Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • Pentingnya Membekali Masyarakat Non medis Menghadapi Usia Lanjut – Halaman all

    Pentingnya Membekali Masyarakat Non medis Menghadapi Usia Lanjut – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia saat ini sedang memasuki fase ageing population, yaitu proporsi penduduk lanjut usia (lansia) semakin meningkat. 

    Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia pada 2023, hampir 12 persen atau sekitar 29 juta penduduk Indonesia masuk kategori lansia.

    Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan, jumlah lansia di Indonesia akan terus meningkat hingga 2045.

    “Diperkirakan, Indonesia akan memiliki 20 persen atau sekitar 50 juta jiwa lansia,” kata Dante belum lama ini.

    Dengan meningkatnya jumlah populasi lansia tersebut, perlu upaya menjaga kesehatan lansia agar mereka tetap sehat, aktif, dan bahagia. 

    Selain melakukan screening kesehatan, pemberian pelatihan yang membekali masyarakat non medis dalam menghadapi usia lanjut.

    Ini pula yang mendorong Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (ILUNI-FKUI) dan Fakultas Kedokteran UI dan Pusat Pengembangan Kesehatan Indonesia (Pusbangki UI), menyelenggarakan pelatihan Seniors’ Health Care Course (SHCC). 

    “Program pelatihan inovatif ini dirancang untuk membekali masyarakat non medis dalam menghadapi usia lanjut,” kata Ketua Umum ILUNI-FKUI, Dr. Wawan Mulyawan, Sp.BS dalam keterangannya, Jumat (6/12/2024).

    Dikatakannya, program ini adalah bentuk inovasi dalam memberdayakan masyarakat agar dapat menjaga kesehatannya sendiri menjelang lansia. 

    Selain untuk diri sendiri, para peserta juga dapat menjadi promotor kesehatan dan menyediakan dukungan kesehatan bagi pasangan maupun keluarga mereka.

    Dikatakan Wawan, pelatihan ini menjadi program pertama di dunia yang memberikan pembekalan kesehatan lansia secara menyeluruh kepada orang awam.

    SHCC menghadirkan berbagai aspek pendidikan kesehatan yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta mencakup 10 sesi pembelajaran intensif, masing-masing berdurasi 4 jam. 

    Materi yang diajarkan meliputi pemahaman profesi dan etika kedokteran, anatomi, dan fisiologi tubuh manusia, teknik pemeriksaan mandiri dan interpretasi hasil laboratorium.

    “Kemudian cara berpikir kritis untuk menangkal hoaks kesehatan, pengetahuan tentang obat, suplemen, dan vaksinasi untuk lansia dan keterampilan menghadapi kegawatan, termasuk pelatihan praktis pertolongan pertama pada kasus henti jantung,” katanya.

    Publik figur Shahnaz Haque menjadi salah satu dari 23 peserta angkatan pertama mengaku merasa bersyukur sekali bisa mengikuti pelatihan ini.

    “Saya berharap lebih banyak orang bisa mengikuti pelatihan yang sangat berguna ini,” katanya.

    Peserta lain yaitu Meilani Kesumaputri, pemilik Apotek Kasuari, menyampaikan, selain mendapatkan ilmu dan keterampilan, kami juga membangun hubungan psikologis yang erat dengan sesama peserta dan instruktur.

    “Kami akan terus saling mendukung hingga akhir hayat.” katanya.

    SHCC tidak hanya menjadi tonggak baru dalam pendidikan kesehatan lansia, tetapi juga membangun komunitas yang saling mendukung dalam menghadapi tantangan kesehatan di masa lansia.

    SHCC Batch kedua rencananya akan dimulai pada awal bulan Februari 2025.

  • Indonesia Teken Kerjasama Stem Cell dengan 2 Universitas Italia – Halaman all

    Indonesia Teken Kerjasama Stem Cell dengan 2 Universitas Italia – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dunia kedokteran Indonesia membuat terobosan baru di bidang stem cell dengan membangun kolaborasi dengan 2 universitas besar di Italia: Università degli Studi “G.d’Annunzio” CHIETI-Pescara Itali  dan Leonardo Da Vinci University Roma.

    Kerjasama tersebut dijalin melalui penandatanganan nota kesepahaman oleh pakar stem cell Prof. Dr. Deby Vinski, MSc, PhD, dari Celltech Stem Cell Centre Indonesia dengan 2 universitas tersebut.

    MoU ini mencakup riset inovatif di bidang stem cell, teknologi organ printing, serta terapi genetik dan acara penandatanganan dihadiri sejumlah tokoh terkemuka di bidang stem cell.

    Diantaranya, Prof. Dr. Svetlana Trofimova, Sekjen WOCPM Paris, Prof. Liborio Stupia, Rektor Danuncio Universitas Chieti, dan Prof. Sergio Caputi, Rektor Universitas Leonardo Da Vinci Roma. Prof. Deby didampingi tim pakar seperti Prof. Bruna Sinjari, Prof. Alexander Trofimov, Prof. Vincenzo De Laurenzi, serta Nancy Pada, SE, Direktur PR Celltech Vinski Tower International.

    Prof Deby Vinski menjelaskan, kerja sama ini menandai langkah maju dalam pengembangan teknologi cetak organ berbasis stem cell pasien.

    “Kerjasama ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi penderita kanker, gagal ginjal, jantung, maupun liver tanpa memerlukan transplantasi donor berisiko tinggi,” ujarnya dikutip Jumat, 6 Desember 2024.

    Dalam kunjungannya ke laboratorium canggih di Italia, Prof. Deby memuji kecanggihan teknologi dan tim profesor berkaliber internasional yang terlibat.

