Darurat Kekerasan Seksual dan Kemajuan Bangsa

18 December 2022, 22:50

KEKERASAN seksual belakangan ini sering terdengar. Masalah kekerasan seksual seakan–akan menjadi masalah yang tidak ada habisnya untuk dibahas. Sepertinya ini akan menjadi masalah yang akan terus menerus terjadi khususnya di Indonesia. Kekerasan terhadap perempuan merupakan kejahatan yang memiliki dimensi perbuatan yang luas dan bisa terjadi pada ruang publik maupun ruang privat.  

Dunia lembaga pendidikan pun ternyata tidak lepas dari maraknya kekerasan seksual. Lembaga pendidikan yang seharusnya diisi oleh orang–orang yang mampu memberi contoh tetapi justru menjadi pelaku maksiat. Sungguh ironis. Hal yang membuat lebih terkejut lagi adalah perbuatan tersebut terjadi di ‘pondok pesantren’ yang pelakunya mengaku sebagai ustaz sedangkan korbannya adalah para santri di bawah umur.

Hukuman yang bagi para predator- pemangsa perempuan seperti ini seakan belum memberi efek jera, terbukti ada kejadian serupa berulang–ulang di tempat berbeda. Laki–laki yang seharusnya menjadi pelindung bagi kaum perempuan justru menjadi perusak bagi kaum Hawa ini. Kekerasan seksual yang dialami oleh seseorang akan menjadi pengalaman pahit bagi para korban, bahkan mungkin itu akan meninggalkan trauma seumur hidup. Bagi yang benar–benar putus asa akan mencari jalan pintas yakni bunuh diri. Seperti kasus seorang mahasiswa yang dipaksa aborsi oleh kekasihnya namun menolak dan akhirnya dia ditemukan sudah menjadi mayat di samping makam ayahnya. 

Pedoman

Pengertian kekerasan seksual menurut RUU PKS, adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang. Menurut World Health Organization (WHO) kekerasan seksual merupakan semua tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual atau tindakan lain, yang diarahkan pada seksualitas seseorang dengan menggunakan paksaan tanpa memandang status hubungannya dengan korban.

Dalam situasi penuh ketidakpastian darurat kekerasan seksual, bagaimana pelaksana dan kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus Pasal 3 Ayat (1) PP Nomor 78 Tahun 2021 bisa menjadi pedoman. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada; anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; anak yang menjadi korban pornografi; anak dengan HIV dan AIDS; anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis; anak korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak penyandang disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.

Salah satu dari sekian banyak faktor penyebab yang berkontribusi dalam meningkatnya kasus kekerasan  terhadap anak, adalah tidak adanya standar ramah anak dalam suatu lembaga perlindungan khusus anak. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya dalam melaksanakan perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 menyediakan: a. pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial; b. tenaga kesehatan yang kompeten dan terlatih; c. petugas pembimbing rohani/ibadah; d. pendidik dan tenaga kependidikan; dan/atau e. tenaga bantuan hukum.

Bentuk pembinaan daerah kepada masyarakat Pasal 94 (3) PP Nomor 78 Tahun 2021 meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan perlindungan khusus bagi anak; dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memberikan pengasuhan yang baik, memberikan pembinaan keagamaan, dan memberikan pemahaman kepada keluarga terkait pemenuhan hak anak.

Pembinaan kepada lembaga pendidikan formal dan informal dalam bentuk; peningkatan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan hak-hak dan perlindungan anak berdasarkan konvensi hak anak dan peraturan perundang-undangan terkait anak; dan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi. Maka, kontribusi tim menolong semua anak yang mempunyai kasus. Tidak ada satupun anak yang tidak tertolong. Dilaksanakan secara cepat, komprehensif dan terintegrasi, terpadu, terarah dan berkelanjutan. 

Indonesia mempunyai waktu 23 tahun untuk menjadi bangsa yang berkemajuan pada 2045. Dengan syarat anak didik di satuan pendidikan terhindar dan bebas dari kekerasan seksual dan semua warga sekolah memahami kode etik perlindungan anak.

