TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Selama ini, pasien penyakit ginjal kronis hingga stadium lima perlu antre dan menunggu seharian untuk melakukan cuci darah. Cuci darah yang diketahui umumnya menggunakan mesin bernama hemodialisis.
Saat melakukan hemodialisis, proses yang dibutuhkan adalah 4 hingga 5 jam untuk sekali tindakan. Cuci darah menggunakan cara ini dilakukan 2 sampai 3 kali dalam seminggu.
Namun, Dokter spesialis penyakit dalam RSUP Prof Ngoerah Denpasar, dr Yenny Kandarini menyebutkan bahwa selain hemodialisis ada terapi lain yang dilakukan untuk mencuci darah. Terapi tersebut adalah Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), yang tidak memerlukan mesin dan bisa dilakukan di rumah.
“Jadi ini suatu tindakan dialisis atau tindakan membersihkan darah yang bersifat berkesinambungan terus menerus dan dilakukan dengan menggunakan kantong abdomen atau kantong perut sebagai tempat cairan untuk pembersih itu,” kata Yenny dalam siniar yang digelar oleh Kementerian Kesehatan berjudul ‘Cuci Darah Nggak Harus ke RS, Kenalan dengan CAPD, Yuk!’ di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Cara kerja dari CAPD ini adalah memasukkan cairan ke dalam tubuh dengan menggunakan kateter. Cairan tersebut didiamkan di dalam tubuh, dan terjadilah pembersihan, cara kerjanya sama seperti aktivitas ginjal.
Kemudian setelah beberapa lama, cairan ini akan dibuang keluar dari dalam tubuh.
“Sehingga tubuh pasien akan bersih dari kotoran-kotoran, elektrolit berlebih dan dari metabolisme,” paparnya.
Rata-rata cairan tersebut dimasukkan ke tubuh 4 kali dalam sehari, tergantung jenis cairannya. Ia pun mencontohkan, pagi pada jam 06.00 atau 07.00 sebelum beraktivitas ke kantor dan sebagainya cairan tersebut dimasukkan dan dibiarkan kurang lebih 6 hingga 8 jam.
Sepulang dari beraktivitas kemudian cairan itu diganti lagi, dan begitu pula sebelum tidur.
Dengan menggunakan terapi ini, pasien tidak perlu jauh-jauh dan mengantre pergi layanan kesehatan yang menyediakan hemodialisis.
Lebih lanjut dr Yenny menjelaskan, ada sejumlah hal yang dilakukan untuk terapi ini.
Sebelumnya dokter akan melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE).
Setelah pasien setuju, maka akan dilakukan pemasangan kateter di daerah perut, biasanya di bagian bawah kanan atau kiri, dengan teknik operasi ringan. “Setelah terpasang selang itu tidak bisa langsung kita pakai untuk melakukan CAPD. Kita tunggu sembuh dulu. Sekitar 1-2 minggu baru kemudian kita akan lakukan pelatihan,” paparnya.
Nantinya, pelatihan yang diberikan meliputi cara memasukkan cairan dan menggantinya.
Bagi pasien yang tidak mampu melakukannya sendiri, seperti yang berusia lanjut, maka akan didampingi.
Sebelum melakukan terapi ini, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya ketersediaan ruangan yang bersih di rumah guna melakukan penggantian cairan itu. Lalu sumber air bersih untuk mencuci tangan, dan penggunaan masker saat prosedur penggantian cairan.
“Pasien nanti akan disiapkan dalam paket dari pemerintah, dari BPJS itu kita akan kirimkan cairan CAPD itu ke rumah,” imbuhnya.
Paling penting pada pasien-pasien yang memakai CAPD ini adalah mempunyai pola BAB yang harus diatur supaya tidak macet cairannya. “Jadi nanti agak beda dengan pasien HD (hemodialisis). Pada pasien CAPD ini, mereka akan lebih bebas untuk makan buah misalnya,” tutupnya.