    Dia menambahkan, kolaborasi ini tidak hanya membawa manfaat medis, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat riset kesehatan global.

    Di Indonesia, Prof. Deby telah memiliki laboratorium organ printing terakreditasi dan menjadi Centre of Excellence Asia Pasifik untuk validasi stem cell. Lab ini diakui oleh Bechten Dickinson USA.

    Dia menambahkan, kerja sama ini membuka peluang pelatihan tim dokter antara Italia dan Indonesia, memperkuat kompetensi SDM dalam teknologi mutakhir.

    Prof. Deby, yang juga Presiden World Council of Stem Cell di Jenewa dan WOCPM Paris, berharap Indonesia dapat menjadi pusat health tourism dunia, dengan teknologi stem cell dan organ printing sebagai daya tarik utama.

    Sejumlah tokoh di Indonesia yang telah memanfaatkan teknologi stem cell ini diantaranya mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Surya Paloh, Hotman Paris, Joko Tjandra, serta Ustazah Oki Setiana Dewi.

     

  • Menkes Dorong Penambahan Produsen Vaksin Dalam Negeri  – Halaman all

    Menkes Dorong Penambahan Produsen Vaksin Dalam Negeri  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pentingnya diversifikasi produsen vaksin dan transfer teknologi dalam meningkatkan kapasitas produksi vaksin secara global. 

    Budi mengungkapkan pelajaran penting yang didapat selama pandemi Covid-19, yaitu tidak boleh bergantung hanya pada satu produsen vaksin.

    “Sebelumnya, Indonesia hanya memiliki satu produsen vaksin, yaitu Biofarma, namun dalam dua tahun terakhir, jumlah produsen vaksin di Indonesia telah meningkat menjadi tiga, dengan dua di antaranya berasal dari sektor swasta,” kata Budi, dilansir dari website resmi Kemenkes RI, Rabu (4/12/2024). 

    Karenanya, Indonesia berencana menambah satu lagi produsen vaksin dalam waktu dekat. Sehingga total menjadi empat perusahaan. 

    Dalam upayanya meningkatkan produksi vaksin, Indonesia juga melakukan transfer teknologi dari produsen vaksin global.

    Salah satu contoh terbaru adalah kerja sama antara Merck Sharp Dohme (MSD) dan Biofarma untuk produksi vaksin HPV. 

    Selain itu, Biofarma saat ini memproduksi vaksin polio yang didistribusikan ke 150 negara melalui program UNICEF.

    Pihaknya pu mendorong Biofarma untuk segera mendapatkan sertifikasi WHO PQ (Prequalification), meskipun prosesnya panjang dan birokratis. 

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat berbincang dengan Tribun Network di kantor Kemenkes, Jakarta, Senin (18/11/2024). (Tribunnews.com/Jeprima)

    “Namun, dengan masukan kami, WHO mulai menyederhanakan proses tersebut. Hal ini penting untuk memastikan pasokan vaksin yang cukup di dunia demi mencegah bahaya pandemi berikutnya,” jelasnya.

    Lebih lanjut Budi menambahkan, Indonesia juga berperan dalam mendukung transfer teknologi ke negara-negara berkembang. 

    Salah satu contohnya adalah kerja sama Biofarma dengan Senegal untuk pengembangan kapasitas produksi vaksin di Afrika.

    “Saya percaya kapasitas produksi vaksin tidak boleh terkonsentrasi hanya di negara-negara utara. Teknologi harus didistribusikan ke negara-negara selatan agar lebih banyak nyawa dapat diselamatkan. Pengetahuan ini harus dibagikan sebanyak mungkin kepada perusahaan lain,” tegas Budi.

    Langkah ini, menurutnya, menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk memperkuat kerja sama global dalam menghadapi tantangan kesehatan di masa depan.

     

  • Penggunaan Digital Subtraction Angiography untuk Deteksi Kelainan pada Otak – Halaman all

    Penggunaan Digital Subtraction Angiography untuk Deteksi Kelainan pada Otak – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otak adalah pusat kendali tubuh manusia yang mengatur semua fungsi kehidupan, mulai dari pikiran, emosi, hingga gerakan tubuh. 

    Kelainan pada otak, seperti stroke, aneurisma, tumor, dan kelainan pembuluh darah otak, dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang secara signifikan.

    Beberapa kelainan umum yang sering dijumpai meliputi stroke, aneurisma, tumor otak, hingga malformasi pembuluh darah.

    Menurut dr. Febian Sandra, Sp.Rad, Subsp.RI(K), Dokter Subspesialis Radiologi Intervensi Bethsaida Hospital Gading Serpong mengatakan, kelainan pada otak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, cedera atau trauma kepala, penyakit metabolik seperti diabetes dan tekanan darah tinggi, infeksi, serta gaya hidup tidak sehat yang meliputi kurang olahraga dan pola makan yang buruk. 

    “Pasien dengan kelainan otak seringkali mengeluhkan gejala seperti sakit kepala berat yang berlangsung terus-menerus, gangguan penglihatan, mual dan muntah, kehilangan keseimbangan, kelemahan atau mati rasa pada salah satu sisi tubuh, serta kejang-kejang,” kata Febian dalam keterangannya, Kamis

    Untuk penanganan masalah kelainan otak ini, penggunaan Digital Subtraction Angiography menjad teknik pencitraan medis yang digunakan untuk menilai struktur dan kelainan pada pembuluh darah secara rinci pembuluh darah secara rinci. 

    Teknologi ini bekerja menggunakan sinar-X dengan cara menghilangkan struktur lain pada latar belakang (terutama tulang), sehingga yang terlihat hanya struktur pembuluh darah.

