Dari Gang Sempit Jadi Kebun Subur: Cerita Warga Kampung Warung Bandrek Bangun Urban Farming Megapolitan 24 November 2025

Dari Gang Sempit Jadi Kebun Subur: Cerita Warga Kampung Warung Bandrek Bangun Urban Farming
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

Dari Gang Sempit Jadi Kebun Subur: Cerita Warga Kampung Warung Bandrek Bangun Urban Farming
Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com –
Di tengah riuhnya aktivitas perdagangan di Jalan Suryakencana, Kota Bogor, tersembunyi sebuah kampung yang menawarkan suasana berbeda.
Kampung Warung Bandrek
, yang berada di RT 05 RW 05, Kelurahan Bondongan, Kecamatan Bogor Selatan, tampil sebagai ruang hijau yang hidup berkat keseriusan warganya mengembangkan urban farming.
Untuk mencapai kampung ini, masyarakat perlu berkendara sekitar 500 meter dari Jalan Suryakencana, lalu berbelok ke kanan menuju permukiman yang asri.
Sebuah gapura bertuliskan
Kampung Berseri
menjadi penanda pintu masuk. Sejak langkah pertama, deretan tanaman rapi sepanjang kurang lebih 500 meter menyambut pengunjung, seolah mengajak mereka beristirahat sejenak dari kesibukan kota.
Kampung ini memanfaatkan dinding permukiman dan ruang sempit sebagai lahan pertanian produktif. Gang-gang kecil disulap menjadi kebun sayur, menghadirkan ruang hijau yang jarang ditemui di wilayah perkotaan.
Dengan mengusung konsep urban farming atau pertanian perkotaan, mereka memanfaatkan dinding-dinding permukiman menjadi lahan pertanian. Di Kampung Warung Bandrek ini, mereka berhasil menyulap gang sempit menjadi kebun sayur produktif.
Urban farming
di Kampung Warung Bandrek bukan tren sesaat. Kegiatan ini bermula empat tahun lalu, pada masa pandemi, saat warga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.
Ketua RT setempat, Tatang Kusuma, menggagas kegiatan ini untuk meningkatkan kepedulian warga terhadap kebersihan lingkungan.
“Mulainya sudah lama ya, sekitar 2021, yang berkembang  kan akhir-akhir ini. Berhubungan ya, ada kegiatan yang mungkin ada program dari Bogor Bersih yang diusahakan ya terutama saya mengajak warga untuk mencintai kebersihan,” ujarnya kepada
Kompas.com
, Jumat (21/11/2025).
Pandemi menjadi momentum bagi warga untuk mengembangkan kebiasaan baru yang bermanfaat.
“Kebetulan kan kepikirannya mungkin manfaatnya banyak ya, terutama buat warga sendiri manfaatnya ada,” tambahnya.
Kegiatan ini berkembang menjadi upaya kolektif membangun kebersamaan, tanggung jawab sosial, serta rasa memiliki terhadap lingkungan.
Urban farming
membawa manfaat sosial yang signifikan. Ibu-ibu menjadi kelompok paling aktif dalam menata dan merawat tanaman. Kegiatan ini menjadi ruang belajar sekaligus kegiatan harian yang menumbuhkan kedekatan antarwarga.
“Kegiatannya ada Jadi kesibukan lah, terutama pada ibu-ibu warga disini alhamdulillah gotong royong, untuk menata wilayah, untuk menghijaukan wilayah,” ujar Tatang.
Meski berada di gang sempit, warga tetap kreatif mengelola tanaman. Tantangan ada, tetapi tidak menghambat proses perawatan.
“Sebenarnya kalau kendala tantangannya nggak ada ya, cuma ya mungkin kan yang namanya orang kan tau sendiri ya, kalau kami enggak mungkin mantau sehari-hari di situ, yang penting ya selama ini kendalanya enggak ada,” katanya.
Warga pun aktif menjaga tanaman yang mereka tanam secara kolektif. Tidak ada pembagian tugas khusus; semua dilakukan secara gotong royong.
“Kontribusinya bareng-bareng nggak ada yang, oh si ini mesti ngelakuin ini, nggak yang penting tanggung jawab semua,” kata Tatang.
Mayoritas warga Kampung Warung Bandrek bekerja sebagai buruh harian lepas. Karena itu, hasil panen yang dikonsumsi sendiri menjadi penghematan berarti bagi rumah tangga.
Sebagian hasil panen juga dijual atau dibagikan ke lingkungan sekitar.
“Paling enggak, ada kelebihan kita kasih ke RW,” kata Tatang.

Alhamdulillah
, bisa lah sedikit ngebantu-ngebantu lah. Enggak banyak sih sebenarnya, ya sedikit mengurangi lah Itu aja ngebantu ngeringankan beban masyarakat,” tambahnya.
Kesadaran warga dibangun melalui praktik langsung. Tatang menunjukkan cara menanam dan merawat tanaman agar hasilnya optimal.
“Saya langsung kerja mengasih contoh. Caranya gimana supaya baik, supaya bagus gitu,” kata dia.
Empat tahun berjalan, perubahan nyata terlihat, liingkungan lebih bersih, tanaman tumbuh subur, dan kepedulian warga meningkat.

