Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat (AS), termasuk Nvidia terdampak pada perang terbaru dengan China. Empat asosiasi industri China memperingatkan para pengusaha teknologi berhati-hati dengan chip asal AS.
Selain Nvidia, AMD dan Intel juga akan terdampak karena peringatan itu. Di tengah situasi yang memanas, ketiganya masih bisa berjualan di China.
Hal ini bisa memengaruhi bisnis produsen chip AS. Nvidia yang dikenal sebagai perusahaan chip terbesar di dunia memiliki kepentingan bisnis yang besar dengan China. Pada 2023 lalu, lebih dari seperlima total pendapatan Nvidia berasal dari China. Negara kekuasaan Xi Jinping merupakan pasar ketika terbesar untuk Nvidia.
Nvidia merupakan perusahaan yang paling diuntungkan dari booming AI karena menyediakan chip khusus untuk AI. Perusahaan terus mencetak rekor dalam kinerja kuartalannya sejak tahun lalu. Hal ini mengantarkan kekayaan sang pendiri sekaligus CEO Nvidia Jensen Huang meroket. Dalam daftar Forbes Real-Time Billionaires, harta Jensen saat ini diestimasikan senilai US$122,4 miliar atau setara Rp 1.950 triliun.
Salah satu yang mengumumkan peringatan itu adalah Internet Society of China. Lembaga meminta perusahaan domestik berhati-hati saat membeli chip AS dan memilih menggunakan chip dari lokal.
Asosiasi Perusahaan Komunikasi China menyebut produk chip AS tidak lagi andal atau aman. Bahkan meminta pemerintahnya menyelidiki soal keamanan tersebut.
Membalas peringatan China, Asosiasi Industri Semikonduktor AS mengatakan klaim China tidak akurat. Pembatasan yang dilakukan lawannya juga tidak memberikan dampak apapun.
“Seruan terkoordinasi China membatasi pengadaan chip AS tidak membantu dan klaim soal chip Amerika tidak lagi aman atau handal, sama sekali tidak lagi akurat,” ujar lembaga tersebut, dikutip dari Reuters, Rabu (4/12/2024).
Sementara itu, direktur asosiasi konsultan penelitian kebijakan Trivium China, Tom Nunlist menilai peringatan itu terlalu lemah. Karena meski mendengarkan, tindakan perusahaan tetap bergantung pada pasar.
Kedua negara diketahui memang saling serang. Termasuk dalam hal teknologi dan perdagangan.
Di sisi AS, presiden terpilih Donald Trump diketahui berjanji akan membebankan biaya tinggi pada barang impor China. Negara itu juga meluncurkan pembatasan ekspor pada 140 perusahaan asal lawannya.
(fab/fab)