    DSA sering digunakan untuk mendiagnosis dan mengevaluasi kelainan pembuluh darah, terutama di otak. 

    “DSA memberikan keunggulan dalam melihat pembuluh darah otak secara rinci, memungkinkan kami untuk segera menilai dan merancang penanganan terbaik,” katanya. 

    Dengan teknologi ini, kata dia pasien bisa terdiagnosis dengan lebih cepat dan tepat. DSA juga dapat digunakan sebagai panduan dalam melakukan tatalaksana kelainan pada pembuluh darah, seperti thrombectomy pada kasus stroke, coiling pada kasus aneurisma dan embolisasi pada kasus malformasi pembuluh darah maupun tumor.

    Pemanfaatan DSA bisa dilakukan untuk mendeteksi aneurisma serebral atau pelebaran atau penonjolan abnormal pada dinding pembuluh darah. DSA sangat efektif untuk mendeteksi ukuran, lokasi, dan bentuk aneurisma, sehingga membantu dalam perencanaan intervensi, seperti coiling atau operasi.

    Juga Malformasi Arteriovenosa (MAV) yakni  kelainan pada hubungan antara arteri dan vena yang dapat menyebabkan gangguan aliran darah. DSA memungkinkan visualisasi jalur pembuluh darah yang abnormal dan aliran darah yang tidak wajar, membantu dokter menentukan strategi pengobatan yang tepat.

    “DSA dapat mendeteksi penyempitan (stenosis) atau sumbatan (oklusi) pada pembuluh darah otak yang bisa menyebabkan penyakit stroke iskemik (sumbatan),” katanya.

    Gambar yang dihasilkan membantu dalam menentukan tingkat keparahan dan lokasi penyempitan, serta sebagai panduan dalam melakukan penatalaksanaan yang tepat seperti thrombectomy, pemasangan stent pembuluh darah,dll.

    Tumor otak dengan suplai darah abnormal dapat divisualisasikan menggunakan DSA. Teknik ini dapat menunjukkan pola vaskularisasi tumor dan menyumbat suplai pembuluh darah yang memperdarahi tumor tersebut, sehingga dapat membantu ahli bedah dan ahli onkolog untuk melakukan penanganan dengan risiko yang lebih minimal.

    DSA juga digunakan untuk mendeteksi sumber perdarahan pada kondisi seperti ruptur aneurisma atau MAV.

    Adapun keunggulan Metode DSA di Bethsaida Hospital adalah Minimal Invasif: Prosedur tidak memerlukan sayatan besar, sehingga risiko lebih rendah, 
    Akurasi Tinggi karena mampu mendeteksi kelainan dengan sangat detail.

    Juga pemulihan cepat, resolusi tinggi, real-Time Imaging yang memungkinkan visualisasi aliran darah secara langsung dan panduan intervensi yakni dapat digunakan sebagai panduan untuk prosedur endovaskular, seperti pemasangan stent atau koil embolisasi.

    Bethsaida Hospital Gading Serpong menyediakan layanan lengkap untuk diagnosis dan penanganan kelainan pada otak, seperti teknologi DSA, Cath-Lab, Laboratorium, Radiologi canggih, CT Scan 512 Slice, MRI 1.5 Tesla, serta tim dokter spesialis dan subspesialis yang berpengalaman. 

    “Sebagai pusat sistem saraf, otak memainkan peran penting dalam mengatur emosi, pengambilan keputusan, koordinasi gerakan, dan komunikasi antar organ,” kata dr. Pitono, Direktur Bethsaida Hospital Gading Serpong.

    Oleh karena itu, kata dia menjaga kesehatan otak sangatlah penting untuk mendukung kualitas hidup, mencegah penyakit seperti stroke, Alzheimer, atau gangguan saraf lainnya, serta memastikan tubuh dapat berfungsi dengan optimal setiap hari.

  • Gerakan Tulus Hati, Edukasi Penggunaan Minyak Telon dan Manfaat Pijat untuk Stimulus Motorik Bayi – Halaman all

    Gerakan Tulus Hati, Edukasi Penggunaan Minyak Telon dan Manfaat Pijat untuk Stimulus Motorik Bayi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Erik Sinaga 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Minyak telon sudah digunakan sejak lama sebagai perawatan bayi di Indonesia.

    PZ Cussons Indonesia bersama Kementerian Kesehatan RI dan Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), meluncurkan Gerakan Tulus Hati yang memberikan edukasi masyarakat tentang pentingnya penggunaan minyak telon berbahan alami untuk perawatan bayi.

    Gerakan Tulus Hati adalah tuang, usap, elus, hangatkan buah hati. Gerakan ini adalah gerakan edukasi terkait pentingnya pemilihan bahan alami pada 5 momen penggunaan minyak telon, salah satunya adalah rutinitas pijat bayi.

    Minyak telon merupakan minyak dengan bahan dasar yang banyak ditemukan di Indonesia, terdiri dari 3 bahan yaitu minyak adas (oleum foeniculi), minyak kelapa (oleum cocos), dan minyak kayu putih (cajuput oil).

    Minyak telon yang terbuat dari bahan alami memiliki banyak manfaatnya untuk bayi, terutama saat digunakan di saat 5 momen minyak telon yaitu: setelah mandi, sebelum tidur, saat kedinginan, saat perut kembung, dan saat melakukan pijat bayi.

    Ketua Umum PDPOTJI Dr. (Cand.) dr. Inggrid Tania mengungkapkan penggunaan minyak telon secara rutin pada bayi tidak hanya memberikan kehangatan dan kenyamanan, tetapi juga dapat meredakan nyeri perut dan manfaat lainnya saat diberikan bersamaan dengan pijat bayi.

