Jakarta –
Banyak keluarga berbicara tentang kepanikan luar biasa yang mereka rasakan saat mengetahui orang yang mereka cintai mungkin disandera oleh Hamas, setelah kelompok milisi tersebut menyerang Israel.
Militer Israel menduga puluhan orang, termasuk warga negara asing, telah ditangkap sebagai tawanan di Gaza. Berikut ini beberapa kisah mereka.
‘Saya berusaha untuk tetap tenang’
Firasat pertama Yoni Asher bahwa keluarganya berada di Gaza dia rasakan setelah melacak ponsel istrinya.
Istrinya, Doron, dan dua anak mereka Raz, 5 tahun, dan Aviv, 3 tahun, sedang menginap bersama kerabat di dekat perbatasan Gaza ketika Hamas menyerang.
Yoni mengatakan kepada BBC: “Sabtu, sekitar pukul 10:30 pagi, adalah panggilan telepon terakhir ketika saya berbicara dengan istri saya. Dia memberi tahu saya bahwa Hamas telah masuk ke dalam rumah.
“Mereka berada di ruangan yang aman dan terlindungi, lalu sambungan telepon terputus. Kemudian, saya berhasil menemukan lokasi ponselnya dan ia berada di dalam Gaza.
Belakangan pada hari itu, ketakutan terburuknya tampaknya terbukti benar ketika dia mengenali keluarganya yang secara singkat terlihat dalam video orang-orang yang dimuat ke bagian belakang truk.
“Saya tidak tahu akan berapa lama atau dalam kondisi apa mereka ditahan, tapi seperti Anda tahu, situasinya terus memburuk.”
Untuk saat ini, seperti banyak keluarga lainnya, yang bisa dilakukan Yoni hanyalah berharap.
“Saya mencoba untuk tetap tenang. Saya ingin percaya ada kontak antara diplomat yang sedang bernegosiasi atau semacamnya, tapi kami tidak tahu apa-apa – itu adalah yang tersulit.”
‘Ada harapan untuk percaya bahwa mereka masih hidup’
Ido Dan mengamati kengerian yang terjadi pada hari Sabtu melalui grup WhatsApp keluarganya.
“Dia mengucapkan selamat tinggal. Dia mengirimkan tanda hati dan berkata: ‘Aku cinta kalian semua. Aku tidak yakin kita akan selamat dari ini,'” kata Ido, terisak saat dia mengingat kembali pesan-pesan yang dikirim.
Sepupunya, Hadas, yang tinggal di Nir Oz, sebuah kibbutz (permukiman) di sebelah Gaza, terus memberikan informasi terbaru kepada keluarganya dari dalam tempat perlindungan serangan udara. Dia berlari ke sana setelah sirene berbunyi yang memperingatkan adanya tembakan roket.
Pagi-pagi sekali, dia menulis bahwa dia mendengar orang-orang bersenjata berteriak dalam bahasa Arab.
“Sesuatu yang menakutkan sedang terjadi di sini, katanya kepada grup WhatsApp keluarga, menjabarkan teriakan anggota kibbutz lainnya.
“Dia berkata: ‘Di sini seperti Holokaus. Mereka membunuh semua orang’,” kata Ido. “Dan kemudian pada pukul 09:00 sambungannya terputus. Baterainya habis.”
Hadas berhasil selamat – dengan mengganjal pintu tempat persembunyiannya.
Namun saat malam tiba, baru jelas bahwa lima anggota keluarganya hilang: dua anak Hadas dan mantan suaminya ayah mereka serta keponakannya dan ibunya yang berusia 80 tahun, bibi Ido, Carmella.
Petunjuk utama atas apa yang terjadi adalah sebuah video yang muncul di media sosial. Video itu tampaknya memperlihatkan Erez, putra Hadas yang berusia 12 tahun, dibawa oleh orang-orang bersenjata ke Gaza.
Baca juga:
“Ada harapan untuk percaya bahwa mereka masih hidup, kata Ido, yang tinggal di dekat Tel Aviv. Tapi dia sangat ketakutan.
“Bibi saya kehabisan obat-obatannya,” katanya kepada saya. “Sementara anak-anak, kami tidak tahu bagaimana mereka pergi ke toilet, bagaimana mereka makan.
