Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah memutuskan impor beras naik dari 2 juta ton ke 3,6 juta ton pada tahun ini, padahal Maret besok sudah memasuki masa panen raya.
Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistyo mengatakan pihaknya perlu ‘mengutak-atik’ neraca komoditas 2024 demi memuluskan 1,6 juta ton beras impor tambahan yang dimau pemerintah. Sebelum perizinan impor rampung, lanjutan banjir beras dari luar negeri belum bisa dilakukan.
“Kemudian, ada penambahan (impor beras) berdasarkan rakortas (rapat koordinasi terbatas) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (pada) 5 Februari 2024. Terdapat penambahan alokasi impor beras keperluan umum sebesar 1,6 juta ton,” ucapnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, dikutip dari YouTube Kemendagri, Senin (26/2).
“Untuk alokasi tambahan yang 1,6 juta ton sampai dengan saat ini masih dalam proses perubahan neraca komoditas, untuk dapat diajukan permohonan persetujuan impornya (PI). Jadi, untuk yang 1,6 juta ton ini kami belum menerbitkan PI-nya,” tegas Arif.
Perum Bulog mencatat dari penugasan impor 2 juta ton beras sudah masuk 659.008 ton per 25 Februari 2024 melalui berbagai pelabuhan Indonesia, mulai dari Tanjung Priok hingga Tanjung Perak.
Di lain sisi, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian memprediksi panen raya mulai pada Maret hingga Mei 2024. Diperkirakan panen bakal membuat Indonesia surplus 3,5 juta ton beras.
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian mempertanyakan impor ‘dadakan’ tersebut. Pasalnya, data Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat stok beras Indonesia ada 7,4 juta ton pada akhir 2023 lalu, sementara konsumsi rata-rata nasional per bulan hanya 2,5 juta ton.
Ia heran impor beras dengan angka bombastis tersebut datang dari mana. Terlebih, beberapa daerah di Indonesia sudah akan panen pada Maret 2024.
“Artinya, impor bukan menutup kekurangan produksi. Semestinya, keputusan impor diambil ketika sudah ketahuan berapa jumlah panennya pada puncak panen raya nanti,” ucap Eliza kepada CNNIndonesia.com.
Eliza mendesak pemerintah fokus membenahi data pertanian di Tanah Air, termasuk alur distribusi. Apalagi, ada aksi pembelian gabah oleh korporasi besar sepanjang tahun lalu.
Ia mempertanyakan ke mana larinya gabah tersebut yang wujud berasnya malah tak nampak di pasar. Menurutnya, pembelian besar-besaran dengan harga tinggi membuat penggilingan kecil di daerah tak kebagian gabah. Ini curiga pembelian besar-besaran berhubungan dengan Pilkada yang digelar September mendatang.
“Pemerintah mesti menelusuri ke mana stok beras yang dikuasai swasta? September (2024) nanti akan ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Biasanya, ketika kampanye dan silaturahmi, ini dibarengi dengan pembagian sembako, beras, dan lain-lain. Kemungkinan besar permintaan beras masih tinggi,” ucapnya.
Selain Pilkada 2024, ia juga mencurigain program makan siang gratis yang digagas capres-cawapres Prabowo-Gibran ada dibalik melejitnya impor beras hingga 3,6 juta ton.
“Dan juga ada pilot project makan siang gratis. Mungkin ini juga yang akan menyebabkan permintaan beras sehingga pemerintah mengambil jalan pintas impor,” tambahnya.
Seharusnya, pemerintah bisa fokus memenuhi kebutuhan beras dari produksi dalam negeri. Eliza menyebut langkah ini mampu dilakukan jika negara tahu bagaimana memilah program prioritas.
Alih-alih bertindak benar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran anak buahnya malah menyuguhkan solusi keliru. Eliza mengkritik angin surga food estate yang berujung kegagalan dan menguras uang negara.
Lanjut ke halaman berikut…
Senada, Researcher Center of Economic and Law Studies (Celios) Jaya Darmawan mempertanyakan urgensi pemerintah menggenjot impor beras mendekati panen raya. Menurutnya, impor beras yang sangat banyak tersebut malah berpotensi membuat harga gabah anjlok dan merugikan petani.
Jaya menyarankan negara seharusnya benar-benar hadir di tengah para petani Indonesia. Ia tak ingin impor beras itu tidak dilandasi dialog dengan petani dan kondisi nyata stok beras nasional.