Alhamdulillah
sih ada perkembangan,” ujar Tatang.
Jenis sayuran di kampung ini beragam, di antaranya pakcoy, kangkung, bayam, hingga selada. Tanaman dikelola menggunakan alat sederhana dan pot dari botol bekas. B
Warga mencoba berbagai jenis tanaman, menyesuaikan dengan kondisi tanah dan intensitas penyiraman yang bisa mereka lakukan sehari-hari.
Ketua DKM setempat, Misbah, menjelaskan, jenis tanaman yang dibudidayakan oleh warga merupakan sayuran.
“Sebenarnya sayuran tanaman hijau. Dan juga ada tanaman-tanaman semacam sayuran, termasuk ada tanaman buah,” ungkap Misbah.
Sebagian besar panen dikonsumsi sendiri. Meski hasilnya tidak banyak, nilai sosialnya besar. Setiap warga yang ikut menanam merasakan kepuasan melihat tanaman yang mereka rawat tumbuh subur.
“Karena kami kan tujuannya bukan untuk mencari ekonomi… hanya kegiatan warga,” katanya.
Kegiatan ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi. Melalui pengalaman langsung, warga belajar bagaimana menanam, merawat, dan memanen tanaman dengan baik.
“Sebenarnya sudah peningkatan karena kami ini programnya hanya kegiatan warga supaya produktif di wilayah. Tujuannya supaya mencintai wilayah. Tujuannya itu awalnya,” tambah Misbah.
Helen, warga setempat, mengatakan
urban farmin
g membuat lingkungan lebih nyaman dan memberi kegiatan baru bagi ibu-ibu.
Saat ditemui
Kompas.com,
Helen, salah satu warga, mengaku senang dengan kegiatan urban farming di kampung nya itu.
“Lebih enak aja sih ya kalau ada tanaman begitu,” ujarnya.
Ia bangga kampungnya masuk nominasi Bogor Bersih. Menurut dia, ini menjadi apresiasi bagi lingkungan yang sebelumnya bisa dikatakan terpencil.
“Bangga juga karena kan sebelumnya kampung kita juga bisa dibilang terpencil ya terus masuk nominasi ini ya bisa terkeskpos gitu, karena warganya cuma segini-segini aja kalau di sini mah,” tutur Helen.
Namun gangguan tetap terjadi, seperti tanaman rusak oleh orang iseng atau hama. Helen dan warga lain seperti Helin tetap semangat karena manfaatnya besar.
“Ada pokcoi, kangkung gitu-gitu kita lebih ke yang sayur-sayuran gitu sih soalnya lebih cepat juga kan,” katanya.
Meski sederhana, kegiatan
urban farming
ini terkadang terganggu oleh orang luar. Helen mencontohkan, beberapa tanaman yang sudah tumbuh kadang dirusak.
“Ada sih, ya namanya orang iseng, kadang-kadang tanaman udah jadi patah gitu kan, namanya juga di pinggir jalan karana kan kami sistem nya pakai pot gitu kan ga yang tanem di lahan yang luas gitu,” ujar Helen.
Selain itu, hama juga menjadi persoalan ringan.
“Hama ada, cuman sejauh ini sih sekadar ada aja ya pasti cuman ga terlalu banyak, ada yang jeleknya sedikit (hasil panen) karena kita organik,” ucap Helen.
Helin, warga lain, menekankan dukungannya terhadap program urban farming karena selain menambah kebersihan, juga bermanfaat bagi kesehatan warga.
“Mendukung sih soalnya buat kebersihan juga kesehatan juga kan, soalnya hampir semua ibu-ibunya juga ikut turun semua,” katanya.
Panen yang banyak biasanya dijual ke warga sekitar, sisanya dibagikan kepada para ibu-ibu yang terlibat.
Warga juga mendapat dukungan eksternal, salah satunya dari Astra untuk kebutuhan pupuk.
“Ya kami juga kebetulan ada dibantu sama Astra juga, kadang kan kalau panennya banyak, uang yang hasil kami jualan itu bisa kita beli buat pupuk,” ujarnya.
Selain manfaat ekonomi, kegiatan
urban farming
juga memberi kesibukan harian bagi ibu-ibu yang tidak bekerja di luar rumah.
Untuk jenis tanaman, warga fokus pada sayuran yang cepat panen, meski beberapa mencoba menanam buah-buahan di lahan terbatas.
“Pengen gitu ya lebih bagus juga kayaknya, kita juga nyoba dikit-dikit di belakang kan ada kan di dekat lapangan itu kayak buah jeruk, jeruk limo, tomat, yang ga makan lahan banyak,” kata dia.
Helin bilang, warga terlibat penuh dalam perawatan tanaman, dari penyiraman, pemupukan, hingga panen, yang dilakukan secara terjadwal dan gotong royong. Ia pun berharap agar perhatian pemerintah terhadap kegiatan ini tidak hanya pada saat tertentu.
“Ya mungkin bisa lebih di perhatikan lagi jangan seperti pas lagi lomba aja, pengennya menang ga Menag kita tetap di pantau lah gitu biar bisa lebih berkembang biar ada kegiatan juga ke ibu-ibunya,” tutup Helin.
Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, menilai
urban farming
sebagai inisiatif positif untuk mengatasi minimnya ruang terbuka di kota-kota padat.
“Krisis lahan pertanian, konsep urban farming juga bagian dari skenario bagaimana kota mencukupi pangan dan bagian dari strategi untuk mempertahankan koridor hijau kota,” ujar Yayat.
Ia menegaskan, keberhasilan urban farming bergantung pada komunitas yang aktif, bukan hanya ketersediaan lahan.
“Urban farming bisa terbentuk jika ada lahan yang tersedia atau juga sebetulnya urban farming banyak dilakukan di perumahan-perumahan yang punya taman-taman atau areal-areal yang apakah belum dipakai,” kata Yayat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.