Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) demi mengakselerasi transisi energi.
CEO PT Pertamina Geothermal Energi Tbk (PGEO) Julfi Hadi menjelaskan panas bumi bahkan mampu menjadi baseload sumber kelistrikan. Menurutnya, sumber energi yang stabil dan besar melalui panas bumi menjadi kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah.
Julfi menyebut panas bumi adalah salah satu sumber energi yang terbukti untuk bisa menjadi baseload. Oleh karena itu, pengembangan panas bumi menjadi penting.
“Apalagi, dengan rencana pertumbuhan ekonomi yang ditopang dari industri hilirisasi serta manufaktur, membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan bersih. Panas bumi merupakan jawabannya,” kata Julfi dalam panel Energy Transition: Innovations, Sustainability Approaches, Strategic Efforts and Initiatives to Achieve Indonesia’s Climate Goals COP 29, Rabu (13/11/2024).
Julfi juga menyampaikan PGEO menargetkan pengembangan panas bumi Pertamina mencapai 1,5 GW pada 2030. Ini demi mencapai target tersebut berbagai strategi dilakukan termasuk strategi investasi.
“Pengembangan ini membutuhkan investasi hingga US$50 juta dengan kalkulasi pertumbuhan kapasitas pembangkit panas bumi hingga 10,5 GW,” ungkap Julfi.
Untuk bisa membuat investasi panas bumi ini menarik, Pertamina bahkan membuat model risiko yang lebih rendah dalam pengembangan panas bumi. Julfi menyebut Electrical Submersible Pumps yang merupakan salah satu teknologi untuk bisa mereduksi risiko pengembangan panas bumi.
“Pompa akan menghasilkan peningkatan produksi bahkan di sumur sub komersial dan juga di pembangkit listrik. Katakanlah dulunya, mengembangkan sektor geothermal itu butuh 10 tahun, sekarang bisa dikembangkan dalam 5 tahun,” kata Julfi.
Sementara itu, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menegaskan Indonesia tetap konsisten dalam mencapai target net zero emission (NZE). Adapun panas bumi menjadi sumber energi yang penting untuk menjadi sumber energi bersih yang stabil untuk memasok seluruh kebutuhan listrik nasional.
“Potensi di Indonesia sangat besar, dengan posisi strategis yang memiliki potensi panas bumi lebih dari 23 gigawatt, di mana saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2,5 gigawatt atau sekitar 11%,” kata Eniya.
Dia menegaskan dengan memanfaatkan panas bumi maka penurunan emisi bisa mencapai 22 juta ton CO2 pada 2030. Pemerintah pun berkomitmen untuk mendukung semua pihak dalam pengembangan panas bumi dalam negeri.
“Presiden kita sudah berulang kali menekankan pentingnya geothermal, dan dukungan internasional dibutuhkan agar Indonesia dapat menjadi negara nomor satu dalam pemanfaatan geothermal di dunia. Kami juga telah menyederhanakan regulasi perizinan dan menaikkan return of investment (IRR) hingga 1,5%,” kata Eniya.