    “Kegiatan memijat bayi seringkali sudah dilakukan oleh para ibu di Indonesia namun saat ini masih banyak yang tidak melakukannya secara rutin dan dengan teknik yang kurang tepat. Padahal memijat bayi secara rutin dengan memakai teknik gerakan yang benar dapat meningkatkan perkembangan motorik bayi dan mempererat hubungan dengan ibu, serta membantu mengoptimalkan pertumbuhan otot dan tulangnya.”, kata dr Inggrid di Swasana Lippo Kuningan, Jakarta Jakarta Selatan, Kamis (5/12/2024), 

    Inggrid melanjutkan sudah banyak penelitian di luar negeri mengenai manfaat sentuhan fisik (pijat) yang beri sinyal ke otak bayi. Hal itu membuat tubuh memproduksi hormon endorfin yang memberikan rasa nyaman dan nikmat ke tubuh.

    Selain itu, manfaat pijat adalah melancarkan peredaran darah khususnya ke otak. Otak akan memberi sinyal ke sistem organ termasuk ke tulang dan fungsi kognitif.

    Apakah minyak telon punya efek samping?

    Dokter Inggrid mengatakan ada semacam disinformasi mengenai minyak telon menyebabkan alergi kepada bayi.

    Komposisi terbesar minyak telon adalah minyak kelapa dan ini sudah diteliti aman untuk bayi. Inggrid memberi catatan bahwa sebagian kulit bayi memang sensitif terhadap komposisi adas. 

    Oleh karena itu, Inggrid meminta agar orangtua bayi mencoba sedikit minyak telon apabila si buah hati kulitnya sensitif.

    Minyak telon bisa diteteskan di siku bagian dalam kemudian dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, bisa dilihat apakah ada bentol merah di kulit bayi.

    Jika ada bentol merah, berarti kulit bayi belum kuat terhadap minyak telon. Solusinya, orangtua hanya memberikan minyak kelapa saja. Setelah tiga bulan, orangtua bisa mencoba kembali pemakaian minyak telon.

    Walau demikian, Iggrid meminta agar orangtua juga mengkaji apakah bayi alergi dari makanan lainnya.

    “Kita perlu kaji apakah karena minyak telon saja, karena dari bahan lain juga bisa. Misalnya alergi ASI karena ibu memakan sesuatu atau dari sabun bayi,” pungkas Iggrid.

    Edukasi Bidan dan PKK

    PZ Cussons Indonesia, bersama PDPOTJI, berkomitmen mengedukasi para bidan dan kader Posyandu melalui modul Tulus Hati.

    Nantinya ini akan diimplementasikan secara nasional.

    Gerakan ini akan dilaksanakan dalam format hybrid, dengan edukasi yang dijadwalkan untuk praktek langsung di Posyandu-posyandu di seluruh Indonesia. 

    “Edukasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas perawatan bayi di tingkat masyarakat dan memperkuat komitmen kami untuk mendukung Indonesia Emas 2045 dengan generasi yang sehat, cerdas, dan berkualitas. Selanjutnya, edukasi akan dilanjutkan secara praktik langsung di posyandu-posyandu.”, ,” kata Marketing Director PZ Cussons Indonesia Eva Rudjito.

     

     

  • Operasi Mata Agus Salim Pasca Penyiraman Air Keras Bisa Dilakukan di Indonesia – Halaman all

    Operasi Mata Agus Salim Pasca Penyiraman Air Keras Bisa Dilakukan di Indonesia – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ada kemungkinan operasi mata Agus Salim buntut penyiraman air keras akan dilakukan di Indonesia.

    Keputusan tersebut nantinya akan dibicarakan dahulu oleh beberapa pihak untuk mencapai kesepakatan bersama.

    Hal ini dikatakan oleh Jusuf Hamka salah satu sosok yang ikut mendamaikan kisruh donasi Agus Salim. 

    “Harusnya di dalam negeri bukan di luar negeri ketika pemerintah kita mendorong memakai produk-produk dalam negeri saya pikir dokter-dokter kita cukup mampu, kita ada di RSCM, RSPAD,” kata Jusuf Hamka di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (6/12/2024).

    Jusuf Hamka menilai Indonesia memiliki dokter yang tidak kalah hebat dibanding luar negeri, sehingga Pengobatan Agus bisa ditangani oleh dokter di Indonesia.

    “Jadi jangan menganggap remeh temeh mereka. Mereka dokter-dokter yang pintar,” ujar Jusuf Hamka.

    Pengusaha jalan tol ini menambahkan diskusi mengenai pengobatan Agus dilakukan apabila pihak terkait telah melakukan pertemuan. 

    “Minggu depan kali ya setelah Densu (Denny Sumargo) balik dari luar negeri duduk bareng tetapi bolanya ada di teman-teman semua,” ucap Jusuf.

    “Sebab Densu akan mengajak teman-temannya cooling down Farhat juga mengajak teman-temannya colling down semua,” lanjutnya.

    Kemudian Noviyanthi atau Novi menyerahkan semua kepada Kementerian Sosial (Kemensos RI) terkait pengobatan Agus Salim. 

    “Kita ikutin arahan dari Kemensos dari Gusmen dan pak Wamen. Kita ikutin seperti apa, yang jelas kita ikutin yang terbaik untuk semua pihak itu lah jawabannya” kata Novi.

    Sebelumnya Agus menyebut operasi matanya buntut penyiraman air keras akan dilakukan di Singapura.

    “Ya mungkin dengan adanya Agus ke Singapura, Insyaallah akan ada kekuasaan Allah untuk Agus bisa melihat lagi,” kata Agus saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. 

