Cerita dari Dapur MBG Karangasem yang Berdayakan Relawan dari Berbagai Latar

Cerita dari Dapur MBG Karangasem yang Berdayakan Relawan dari Berbagai Latar

Cerita dari Dapur MBG Karangasem yang Berdayakan Relawan dari Berbagai Latar
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Pukul 23.00 WIB, saat sebagian warga terlelap, dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karangasem Selatan, Batang, Jawa Tengah, justru mulai ramai.
Puluhan relawan berbaju seragam biru muda berdatangan, mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap, mulai dari masker,
hair net
, hingga sarung tangan.
Di ruang pengolahan, terlihat jagung segar yang baru tiba sedang dipipil. Sementara di dapur utama, aroma bumbu mulai tercium dari panci-panci besar yang mengepul.
Di sudut lain, tim
quality control
(QC) bersiap memastikan setiap hidangan memenuhi standar gizi dan kelayakan konsumsi sebelum didistribusikan.
Menariknya, mereka yang bekerja keras di balik dapur tersebut berasal dari berbagai latar belakang.
Bangkit dari keterbatasan, 47 relawan yang ada di SPPG itu diberdayakan untuk menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi yang ditujukan kepada anak-anak penerima program
MBG
.
Di antara mereka ada Martini, mantan pedagang
chicken katsu
yang kini menjadi bagian tim pengolahan. Setiap malam, perempuan tersebut bertugas mengolah bahan mentah menjadi hidangan siap santap, mulai dari memotong sayuran hingga memasak menu utama untuk ratusan porsi.
Martini mengaku bergabung sebagai relawan MBG karena omzet dagangannya terus merosot hingga sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Dulu saya berjualan
chicken katsu
di depan SDK
Karangasem
. Omzet jualan cenderung menurun sampai untuk kebutuhan sehari-hari saja susah, untuk kembali modal saja sudah alhamdulillah,” ujar Martini.
Kini, perempuan itu rutin bekerja mulai pukul 23.00 hingga pagi hari. Meski harus meninggalkan fleksibilitas sebagai pedagang, Martini merasa mendapat lebih dari sekadar gaji tetap.
“Di dapur ini, ibu-ibu rumah tangga seperti saya bisa meng-
upgrade
diri. Kami menggali potensi untuk lebih memahami masakan-masakan, baik masakan Nusantara maupun masakan dari luar,” katanya.
Martini mengaku senang bisa bekerja di SPPG tersebut karena keluarganya mendukung penuh. Ia juga merasa wawasannya bertambah setelah bekerja di dapur MBG.
Sementara itu, Fachri, relawan lain yang merupakan
penyandang disabilitas
dengan keterbatasan fisik pada kaki, juga merasa diterima tanpa diskriminasi di SPPG Karangasem Selatan. Ia bergabung dengan motivasi mulia—mengabdi untuk negara dan membantu masa depan anak-anak Indonesia.
“Untuk fisik sih fleksibel aja. Di sini kan kami relawan sebagai tim, bukan individu. Maka dari itu, kami saling membantu bila ada yang dibutuhkan,” ujar Fachri.
Lingkungan kerja yang inklusif membuat Fachri merasa nyaman. Semua relawan tidak ada memandang usia atau kondisi fisik, bekerja sebagai satu keluarga besar yang saling tolong-menolong.
“Alhamdulillah, sampai sekarang tidak ada masalah sama sekali. Lingkungannya saling tolong-menolong satu sama lain dan kerjanya tim,” katanya.
Mitra SPPG Karangasem Selatan Nurul Umam menjelaskan bahwa rekrutmen 47 relawan memang dirancang untuk memberdayakan masyarakat sekitar dari berbagai latar belakang. Beberapa di antaranya adalah mantan pengangguran, lulusan SMP, hingga penyandang disabilitas.