Keluarga Ido berusaha mencari informasi dari kontak mereka dan tidak mendapat banyak bantuan dari pihak berwenang Israel.
“Saya tidak menyalahkan siapa pun karena ini adalah situasi yang luar biasa, kata Ido. “Saat ini sedang ada kabut tebal, tapi kita tidak bisa menunggu sampai ia hilang. Setiap jam berarti.”
Dengan adanya laporan mengenai perundingan sandera yang dimediasi oleh Qatar, Ido punya pesan untuk Hamas tentang keluarganya: “Keluarkan saja mereka dari konfrontasi ini, ini bukan untuk anak-anak, ini bukan untuk lansia,” katanya.
“Saya rasa tidak ada etika perang yang tidak dilanggar di sini. Bahkan perang pun ada aturan, etika, dan batasannya.
‘Terdengar seperti film horor’
Noam Sagi mengatakan hatinya pilu ketika media Palestina mulai menyiarkan berita dari depan rumah ibunya yang berusia 74 tahun, sekitar 400 meter dari perbatasan Gaza.
Pada Sabtu sore, tentara Israel memasuki properti nenek enam cucu, Ada Sagi, dan menemukan noda darah tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan perempuan tua tersebut, jelasnya.
Berbicara kepada program BBC Radio 4, Sagi yang tinggal di London mengatakan asumsinya adalah ibunya, yang mengajar bahasa Arab, termasuk di antara mereka yang diculik.
“Kita berbicara tentang seseorang, berusia 74 tahun, yang masuk ke ruang aman dan [sekarang] dia tidak ada di sana, katanya.
“Dia tidak ada dalam daftar orang mati, dia tidak ada dalam daftar orang yang terluka, dan komunitasnya kecil maksimal 350 orang dan mereka saling mengenal, jadi mereka telah mengidentifikasi semua orang.
Masyarakat melaporkan bahwa orang tua dan anak-anak telah diculik, menurut Sagi, yang mengatakan tidak ada konfirmasi resmi mengenai keberadaan ibunya. Dia menunjukkan bahwa ibunya tidak bisa berlari jauh, karena baru-baru ini menjalani operasi pinggul.
“Ini benar-benar surreal, terdengar seperti film horor, sulit dibayangkan,” lanjut Sagi.
“Bayangkan sebuah daerah pedesaan yang indah di Inggris dan orang-orang sedang menjalani hidup mereka dan kemudian Anda diculik dari rumah Anda.
“Rasanya tidak nyata… rasanya tidak manusiawi… sangat menyedihkan untuk berpikir bahwa ini bisa terjadi.
“Bahkan dalam perang pun ada aturannya, dan kita bicara tentang pria berusia 20-an dan 30-an yang datang ke rumah seorang perempuan tua dan menculiknya serta tetangganya.”
Dia menambahkan bahwa dia khawatir akan kondisi ibunya yang membutuhkan pengobatan.
Baca juga:
Istrinya, Michal, yang juga berbicara kepada BBC, mengatakan Ada punya alergi.
“Tanpa obat-obatannya, kami tidak tahu berapa lama dia akan bertahan, katanya. “Saya berusaha untuk tidak memikirkan skenario negatif, itu sulit dibayangkan.”
Sagi, yang yakin dia akan bertemu ibunya lagi, mengatakan dia telah menantikan ibunya di London minggu depan untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-75.
Dia menjabarkannya sebagai perempuan yang sangat kuat, inspiratif dan fenomenal, menambahkan bahwa dia memercayainya untuk “menghadapi situasi ini”.
‘Tidak ada yang tersisa’
Sharone Lifschitz mengatakan ayahnya percaya bahwa hubungan antara Israel dan Palestina bisa berjalan baik. (BBC)
Sharone Lifschitz, yang juga tinggal di London, mengatakan orang tuanya yang lanjut usia berasal dari komunitas yang sama dengan Ada Sagi, di dekat Gaza.
“Mereka [para anggota milisi] membakar rumah-rumah untuk menakut-nakuti orang, katanya, seraya menambahkan bahwa orang-orang mencoba berlindung dari serangan tersebut di sebuah ruangan yang aman.