  • Rumah Anak SIGAP Sokawera: Membentuk Generasi Emas dari Desa – Halaman all

    Rumah Anak SIGAP Sokawera: Membentuk Generasi Emas dari Desa – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati dan Facundo Chrysna P

    TRIBUNNEWS.COM – Celotehan riang anak-anak terdengar dari sebuah bangunan di Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Selasa (19/11/2024) siang. Suara-suara tersebut beriringan dengan derik serangga khas hutan di kaki Gunung Slamet.

    Saat menengok ke dalam, beberapa dari anak-anak tampak berlari, saling mengejar. Sementara yang lain, ada yang bermain bola, sedotan, dan menaiki kuda karet atau kuda-kudaan.

    Begitu juga dengan Bagas Ibrahim. Bocah berusia 3 tahun 4 bulan itu tampak asyik bermain. Namun, begitu mendengar namanya dipanggil sang ibu, Efi Muslimah, bocah tersebut langsung mendekat dan duduk di pangkuan.

    Sementara di hadapan Bagas, duduk seorang wanita bernama Ani yang membawa lima buah sedotan warna-warni.

    “Mas Bagas, Bunda punya lima sedotan. Coba Bagas tunjuk mana sedotan warna merah?” pinta Ani.

    Bagas langsung menunjuk sedotan merah.

    “Sekarang, coba tunjuk sedotan hijau,” ujar Ani lagi. Dengan sigap, Bagas menunjuk dan mengambil sedotan hijau dari tangan Ani.

    “Ini, ini,” serunya hingga ia berhasil menebak seluruh warna sedotan itu.

    “Selanjutnya, Bunda bawa 5 kartu, coba tunjuk mana angka 1,” kata dia.

    Meski sempat terlihat bingung, Bagas lantas mengambil kartu dengan tulisan 1. Begitu juga saat Ani memintanya menunjuk kartu angka 2, 3, 4, dan 5. 

    Selesai dengan Bagas, Ani beralih pada bocah lainnya. Satu per satu hingga semua selesai diajaknya bermain sambil belajar.

    Ya, beginilah suasana kegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawera. Rumah Anak SIGAP adalah pusat layanan pengasuhan dan pembelajaran dini untuk anak usia 0-3 tahun di Desa Sokawera.

    Rumah Anak SIGAP merupakan inisiatif lembaga filantropi, Tanoto Foundation dengan harapan kualitas pola pengasuhan anak usia dini dapat meningkat.

    Sudah satu tahun ini, Rumah Anak SIGAP menjadi saksi bertumbuh dan berkembangnya anak-anak usia dini di Desa Sokawera, sebuah desa yang berada di kaki Gunung Slamet.

    Ani yang menjadi koordinator mengatakan, ada 65 anak usia 0-3 tahun serta para orang tua yang menjadi penerima manfaat dari keberadaan Rumah Anak SIGAP Sokawera.

    Mereka terbagi ke dalam empat kelompok usia, yaitu: usia 0-6 bulan; usia 7-12 bulan; usia 13-24 bulan; dan usia 25-36 bulan.

    Sepekan sekali, mereka berkegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawera sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Setiap kegiatan akan didampingi koordinator dan fasilitator.

    “Tim pengurus Rumah Anak SIGAP terdiri dari satu koordinator dan empat fasilitator yang sebelumnya telah menjalani seleksi dan pelatihan dari Tanoto Foundation,” ujarnya kepada Tribunnews.com.

    Pemberian Stimulasi dan Peningkatan Pengasuhan

    Ani menjelaskan, kegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawera menitikberatkan pada pemberian stimulasi yang cukup bagi anak usia 0-3 tahun serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam mengasuh anak.

    Seperti dalam kegiatan hari itu. Para fasilitator atau yang disapa bunda menggelar Kelas Bermain Bersama (KBB) dengan tema mencocokkan angka dan warna dengan alat peraga berupa sedotan warna-warni.

    Di hari lain, giliran para ibu yang mendapatkan materi terkait ilmu parenting. Sebut saja tentang tata cara pengasuhan dasar, pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), peran gender dalam pengasuhan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan materi lain yang berkaitan dengan pengasuhan anak.

    Materi tentang pengasuhan bisa didapatkan dari tim pengurus Rumah Anak SIGAP yang setiap bulannya mengikuti coaching dari pihak Tanoto Foundation serta tokoh berkompeten yang diundang sebagai pembicara. Misalnya bidan, dokter, ahli gizi, tokoh agama, hingga akademisi.

    “Jadi tidak hanya anaknya yang belajar, orang tua yang mendampingi pun ikut sekolah. Mereka mendapatkan pengetahuan keterampilan agar dapat melakukan pengasuhan yang positif dan responsif,” ucap Ani.

    Ani mengatakan, keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan Rumah Anak SIGAP masih bersifat sukarela. Siapapun yang memiliki anak dengan usia di bawah 3 tahun boleh ikut.

    Mereka tidak perlu membayar iuran. “Untuk saat ini, kami belum mengutip apapun dari orang tua karena semua kegiatan operasional masih didanai oleh Tanoto Foundation,” tambahnya. 

    Tantangan yang Dihadapi

    Selain memberikan dampak positif, keberadaan Rumah Anak SIGAP juga menghadapi beberapa tantangan

    Ani mengatakan, dalam menjalankan Rumah Anak SIGAP Sokawera tak semudah yang dibayangkan. Hal ini diamini oleh seorang fasilator, Ana Rosalina.

    Di awal kehadirannya, yaitu pada Agustus 2023, masyarakat Desa Sokawera banyak yang belum memahami apa itu Rumah Anak SIGAP.

