Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Bojonegoro terus menikmati hasil dari kekayaan minyak dan gas bumi (migas) yang dimiliki. Data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bojonegoro mencatat, realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang diterima daerah tersebut dalam tiga tahun terakhir mencapai Rp5,74 triliun.
Rinciannya, pada tahun 2022 Bojonegoro menerima DBH Migas sebesar Rp1,6 triliun. Penerimaan kemudian meningkat signifikan pada tahun 2023 menjadi Rp2,2 triliun, sebelum pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp1,8 triliun.
Kepala Bapenda Bojonegoro, Yusnita Liasari, menjelaskan bahwa realisasi DBH Migas pada tahun 2025 telah disesuaikan dengan alokasi pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara untuk tahun anggaran 2026, besaran DBH Migas mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
“Untuk realisasi DBH Migas 2025 sesuai alokasi pagu APBN. Sedangkan DBH Migas di T.A 2026, sesuai kebijakan pusat sebesar Rp941 miliar,” jelas Yusnita Liasari, Jumat (26/12/2025).
Terkait tahun berjalan, Bojonegoro pada 2025 telah menerima bagi hasil DBH Migas dari pemerintah pusat sebesar 100 persen dengan total nilai mencapai Rp1,94 triliun. Dana tersebut terdiri atas bagi hasil minyak bumi sebesar Rp1,9 triliun dan gas bumi sebesar Rp11 miliar. Realisasi tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2024.
Yusnita mengungkapkan, dana DBH Migas yang diterima Pemkab Bojonegoro dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan daerah yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Pemerintah daerah berkomitmen mengalokasikan dana tersebut untuk pembangunan berkelanjutan, mulai dari perbaikan infrastruktur hingga ke pelosok desa, peningkatan akses layanan kesehatan, serta pemberian beasiswa pendidikan.
“Kekayaan alam ini ialah amanah yang harus dikelola secara tepat demi keberlanjutan masa depan generasi mendatang,” tegasnya.
Besarnya penerimaan DBH Migas Bojonegoro tidak terlepas dari aktivitas eksploitasi migas yang dilakukan oleh sejumlah operator besar. Setidaknya terdapat tiga operator yang saat ini aktif mengelola blok migas di wilayah Kabupaten Bojonegoro.
ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) menjadi operator lapangan minyak Banyu Urip dan Kedung Keris di Blok Cepu, yang dikenal sebagai salah satu ladang minyak terbesar di Indonesia.
Selain itu, PT Pertamina EP Cepu (PEPC) atau Zona 12 juga berperan penting, tidak hanya dalam pengembangan Blok Cepu, tetapi juga dalam proyek gas Jambaran–Tiung Biru.
Operator lainnya adalah Pertamina Asset IV Field Sukowati dan Field Cepu yang mengelola sejumlah lapangan migas, termasuk sumur minyak tua Wonocolo di Kecamatan Kedewan serta lapangan Sukowati.
Kehadiran ketiga operator tersebut menjadi penggerak utama roda perekonomian sektor hulu migas di Bojonegoro. Kontribusinya tercermin signifikan dalam besaran Dana Bagi Hasil Migas yang diterima Kabupaten Bojonegoro setiap tahunnya. [lus/beq]
