Jakarta, Beritasatu.com – Pelaku usaha sektor properti yang tergabung dalam asosiasi Real Estate Indonesia (REI) menilai, dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang bakal berlaku pada 2025 akan semakin memperkecil akses masyarakat untuk membeli rumah.
“Ketika PPN itu menjadi 12% pada tahun depan, maka pasti memberi beban yang besar kepada masyarakat. Dalam artian, memperkecil akses mereka untuk membeli (properti),” tutur Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto dalam “Investor Market Today ” diIDTV, Kamis (21/11/2024).
Joko melanjutkan, target backlog juga otomatis akan mengalami koreksi karena biaya yang dikeluarkan lebih banyak dan harga properti lebih tinggi. Terlebih daya beli masyarakat terhadap produk properti belum bertumbuh, Ia meminta hal ini yang harus sama-sama diperhatikan.
Oleh sebab itu, Joko berharap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa secara bijak melihat sinkronisasi antar regulasi.
“Kita sedang akan ada program tiga juta rumah era Prabowo-Gibran untuk memberikan stimulus dan dimaksudkan untuk memberikan dorongan pertumbuhan ekonomi dari sektor properti. Namun, kemudian ini ada kenaikan (PPN), jadi ada anomali atau kontraproduktif,” jelasnya.
Dengan demikian, semestinya ekosistem (environment) itu harus dibenahi terlebih dahulu baik secara kebijakan dan anggaran, sehingga pembangunan tiga juta rumah tersebut bisa segera berjalan. Kemudian pertumbuhan bisa terealisasikan yang berimplikasi pada distribusi pendapatan yang ikut terkerek.
Diketahui, skema kenaikan PPN berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN telah berangsur naik sejak 2020 dari level 10%. Kemudian pada level 11% yang berlaku pada 1 April 2022 lalu dan akan kembali ditingkatkan pada 1 Januari 2025 ke level 12%.
Apabila pemerintah tetap menaikkan PPN 12% pada Januari 2025 mendatang, maka dampaknya masyarakat akan semakin sulit untuk memiliki rumah.