    Mereka masih bingung akan seperti apa kegiatan dan aktivitas di Rumah Anak SIGAP. Untuk menjaring peserta, tim pengurus rajin bersosialisasi melalui kegiatan posyandu, PKK, hingga media sosial.

    Hingga akhirnya, ada 80an anak usia dini yang terdaftar sebagai peserta layanan Rumah Anak SIGAP sejak diresmikan.

    “Dari 80 anak itu, yang sudah lulus ada 15 anak. Lulusnya karena usia mereka sudah di atas 3 tahun dan sisanya 65 anak masih menjadi penerima manfaat hingga sekarang,” kata Ana.

    Kendala lain yang dihadapi Ana dkk adalah mengubah pola asuh orang tua. Menurutnya, ini adalah bagian tersulit. Namun dengan pendekatan yang dilakukan, perlahan mulai ada perubahan pengasuhan.

    “Dulu pengasuhan anak dilakukan secara asal-asalan, misalnya masih banyak ibu yang anaknya belum 6 bulan sudah dikasih makan atau MPASI dini. Sekarang sudah tidak ada lagi,” tutur Ana.

    Ana menuturkan, mayoritas orangtua yang menjadi penerima manfaat Rumah Anak SIGAP adalah ibu rumah tangga yang memiliki tingkat pendidikan terakhir SMP dan SMA.

    Tingkat partisipasi juga menjadi satu tantangan yang dihadapi saat menjalankan Rumah Anak SIGAP Sokawera. 

    Terlebih pada kategori anak usia 0-6 bulan di mana mereka menjadi peserta paling sedikit di antara kelompok usia yang lain. Hanya ada 3 anak.

    Menurut Parsini, fasilitator lainnya, hal ini erat berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat yang mana bayi yang belum berusia 40 hari, tidak boleh dibawa keluar rumah.

    “Pamali katanya kalau belum 40 hari sudah dibawa keluar rumah. Biasanya dilarang oleh simbah-simbah mereka,” kata dia.

    Mengetahui hal tersebut, pendekatan yang dilakukan Parsini lebih berfokus pada edukasi tentang hal positif seperti daya tahan tubuh.

    Tantangan lainnya ada pada tingkat kehadiran yang cenderung tak bisa sampai 100 persen untuk kelompok 0-6 bulan dan 6-12 bulan.

    “Tingkat kehadiran di dua kelas ini, rata-rata di angka 80 persen. Kalau yang kelompok usia atas, seringnya 100 persen karena mereka paling semangat saat berkegiatan di sini,” ujar Parsini.

    Dampak Nyata

    Parsini mengungkapkan, kehadiran Rumah Anak SIGAP di tengah Desa Sokawera telah memberikan dampak baik serta manfaat nyata bagi penerima layanannya.

    Anak-anak yang semula malu dan hanya mau dipangku sang ibu saat pertama kali datang, mereka kini lebih berani dan mudah berteman.

    Selain itu, tumbuh kembang anak-anak juga sesuai dengan tahapan. Jika masih ada anak yang mengalami keterlambatan, tim pengurus akan melakukan sejumlah langkah intervensi stimulasi demi mengejar ketertinggalan tersebut.

    Orang tua pun terlihat sepenuhnya dalam pengasuhan anak. “Nggak cuma momong aja, tapi mereka benar-benar memahami pola pengasuhan yang benar,” ujar Parsini.

    Dampak baik ini juga dirasakan oleh seorang ibu muda bernama Daryati. Ia mengatakan, ada banyak perubahan pada sang anak, Muhammad Candra (32 bulan) setelah mengikuti kegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawera.

    “Candra sekarang lebih mudah bersosialisasi karena dulu sebelum bergabung di Rumah Anak SIGAP Sokawera, kegiatannya hanya bermain dengan saya di dalam rumah,” ungkapnya.

    Manfaat lainnya, kemampuan dasar seperti motorik kasar, motorik halus, sensorik, hingga bahasa dapat terstimulasi dengan baik.

    “Sekarang dia sudah bisa makan sendiri, pegang gunting walaupun hasil mengguntingnya belum rapi, pegang pulpen,” ujar warga  Dusun Semingkir tersebut.

    Meski demikian, Daryati tidak lepas tangan begitu saja. Ia mahfum, para bunda di Rumah Anak SIGAP Sokawera hanyalah sebagai fasilitator.

    Sehingga ketika kegiatan di Rumah Anak SIGAP usai, ia akan kembali melanjutkan atau mengulang materi tersebut versi dirinya.

    Daryati berharap dengan segala aktivitas stimulasi yang diberikan, sang anak akan lebih siap ketika melanjutkan pendidikan ke PAUD atau TK.

    “Setidaknya Candra sudah memiliki bekal kemampuan dasar sebelum nanti masuk PAUD atau TK,” kata Daryati.

    Sementara itu, Program Manager SIGAP Tanoto Foundation, Irwan Gunawan menjelaskan, Rumah Anak SIGAP adalah sebuah model inovasi hasil kolaborasi Tanoto Foundation dengan pemerintah di tingkat nasional, regional, lokal, dan desa.

    Rumah Anak SIGAP memberikan akses kepada orang tua yang memiliki anak usia di bawah tiga tahun untuk mendapatkan layanan pengasuhan dan stimulasi yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.

    “Rumah Anak SIGAP merupakan pusat layanan pengasuhan dan pembelajaran dini untuk anak usia 0-3 tahun,” jelas Irwan.

    Selain di Banyumas, Rumah Anak SIGAP berada di sejumlah kota lain di Indonesia. Totalnya ada 29 Rumah Anak SIGAP yang tersebar di Provinsi Jakarta, Banten, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, dan Riau.

    Khusus di Jawa Tengah, Rumah Anak SIGAP juga didirikan di Tegal, Brebes, dan Semarang.