“Tempat ini telah hancur total. Sepertinya tidak ada yang tersisa.”
Seperti Ada Sagi, ayah Lifschitz berbicara bahasa Arab dan menghabiskan masa pensiunnya dengan mengantar warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis ke rumah sakit.
“Dia percaya pada kemanusiaan dan dia yakin akan membuat segala sesuatunya berjalan baik bagi semua orang.”
Lifschitz mengatakan ada “banyak kekuatan” yang berusaha memastikan Israel dan Palestina tetap terpecah dan kedua belah pihak perlu mengingat bahwa satu sama lain adalah manusia.
“Saya mengharapkan perdamaian. Saya berharap mereka [orang tuanya] kembali dengan selamat.”
‘Tidak sadarkan diri di dalam mobil’
Turis Jerman Shani Louk sedang menghadiri festival di dekat perbatasan Gaza ketika milisi Hamas menyerbu daerah tersebut, melepaskan tembakan dan membuat pengunjung pesta yang ketakutan melarikan diri melalui gurun.
Ibunya, Ricarda, mengatakan dia melihat video Shani setelah dia diculik.
Sambil memegang foto remaja berusia 20 tahunan di ponselnya, dia mengatakan dalam video media sosial bahwa putrinya telah “diculik bersama sekelompok turis di Israel selatan oleh Hamas Palestina”.
“Kami dikirimi video yang menunjukkan dengan jelas putri kami tidak sadarkan diri di dalam mobil bersama warga Palestina dan mereka berkendara di sekitar Jalur Gaza, katanya.
“Saya meminta Anda mengirimkan bantuan atau berita apa pun kepada kami. Terima kasih banyak.”
Baca juga:
Peserta festival musik lainnya yang hilang dan diyakini diculik adalah warga negara Israel kelahiran China, Noa Argamani, demikian laporan surat kabar South China Morning Post yang mengutip kedutaan Israel di Beijing.
Rekaman video yang belum diverifikasi menunjukkan perempuan berusia 25 tahun itu dibawa di belakang sepeda motor kelompok milisi sambil berteriak, “Jangan bunuh saya!”
‘Itu nenek saya di sana’
“Dia seorang nenek yang luar biasa, dia seorang perempuan yang sangat positif, seorang perempuan yang sangat lucu, demikian Adva Adar menjabarkan neneknya yang berusia 85 tahun, Yaffa Adar.
“Itu nenek saya di sana!” katanya dalam satu postingan Facebook setelah melihatnya diarak di jalanan Gaza dengan mobil golf.
Dalam sebuah wawancara dengan Sky News, Adar mengatakan dia khawatir dengan kondisi neneknya yang tidak membawa obat, dan dia tidak tahu berapa lama perempuan lansia itu bisa bertahan hidup.
Orang Thailand yang hilang
Sebagian dari mereka yang diculik adalah pekerja Thailand yang bekerja di daerah dekat perbatasan Gaza yang diserbu oleh militan Hamas.
Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan 11 warga negaranya hilang.
Wanida Maarsa mengatakan kepada BBC Thai bahwa suaminya Anucha Angkaew – yang bekerja di perkebunan alpukat selama hampir dua tahun – adalah salah satu dari mereka yang ditawan oleh Hamas.
Dia muncul dalam video yang dirilis Hamas pada akhir pekan. “[Pria dalam video itu] benar-benar dia,” katanya.
“Saya belum bisa menghubunginya sejak pukul 02:00 waktu Bangkok [19:00 GMT pada hari Jumat]. Saya berbicara dengannya tepat sebelum putri kami tidur, tambah Wanida.
Nama tujuh warga Thailand lainnya yang hilang telah disebutkan oleh kementerian yaitu Pongsathorn (laki-laki), Komkrit Chombua (laki-laki), Kiattisak Patee (laki-laki), Manee Jirachart (laki-laki), Nuttaporn Ornkaew (laki-laki), Sasiwan Pankong (perempuan) dan Boonthom Pankong (laki-laki).
Lihat juga Video: Gaza Gelap Gulita, Israel Terus Lancarkan Serangan
(ita/ita)