-sol mengatakan dia merasa “diliputi rasa takut” saat mendengar berita itu. Ia berpikir harus menghentikannya bahkan harus bertaruh nyawa.
“Saya berpikir, saya harus menghentikan ini, bahkan jika saya harus mempertaruhkan nyawa,” ujarnya.
Dalam pengumuman darurat militernya, presiden menyebut oposisi, yang memegang mayoritas di parlemen yang beranggotakan 300 orang, sebagai “kekuatan anti-negara yang berniat menggulingkan rezim”.
Seorang anggota parlemen oposisi mengatakan bahwa dia bergegas ke parlemen dengan taksi untuk memberikan suara menentang langkah tersebut dan khawatir akan ditangkap di bawah kekuasaan baru yang luas dari darurat militer itu.
“Yoon telah melakukan pemberontakan dengan mendeklarasikan darurat militer,” kata Shin Chang-sik.
Polisi berjaga di dalam gedung parlemen, siap menangkap siapa pun yang mencoba memanjat pagar.
Shin mengatakan beberapa rekan legislatornya terpaksa memanjat pagar untuk memberikan suara pada resolusi itu karena pintu masuk telah disegel.
Resolusi tersebut akhirnya berhasil, memaksa Yoon untuk mencabut darurat militer, yang disambut sorak-sorai dari kerumunan saat berita itu tersiar.
Namun, perayaan itu bercampur dengan ketidakpercayaan bahwa kejadian seperti itu bisa terjadi. Lim Myeong-pan mengatakan keputusan Yoon untuk mencabut darurat militer tidak membebaskannya dari kesalahan.
“Tindakan Yoon memberlakukan darurat militer tanpa alasan yang sah adalah kejahatan serius,” kata Lim.