Jakarta, Beritasatu.com – Puasa Ramadan adalah salah satu ibadah utama dalam Islam yang diwajibkan bagi setiap muslim yang telah baligh dan mampu menjalankannya. Ibadah ini bukan sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tetapi juga melatih kesabaran, keikhlasan, dan ketakwaan kepada Allah. QS Al-Baqarah/2: 183 merupakan dalil utama yang menjadi dasar dikerjakannya ibadah puasa bagi orang-orang yang telah memenuhi persyaratan diwajibkannya puasa.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, menjalankan ibadah puasa Ramadan sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat urban. Gaya hidup yang serba cepat, tekanan pekerjaan, serta ritme kehidupan yang padat menuntut fisik dan mental untuk tetap prima, meskipun asupan makanan dan minuman terbatas selama berjam-jam. Masyarakat perkotaan menghadapi tekanan hidup yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan lingkungan pedesaan menjadi faktor utama yang memicu stres kronis. Akibatnya, gangguan seperti kecemasan, depresi, dan burnout semakin banyak ditemukan di kalangan penduduk kota.
Sebuah studi yang dirilis oleh Kaukus Keswa dalam laporan Bintaro Jaya mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan tentang meningkatnya gangguan mental di era modern. Data menunjukkan bahwa prevalensi kecemasan atau anxiety meningkat sebesar 16%, sementara angka depresi naik hingga 17,1%. Tren ini semakin memperkuat temuan bahwa risiko gangguan mental cenderung lebih tinggi di wilayah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kajian tentang dampak puasa terhadap Kesehatan mental dapat memberikan wawasan mengenai bagaimana praktik ini membantu individu mengelola stres dan emosi.
Dampak Puasa terhadap Kesehatan Mental: Kajian Literatur Ilmiah
Puasa Ramadan tidak hanya menjadi ibadah tahunan yang dilakukan umat Islam di seluruh dunia, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa puasa dapat membantu mengelola stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Selama berpuasa, tubuh mengalami perubahan biologis yang berdampak pada produksi hormon-hormon tertentu, seperti peningkatan endorfin yang berperan dalam menciptakan perasaan bahagia dan ketenangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ozgur Erdem melibatkan 73 partisipan yang dievaluasi untuk melihat dampak puasa Ramadan terhadap kesehatan mental. Rata-rata usia peserta adalah 30,7 tahun mencakup rentang usia antara 19 hingga 55 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan skor DASS (Depression, Anxiety, and Stress Scale), terdapat penurunan yang signifikan dalam tingkat depresi, kecemasan, dan stres setelah Ramadan dibandingkan dengan sebelum Ramadan. Bagi orang yang sudah memiliki kondisi psikologis yang baik sebelum Ramadan, tidak ditemukan perubahan yang signifikan dalam tingkat depresi, kecemasan, dan stres sebelum dan setelah Ramadan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa puasa tidak menyebabkan gangguan mental atau tekanan tambahan bagi individu yang mentalnya sudah stabil sebelumnya. Sebaliknya, bagi mereka yang mengalami stres, kecemasan, atau depresi ringan hingga sedang, puasa dapat menjadi faktor yang membantu menurunkan tingkat gangguan psikologis tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Kazemi yang mengevaluasi dampak puasa Ramadan terhadap kesehatan mental dan tingkat depresi di kalangan mahasiswa menghasilkan bahwa puasa Ramadan memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental mahasiswa. Setelah menjalani puasa selama Ramadan, tingkat depresi mengalami penurunan signifikan, sementara kesehatan mental secara keseluruhan mengalami peningkatan. Temuan ini menekankan bahwa puasa tidak hanya memiliki dimensi spiritual, tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi gejala depresi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis di kalangan mahasiswa.
Selain itu sebuah penelitian di Turki meneliti dampak puasa Ramadan terhadap kesehatan mental para pekerja di sektor kesehatan. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa setelah menjalani puasa Ramadan, partisipan laki-laki mengalami penurunan signifikan dalam skor rata-rata pada beberapa aspek kesehatan mental. Penurunan ini terlihat dalam General Health Questionnaire serta subskala Brief Symptom Inventory (BSI) yang mencakup obsesif-kompulsif, sensitivitas interpersonal, dan ideasi paranoid. Selain itu, tiga indeks global lainnya juga menunjukkan perbaikan setelah Ramadan dibandingkan dengan sebelum Ramadan.
Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa puasa dapat berkontribusi dalam mengurangi stres, kecemasan, dan depresi. Dengan demikian, selain manfaat spiritualnya, puasa Ramadan juga dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis, terutama bagi mereka yang menghadapi tekanan kerja tinggi.