“Kami ingin program ini (MBG) bisa dirasakan di semua kalangan. Jadi, selain relawan harus berkompetensi, mereka (yang punya keterbatasan) juga kami berikan kesempatan untuk bisa ikut bergabung,” jelas Nurul.
Menurut Nurul, tidak ada perbedaan perlakuan atau fasilitas antara relawan satu dengan lainnya. Hanya saja, untuk relawan penyandang disabilitas, penempatan kerja disesuaikan dengan kemampuan dan keterampilannya.
Proses rekrutmen relawan dilakukan melalui beberapa tahapan, mulai dari lamaran pekerjaan, wawancara, hingga tes kemampuan. Alhasil, tidak ada kendala berarti dalam penyiapan tim relawan.
Setelah lolos seleksi, relawan mendapat pembekalan tentang standar operasional prosedur (SOP) dan keamanan pangan. SPPG Karangasem Selatan menerapkan protol ketat, termasuk kewajiban menggunakan APD lengkap dan menjaga sterilitas area pengolahan makanan.
Kepala SPPG Karangasem Selatan Yafi Abdullah memberikan apresiasi terhadap kinerja para relawan. Ia menyebut Martini sangat baik dalam membantu relawan lain di tim pengolahan, sementara Fachri konsisten dan memiliki dedikasi tinggi.
“Di SPPG ini, kami samakan semua (pekerjanya). Jadi, tidak ada perbedaan antara relawan yang satu dan yang lainnya. Mereka itu ibaratnya general, jadi biar saling berkomunikasi dan tidak ada perbedaan,” ujar Yafi.
Di SPPG Karangasem Selatan, tiga relawan bahkan sudah memiliki sertifikat juru masak. Mereka bertugas memastikan setiap hidangan yang disiapkan memenuhi standar gizi dan kelayakan konsumsi.
Keberadaan juru masak bersertifikat pun menjadi tulang punggung dalam menjaga kualitas makanan. Mereka dipercaya untuk memimpin pengolahan, mulai dari pemilihan bahan, teknik memasak, hingga QC sebelum makanan dikemas dan didistribusikan.
Bagi para relawan,
program MBG
bukan sekadar pekerjaan. Martini berharap, program ini terus berjalan dan jangkauannya semakin luas agar dapat dinikmati oleh seluruh anak Indonesia.
“Kami memasak dengan sepenuh hati. Harapannya, para orangtua dan anak-anak di luar sana membersamai kami, mendukung agar program ini lebih luas jangkauannya,” ujarnya.
Fachri pun berharap MBG diperluas hingga ke pulau-pulau kecil yang belum terjangkau. Menurutnya, anak-anak di pelosok juga berhak menikmati
makanan bergizi gratis
.
“Harapannya, (program MBG) bisa lebih diperluas, seperti di pulau-pulau kecil yang belum ada dapur MBG. Semoga di tahun depan semua bisa menikmati makanan bergizi gratis ini,” kata Fachri.
Sementara itu, Nurul menyebut dampak program MBG sangat luar biasa, tidak hanya bagi anak-anak penerima, tetapi juga bagi ekonomi masyarakat sekitar.
Program MBG turut menggerakkan sektor
ekonomi lokal
karena SPPG memprioritaskan penggunaan bahan baku dari petani dan peternak setempat. Hal ini membuka pasar baru bagi produk pertanian dan peternakan di Kabupaten Batang.
“Dari beberapa masyarakat yang awalnya tidak kerja, sekarang bisa bekerja dan mendapatkan gaji untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa sektor lain seperti pertanian dan peternakan juga ikut berkembang dengan adanya program MBG,” ucap Nurul.
Di balik setiap piring MBG yang sampai ke tangan anak-anak Indonesia, ada tangan-tangan relawan seperti Martini dan Fachri yang bekerja penuh dedikasi. Mereka tidak hanya menyiapkan makanan, tetapi juga merajut harapan untuk masa depan generasi penerus bangsa.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.