TRIBUNNEWS.COM – Seperti sedang kejar setoran, Direktur CIA, William J. Burns terbang ke Qatar untuk membahas gencatan senjata antara Hamas dengan Israel di Gaza.
Burns tiba di Qatar pada Rabu (18/12/2024) untuk segera mengakhiri perang paling mematikan di Gaza.
Optimisme gencatan senjata di Gaza segera terlaksana semakin meningkat setelah negosiasi yang alot tidak membuahkan hasil.
Para pejabat yang terlibat langsung dalam perundingan ini mengatakan kedua belah pihak hampir mencapai gencatan senjata.
Mengutip New York Times, sudah berbulan-bulan sejak pembicaraan gencatan senjata di Gaza dimulai, Hamas dan Israel terus-terusan saling menyalahkan setiap terjadi kebuntuan.
Jika kesepakatan kali ini tercapai, hal tersebut akan menjadi jeda pertama dalam pertempuran sejak November 2023.
Meski begitu, seorang pejabat yang mengetahui masalah perundingan ini memperingatkan bahwa masih ada rintangan besar yang terjadi dalam pertemuan tersebut.
Pejabat itu mencatat bahwa Burns diperkirakan akan bertemu hanya dengan pejabat dari Qatar, bukan dari Mesir atau Israel.
Berbeda dengan negosiasi sebelumnya, kedua pihak pada umumnya menahan diri untuk tidak membocorkan rincian pembicaraan kepada media.
Beberapa analis mengatakan mereka yakin bahwa penghentian komunikasi tersebut menunjukkan bahwa Israel dan Hamas lebih serius tentang kesepakatan kali ini.
Menurut pejabat yang mengetahui pembicaraan tersebut, para mediator telah mengusulkan gencatan senjata yang dimulai dengan gencatan senjata selama 60 hari.
Selama fase ini, Hamas akan membebaskan sekitar 100 sandera yang masih ditahan di Gaza — beberapa di antaranya telah meninggal — sebagai ganti warga Palestina yang dipenjara di Israel.
Mediator Qatar dan Mesir, yang telah menjadi perantara pembicaraan bersama AS, berharap gencatan senjata awal akan berlanjut menjadi gencatan senjata permanen.
Israel telah menuntut agar pasukannya sebagian besar tetap berada di dua segmen Gaza.
Pertama, yang dikenal sebagai koridor Netzarim, melalui Gaza tengah, membelah bagian utara dan selatan daerah kantong itu.
Kemudian kedua, yang disebut Koridor Philadelphia, di sepanjang perbatasan wilayah itu dengan Mesir.
Hamas sebelumnya menuntut Israel segera keluar sepenuhnya dari daerah kantong itu.
Namun, kelompok itu kini bersedia menoleransi kehadiran Israel yang lebih lama di beberapa bagian dari dua koridor itu asalkan Israel akhirnya menarik diri, menurut seseorang yang mengetahui pemikiran Hamas.
Memasuki Tahap Akhir
Tentara Pendudukan Israel (IDF) di wilayah Jalur Gaza. IDF dilaporkan menjalankan Rencana Jenderal untuk mengusir warga Gaza Utara, mencaplok wilayah, dan mendirikan pemukiman untuk warga Yahudi di wilayah tersebut. (khaberni/HO)
Pejabat senior Palestina yang terlibat dalam negosiasi tidak langsung mengatakan kepada BBC sebelumnya bahwa pembicaraan berada dalam “tahap yang menentukan”.
Senada dengan pejabat Palestina, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, juga mengatakan kesepakatan lebih dekat dari sebelumnya.
Dalam beberapa minggu terakhir, AS, Qatar dan Mesir telah melanjutkan upaya mediasi mereka – melaporkan keinginan yang lebih besar dari kedua belah pihak dalam perang 14 bulan ini untuk mencapai kesepakatan.
Delegasi Israel yang digambarkan sebagai “tingkat pekerja” saat ini berada di Ibu Kota Qatar, Doha, di tengah serangkaian kunjungan diplomatik di wilayah tersebut.
Pejabat Palestina itu menguraikan rencana tiga tahap yang akan membebaskan warga sipil dan tentara wanita yang disandera di Gaza dalam 45 hari pertama, dengan pasukan Israel menarik diri dari pusat kota, jalan pesisir dan jalur tanah strategis di sepanjang perbatasan dengan Mesir.
Akan ada mekanisme bagi warga Gaza yang mengungsi agar dapat kembali ke wilayah utara, kata pejabat itu.
Tahap kedua akan menyaksikan pembebasan sandera yang tersisa dan penarikan pasukan sebelum tahap ketiga mengakhiri perang.
Dari 96 sandera yang masih ditawan di Gaza, 62 orang diduga oleh Israel masih hidup.
Rencana tersebut tampaknya didasarkan pada kesepakatan yang digariskan Presiden AS Joe Biden pada tanggal 31 Mei, dan laporan dari semua pihak menekankan ada rincian utama yang harus diselesaikan.
“Kami belum pernah sedekat ini dengan kesepakatan mengenai sandera sejak kesepakatan sebelumnya,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Israel kepada anggota komite urusan luar negeri parlemen Israel pada hari Senin.
Surat kabar al-Araby al-Jadeed kemudian melaporkan bahwa Hamas telah menyerahkan daftar sandera Israel yang sakit dan lanjut usia, serta mereka yang berkewarganegaraan AS kepada pejabat intelijen Mesir.
Surat kabar itu mengatakan ada juga nama-nama tahanan Palestina yang dituntut kelompok itu sebagai bagian dari kesepakatan tersebut.
(Tribunnews.com/Whiesa)