Semua tim penanganan kasus di satuan pendidikan tidak melakukan hal-hal sebagai berikut: memukul, menyerang, menampar, dan melakukan kekerasan fisik lainnya. Menggunakan kata-kata kasar, kata-kata rasis, menghardik, tidak mengacuhkan, memelototi, membiarkan, mengucilkan, membatasi aktivitas dan kekerasan psikis lainnya. 

Menyentuh anak dengan tidak pantas tanpa alasan medis di tempat tertentu seperti mulut, dada, alat vital, bokong atau menyentuh dengan perilaku yang tidak sensitif, memberikan panggilan sensual kepada anak, melakukan hubungan seksual dengan anak, dan kekerasan seksual lainnya. Memarahi anak di depan orang lain, termasuk orangtuanya. Menunjukkan muka masam, emosional dan bersikap tidak ramah. Menyebarluaskan kasus yang sedang ditangani kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan (kepada tim guru lain/siswa/grup whatsapp, atau media sosial lainnya).

Berprasangka buruk, melakukan fitnah, mengolok anak menggunakan fisik, SARA, profesi orangtua, nama orangtua, kondisi ekonomi orang tua, dll. Menjatuhkan harga diri anak, mempermalukan anak, merendahkan martabat, membandingkan anak satu dengan yang lainnya menskorsing, mengembalikan kepada orang tua/mengeluarkan anak dari satuan pendidikan, membatasi kegiatan, mengisolasi dari pergaulan teman. Memaksakan kehendak dan pandangan sendiri tanpa memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat.

Bertengkar, berselisih, dan saling menjatuhkan pendapat diantara petugas di depan anak yang sedang ditangani kasusnya menekan kebebasan berpikir dan berkeyakinan anak. Semua tim penanganan kasus di satuan pendidikan wajib melakukan: menghormati hak anak; menerima laporan, mengidentifikasi dan merespons kasus perlakuan salah yang terjadi pada anak; mendengar anak dan memberikan mereka kesempatan untuk menceritakan kasusnya tanpa tekanan atau paksaan; memberikan kesempatan pada anak untuk turut serta dalam memberikan keputusan yang dapat mempengaruhi hidup mereka; berperilaku sopan dan sesuai dengan posisinya saat berinterkasi dengan anak; memastikan ada petugas lain yang berada pada ruangan/tempat yang sama saat menangani kasus bersama anak; menjaga kerahasiaan kasus, data anak dan keluarganya saat penanganan kasus; membangun komitmen dan konsekuensi logis yang benar atas perilaku salah yang sudah dilakukan anak; melibatkan anak dalam menentukan konsekuensi logis; membangun komunikasi yang nyaman.

Membangun partisipasi anak; memahami karakteristik anak berdasarkan hasil asesmen; memahami bahwa setiap anak unik dan memiliki potensi, kecerdasan serta tumbuh kembanga yang berbeda; memberikan layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik, kemampuan dan kebutuhan anak; memberikan hak dasar anak berupa layanan yang dibutuhkan dan rasa aman; menerima bahasa anak dengan baik sebagai individu yang sedang berkembang; jika pendapat berlanjut, mencari penengah untuk membantu pemecahan masalah dengan sikap dan perilaku secara baik; menjaga dan menghormati status sosial, bahasa, budaya, nilai-nilai, ekonomi dan latar belakang orang tua atau keluarga anak; memberikan kesempatan kepada anak untuk bebas berorganisasi, berkumpul secara damai sepanjang tidak bertentangan dengan keamanan nasional, ketertiban umum, perlindungan Kesehatan, moral masyarakat, termasuk perlindungan dari hak hak dan kebebasan pihak lain;

Saling menghormati dan menghargai pendapat sesama petugas, terlebih saat bersama anak yang sedang ditangani kasusnya; mengembangkan kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, dengan memperhatikan umur anak dan kemampuan anak yang selalu berkembang; Indonesia sebagai negara berkembang memiliki cita-cita dapat menaikkan level menjadi negara maju. Cita-cita ini bukanlah sekadar harapan yang dapat diwujudkan tanpa usaha yang maksimal.

Tokoh

Partai

Institusi

K / L

BUMN

NGO

Organisasi

Perusahaan

Kab/Kota

Provinsi

Negara

Agama

Brand

Club Sports

Event

Grup Musik

Hewan

Tanaman

Produk

Statement

Fasum

Transportasi