Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Vice President (VP) Manajemen Risiko PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry,
Dewi Andriani
, menceritakan bagaimana dirinya disebut bodoh oleh atasannya.
Cerita itu Dewi ungkapkan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP yang merugikan keuangan negara Rp 1,25 triliun.
Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi apakah Dewi pernah membuat daftar risiko (
risk register
) guna menindaklanjuti KSU dengan PT JN.
“Di bulan Juli (2019) itu ternyata ada penandatanganan nota kesepahaman yang saya ketahui itu di bulan Juli,” kata Dewi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Dewi lalu menyampaikan kepada pejabat terkait seperti VP Komersial, VP Teknik Kapal, VP Perencanaan Korporasi, hingga VP Pemasaran.
Ia mengatakan, karena ada kerja sama itu, VP terkait menyusun register risiko.
Namun, daftar risiko itu tidak kunjung dibuat.
“Nota dinas saya yang juga saya tembuskan kepada direksi itu tidak dibalas,” kata dia.
Unit Dewi akhirnya berinisiatif menyusun register risiko sendiri dengan tujuan agar VP terkait memberi masukan.
Dalam daftar yang disusun, Dewi menetapkan rating tinggi, terutama pada persoalan pembuatan kajian, sumber pendanaan, dan biaya operasional.
“Saya beri rating itu tinggi, dalam hal ini merah,” ujar dia.
Register risiko merah merujuk pada catatan atau daftar risiko dengan keparahan tinggi pada suatu proyek atau organisasi dan membutuhkan perhatian.
Setelah itu, Dewi dipanggil Direktur Keuangan PT ASDP, DS, ke ruangannya.
Di sana, sudah ada manajer dari VP-VP lain.
“Di situ saya disampaikan, maaf saya agak, saya dibilang, VP Manajemen Risiko bodoh, saya disebut seperti itu,” ujar Dewi terdengar emosional.
Mendengar ini, jaksa KPK memastikan lagi siapa pihak yang menyebutnya bodoh.
“Siapa yang nyebut seperti itu?” tanya jaksa KPK.
“Pak DS, saya tidak bisa membuat
high risk register
, ‘kenapa ini semua dibuat merah?’ Itu di bulan Agustus, saya dibilang seperti itu,” jelas Dewi.
Setelah itu, Dewi menjelaskan mengenai register risiko yang pihaknya pahami dan mempersilakan VP lain yang tak kunjung menyerahkan tugas mereka, yakni daftar risiko, memberikan tanggapan.
“Dan di situ pun saya sampaikan itu pemahaman saya mengenai
risk register
yang saya pahami,” ujar Dewi.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas
engineering (due diligence
) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Kompas.com telah menghubungi pihak Corporate Scretary PT ASDP. Namun, hingga berita ini ditulis ia belum merespons.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
/data/photo/2025/07/10/686fa18c0a6a3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)