    Selain anak-anak usia dini, para orang tua juga menjadi penerima manfaat melalui edukasi tentang pola pengasuhan yang baik. Targetnya adalah meningkatkan kualitas pola asuh anak usia dini.

    Irwan menambahkan, perhatian besar terhadap pengembangan anak usia dini berkaitan dengan usia emas atau golden age yang merupakan tahapan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.

    Penelitian menunjukkan bahwa usia 0-5 tahun merupakan periode terbaik untuk pembentukan dasar fisik dan perkembangan otak anak. Jika tahapan ini berjalan dengan baik, anak berpotensi sukses di sekolah, dunia kerja, dan masyarakat di masa depan.

    “Sebagai lembaga filantropi yang berfokus pada pendidikan, upaya ini adalah investasi terbaik untuk anak usia dini,” tutur Irwan.

    Kehadiran Rumah Anak SIGAP di Sokawera juga mendapat apreasiasi dari Kepala Bidang KKB Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banyumas, Diah Pancasila Ningrum.

    Dia mengatakan, inisiatif Tanoto Foundation melalui Rumah Anak SIGAP menjadi salah satu langkah untuk mempersiapkan generasi emas dan berkualitas.

    “Cita-cita kita supaya generasi yang akan datang betul-betul siap dengan generasi unggul atau emas,” kata dia.

    Terlebih Rumah Anak SIGAP juga selaras dengan program Bina Keluarga Balita (BKB) yang dibuat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

    BKB merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam mendidik anak balita. 

    “Nanti di tahun 2025, kita akan coba kolaborasikan Rumah Anak SIGAP dengan konsep BKB Holistik Integratif Unggulan (BKB HIU) karena ada keterpaduan dalam hal peningkatan pola asuh,” kata dia.

    Selain Diah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarat Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, dr Novita Sabjan juga ikut memberikan apreasiasinya terhadap Rumah Anak SIGAP.

    Novita mengaku salut dengan langkah-langkah yang dilakukan Rumah Anak SIGAP Sokawera. Menurutnya, intervensi ini lebih tepat karena ada investasi jangka panjang yang dilakukan melalui peningkatan pola asuh. 

    “Tidak hanya satu atau dua bulan, tapi implementasinya pun akan long lasting melalui sejumlah program yang dilakukan,” katanya. (*)

  • WHO Umumkan Prakualifikasi Pertama untuk Tes Diagnostik Tuberkulosis  – Halaman all

    WHO Umumkan Prakualifikasi Pertama untuk Tes Diagnostik Tuberkulosis  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan prakualifikasi untuk uji diagnostik molekuler untuk tuberkulosis (TB) yang disebut Xpert® MTB/RIF Ultra. 

    Dilansir dari website resmi WHO, upaya ini adalah uji pertama untuk diagnosis TB dan uji kerentanan antibiotik yang memenuhi standar prakualifikasi WHO

    Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang paling mematikan di dunia.  

    Penyakit ini menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya dan menimbulkan beban sosial ekonomi yang sangat besar terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. 

    Deteksi dini dan akurat terhadap TB, terutama jenis yang resistan terhadap obat, tetap menjadi prioritas kesehatan global yang penting dan menantang.

    Hal ini diungkapkan oleh Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Akses ke Obat-obatan dan Produk Kesehatan Dr. Yukiko Nakatani, 

    “Prakualifikasi pertama untuk uji diagnostik TB ini menandai tonggak penting mendukung negara-negara meningkatkan dan mempercepat akses ke uji TB berkualitas tinggi yang memenuhi rekomendasi WHO dan standar kualitas, keamanan, serta kinerja yang ketat,” kata Yukiko, Kamis (5/12/2024). 

    “Hal ini menggarisbawahi pentingnya alat diagnostik yang inovatif tersebut dalam menangani salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia,” lanjutnya.

    Prakualifikasi WHO untuk uji ini diharapkan dapat menjamin kualitas uji diagnostik yang digunakan untuk meningkatkan akses ke diagnosis dan pengobatan dini. 

    Langkah ini melengkapi pendekatan dukungan WHO 

    Berdasarkan pada bukti yang muncul, akurasi diagnostik, dan hasil pasien.

    Di samping pertimbangan aksesibilitas dan kesetaraan, dengan persyaratan prakualifikasi pada kualitas, keamanan, dan kinerja.

    Penilaian WHO untuk prakualifikasi didasarkan pada informasi yang disampaikan oleh produsen, Cepheid Inc.

    Dan, tinjauan oleh Otoritas Ilmu Kesehatan (HSA) Singapura, badan regulasi yang tercatat untuk produk ini.  

    Dirancang untuk digunakan pada Sistem Instrumen GeneXpert®, uji amplifikasi asam nukleat (NAAT) Xpert® MTB/RIF Ultra ini mendeteksi materi genetik Mycobacterium tuberculosis , bakteri penyebab TB, dalam sampel dahak, dan memberikan hasil yang akurat dalam hitungan jam. 

    Pada saat yang sama, uji ini mengidentifikasi mutasi yang terkait dengan resistensi rifampisin, indikator utama TB yang resistan terhadap berbagai obat.

    Uji ini ditujukan untuk pasien yang hasil skriningnya positif TB paru dan yang belum memulai pengobatan antituberkulosis atau pada pasien yang sudah menerima terapi kurang dari tiga hari dalam enam bulan terakhir.

    “Tes diagnostik berkualitas tinggi merupakan landasan perawatan dan pencegahan TB yang efektif,” kata Dr. Rogerio Gaspar, Direktur Regulasi dan Prakualifikasi WHO. 