“Melihat situasi mendekati panen raya, saya kira kebijakan ini (impor beras) tidak hanya jalan pintas, tapi malah bisa berpotensi salah kalkulasi,” wanti-wanti Jaya.
“Pemerintah tidak perlu tergesa-gesa memutuskan kebijakan tambahan impor beras mendekati panen raya, yang jatuhnya nanti malah merugikan petani. Kebijakan pemerintah terkait manajemen stok beras kali ini perlu dipertanyakan, apakah selama ini berbasis data atau hanya asumsi semata?” imbuhnya tak habis pikir.
Ia lantas menyindir salah kalkulasi pemerintah soal perberasan pada 2023 lalu. Menurutnya, perhitungan BPS soal dampak El Nino hanya menurunkan 650 ribu ton produksi beras Indonesia, sementara pemerintah menambal ‘terlalu tebal’ dengan impor jumbo sebanyak 3 juta ton beras.
Jika negara khawatir dengan dampak perubahan iklim yang mengerek harga beras, Jaya berharap cara yang ditempuh lebih ‘elegan’ dan win win solution.
Ia menyarankan negara hadir dengan membantu petani menurunkan ongkos produksi, misalnya dengan membenahi program subsidi pupuk, meningkatkan permodalan untuk petani, atau pemberian insentif produksi.
Di lain sisi, Analis Kebijakan Pangan Syaiful Bahari menegaskan bahwa defisit beras di tahun ini tak bisa terhindarkan. Impor beras menjadi ‘jalan pintas’ yang mau tak mau harus ditempuh, paling tidak hingga 2024. Sebab, sampai saat ini tidak ada keseriusan pemerintah membenahi produksi padi nasional
Ia pun menduga pemerintah sendiri ragu dengan data perberasan yang dimiliki.
“Kalau pemerintah berencana menambah impor beras lagi 1,6 juta ton, berarti kepastian produksi beras dalam negeri masih diragukan kepastiannya. Hal ini terbukti sampai menjelang akhir Februari (2024) ini harga beras belum turun,” tuturnya.
Syaiful menyoroti selisih harga beras di Tanah Air dengan negara-negara tetangga, yang merupakan pengekspor beras. Ia mencontohkan harga beras di Vietnam saat ini sedang berada di level yang rendah, yakni sekitar US$610 atau Rp9,53 juta per ton (asumsi kurs Rp15.628 per dolar AS).
Sementara, imbuhnya, harga eceran tertinggi (HET) beras lokal yang premium Rp13.900 (per kg).
“Jadi, selisih harga sudah pasti menggiurkan bagi importir. Dengan kata lain, harga 1 ton alias 1.000 kg beras premium lokal bisa menembus Rp13,9 juta. Ada selisih Rp4,37 juta yang bisa dihemat importir jika memilih mendatangkan beras dari Vietnam.
[Gambas:Photo CNN]
Soal makan siang gratis Prabowo-Gibran, Syaiful memandang rencana program tersebut hanya ilusi semata. Menurutnya, 6,7 juta ton beras yang dibutuhkan untuk program ini sama dengan separuh hasil panen padi di Jawa.
Jika separuh hasil panen tersebut diambil untuk makan siang gratis, ia mempertanyakan nasib masyarakat Indonesia lain. Pada akhirnya, kelangkaan beras seperti sekarang tak terhindarkan dan konsumen bakal dibebankan dengan harga beras yang mahal.
“Dapat disimpulkan program makan gratis yang kelak akan dijalankan sudah pasti akan mengganggu tata niaga harga dan pasar. Yang akan menjadi korban adalah konsumen yang jumlahnya 270 juta warga Indonesia. Sama halnya seperti kebijakan sekarang ini, bantuan sosial (bansos) digelontorkan untuk rumah tangga tidak mampu, tetapi seluruh konsumen se-Indonesia menanggung beban harga tinggi,” kritik Syaiful.
“Belum lagi, jika program ini tidak berhasil memperoleh beras, daging ayam, daging sapi, dan susu dari dalam negeri, sudah pasti jalannya impor. Dan yang diuntungkan dari semua kebijakan ini adalah kartel impor,” tandasnya.
Saat ini, program makan siang dan susu gratis akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2025). Bahkan, defisit APBN 2025 sampai harus diperlebar dari 2,29 persen di tahun ini menjadi 2,45 persen-2,8 persen untuk mengongkosi program andalan Prabowo-Gibran itu.