PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah terus berupaya melindungi industri padat karya dari dampak kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Industri padat karya tidak hanya berfokus pada ekspor, tetapi juga memiliki peran besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif tersebut. “Kami prihatin terhadap dampak tarif resiprokal AS terhadap industri padat karya, meliputi tekstil dan garmen, alas kaki, serta industri kelapa sawit dan produk turunannya,” ujarnya dalam acara “Public Forum: Regional Response to Trump 2.0” di Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Ia menjelaskan bahwa industri padat karya juga punya peran penting dalam pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan. Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan para menteri untuk menyiapkan strategi jangka panjang menghadapi kebijakan AS tersebut.
Strategi yang disiapkan pemerintah berfokus pada penguatan diplomasi, kerja sama regional, dan diversifikasi pasar ekspor agar Indonesia tidak bergantung pada satu negara tujuan.
“Kami menghargai hubungan bilateral dan perdagangan dengan Amerika Serikat. Kami pun meyakini bahwa dialog terbuka adalah jalan terbaik untuk menghindari meningkatnya ketegangan perdagangan untuk kemudian hari,” ujar Dyah Roro.
Melalui dialog tersebut, pemerintah ingin memperjelas cakupan kebijakan tarif resiprokal AS sekaligus membahas dampaknya. “Kerugian tidak hanya untuk eksportir Indonesia, tetapi juga untuk importir dan konsumen di Amerika Serikat,” tambahnya.
Perluas pasar ekspor
Dyah menyampaikan, Indonesia kini aktif memperluas pasar ekspor ke beberapa negara seperti Kanada, Uni Eropa, Iran, Jepang, dan Peru. Negara-negara tersebut dianggap penting untuk membuka akses pasar baru.
Langkah tersebut ditandai dengan finalisasi beberapa perjanjian perdagangan bebas, yaitu Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-Iran Preferential Trade Agreement (II-PTA).
Pasar Kanada dinilai potensial karena meningkatnya permintaan terhadap produk halal, makanan laut, hasil pertanian, dan tekstil dari Indonesia. Sementara itu, kerja sama dengan Peru dianggap sebagai pintu masuk ke pasar Amerika Latin.
Di wilayah Amerika Latin, Indonesia berpeluang memperluas ekspor produk seperti kelapa sawit, karet, farmasi, makanan olahan, dan tekstil. “Tak kalah penting, juga ada Indonesia-EU CEPA. Ini kerja sama perdagangan yang paling ambisius,” kata Dyah.
Uni Eropa, dengan proyeksi PDB mencapai 18,6 triliun dolar AS, merupakan salah satu pasar konsumen terbesar di dunia. Indonesia menargetkan peningkatan ekspor produk furnitur, tekstil, energi terbarukan, dan produk ramah lingkungan melalui kerja sama ini.
Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menjalin kemitraan ekonomi dengan Jepang. Menurut Dyah, Jepang masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang setengah jadi. “Ini menjadi peluang yang ingin kami eksplor lebih jauh,” ujarnya.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News