    “Prakualifikasi membuka jalan bagi akses yang dil terhadap teknologi mutakhir, memberdayakan negara-negara untuk mengatasi beban ganda TB dan TB yang resistan terhadap obat,” tutup dr Rogerio. 

  • Virus HIV Bisa Menular Lewat Keringat? Begini Penjelasan Dokter – Halaman all

    Virus HIV Bisa Menular Lewat Keringat? Begini Penjelasan Dokter – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Masih banyak informasi yang belum pasti kebenarannya terkait virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). 

    Salah satunya adalah ketakutan terjadinya penularan melalui cairan tubuh, seperti keringat. 

    Lantas bisakah HIV menular melalui keringat? Terkait hal ini, Dokter spesialis penyakit dalam dr. Ahmad Akbar, Sp. PD beri tanggapan. 

    Pertanyaan semacam ini, kata dr Ahmad memang kerap ditemukan di tengah masyarakat. 

    Sebagian orang pun ada yang mempercayai informasi tersebut sehingga tidak jarang muncul ketakutan dan stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV.

    Padahal, virus HIV tidak bisa menular lewat air liur atau keringat. 

    “Air liur atau keringat, itu tidak menularkan (HIV). Selama tidak ada luka terbuka di dalam tubuh kita,” ungkapnya pada siaran sehat yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan secara virtual, Selasa (3/12/2024). 

    “Jadi kalau misalnya kontak fisik dengan berciuman, bersentuhan, salaman, berkeringat itu tidak menular. Selama kulit kita utuh, tidak ada yang luka,” lanjutnya. 

    Bahkan bila ada orang dengan HIV tergores pisau kemudian bersalaman, virus tidak langsung menulari orang lain. 

    Asal, orang yang disalami tidak punya luka terbuka juga. 

    “Sama-sama terbuka kulitnya, bersentuhan.  Sama-sama ada luka terbuka, itu yang risiko penularan,” imbuhnya. 

    Namun, jika hanya salah satu yang berdarah atau punya luka terbuka, maka tidak masalah kalau ada kontak fisik. 

    Virus HIV juga tidak akan bertahan lama dan akan mati dalam hitungan beberapa jam.

    “Jadi di luar dia (virus HIV)  tidak bisa hidup lama, mungkin hanya hitungan jam. Karena dia harus segera ada di sel CD4 untuk bertahan hidup,” tutupnya. 

  • Berapa Lama HIV Berubah Menjadi AIDS? Begini Penjelasan Dokter – Halaman all

    Berapa Lama HIV Berubah Menjadi AIDS? Begini Penjelasan Dokter – Halaman all

     Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Selama ini masyarakat masih bingung membedakan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). 

    Padahal keduanya memiliki perbedaan. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sehingga membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.

    Sedangkan AIDS adalah kondisi ketika HIV sudah pada tahap infeksi akhir dan sistem kekebalan tubuh rusak parah. 

    Lantas, berapa lama HIV bisa berubah menjadi AIDS? 

    Terkait hal ini, Dokter spesialis penyakit dalam dr Ahmad Akbar Sp PD pun beri penjelasan. 

    Ia mengungkapkan jika ada beberapa tahapan dari awal seseorang terinfeksi HIV. 

    “Misalnya, gejala awal-awal di 2-4 minggu itu muncul hanya seperti orang serangan flu biasa. Jadi kayak pegal, demam, atau ada demam tinggi yang tidak tahu penyebabnya,” ungkap dr Ahmad pada siaran sehat yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan secara virtual, Selasa (3/12/2024).

    Gejala lain yang muncul adalah ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak pada tubuh.

    Jika mengalami gejala di atas, masyarakat dianjurkan untuk langsung memeriksakan  diri ke dokter. Agar bisa segera mendapatkan penanganan yang sesuai. 

    Sedangkan untuk menjadi HIV ke AIDS, dr Ahmad menjelaskan butuh waktu yang tidak sebentar. 

    “Butuh waktu tahunan, itu bisa sampai 10 tahun. Bisa sampai tidak ada gejala, tergantung dari imunitas dari tubuh pasiennya sendiri,” paparnya.

    “Tapi yang jelas bisa 3-10 tahun, baru muncul AIDS, tergantung dari imunitas tubuh pasien, replikasi virusnya itu sangat tinggi atau tidak, dan sel CD4 yang rendah,” sambungannya. 

    Sebagai informasi, Sel CD4 adalah sel darah putih yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. 

    Sel CD4 membantu mengidentifikasi dan menghancurkan patogen penyebab infeksi, seperti jamur, bakteri, dan virus. 

    Menurut dr Ahmad, HIV yang berubah menjadi AIDS dikarenakan pasien tidak mendapatkan pengobatan yang baik. 

    Kalau pun sudah melakukan pengobatan, pasien tidak mengonsumsi obat dengan benar. 

    Ia pun mengimbau pada masyarakat yang mendapati gejala di atas  untuk melakukan cek virus HIV. 

    Terutama jika termasuk dalam kelompok berisiko. Karena, kondisinya sudah dinyatakan terlambat jika HIV terlanjur menjadi AIDS. 

    Kalau sudah mengalami keparahan, pasien tidak dapat langsung saat diberikan obat antiretroviral (ARV).

    Karena dokter harus mengobati berbagai penyakit yang terlanjur sudah muncul. Seperti Tuberkolosis, Hepatitis, infeksi paru-paru dan sebagainya. 

    “Nah itu harus diobatin dulu baru masuk ke ARV-nya. Tapi kalau tahap-tahap awal, kondisi masih bagus, fit, kita beri pengobatan dengan ARV lebih awal, maka akan lebih baik,” tutupnya.