Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • Penanganan Obesitas dengan Metode Gastric Balloon Gunakan Pendekatan Nonbedah, Ini Penjelasan Ahli – Halaman all

    Penanganan Obesitas dengan Metode Gastric Balloon Gunakan Pendekatan Nonbedah, Ini Penjelasan Ahli – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penanganan obesitas dengan metode Gastric Balloon, menjadi salah satu pendekatan non-bedah yang terbukti efektif untuk menurunkan berat badan secara signifikan.

    Dokter ahli Rumah Sakit Atma Jaya, dr Riki Tenggara, Sp.PD-KGEH., M.Kes, mengungkapkan dengan memasang balon di dalam lambung, pasien dapat merasakan rasa kenyang lebih cepat.

    “Sehingga konsumsi makanan berlebihan dapat dikendalikan,” ujar dr Riki melalui keterangan tertulis, Jumat (19/12/2024).

    Menurut dr Riki, metode Gastric Balloon ini sangat cocok untuk pasien yang ingin menurunkan berat badan secara bertahap.

    Dosen Unika Atma Jaya ini menilai pendekatan ini lebih aman dibandingkan dengan prosedur bedah lainnya.

    Metode ini akan didukung juga intervensi dari tim gizi untuk mengatur meal plan, tim kedokteran olahraga untuk pengaturan aktivitas fisik, serta tim psikiatri untuk pengelolaan psikis.

    “Penanganan yang komprehensif ini akan membantu agar hasil yang diperoleh dapat optimal dan bertahan dalam jangka panjang,” tuturnya.

    Layanan ini diluncurkan oleh Rumah Sakit Atma Jaya, bersama dengan Terapi Penelitian Stem Cell, dan Platelet-Rich Plasma (PRP).

    “Melalui tiga layanan inovatif ini, kami berharap dapat memberikan pilihan perawatan yang lebih banyak bagi masyarakat,” kata Direktur Rumah Sakit Atma Jaya dr. Maria Yulita.

    Sementara itu, dr Petrasama, Sp.OT (K) mengatakan  bahwa stem cell atau sel punca dalam pengobatan sendiri dianggap sebagai keajaiban.

    Stem cell memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel tubuh yang rusak, seperti sel jantung, saraf, atau darah.

    “Hal ini memungkinkan stem cell untuk memperbaiki atau menggantikan jaringan yang rusak akibat penyakit atau cedera, seperti pada penyakit jantung, kanker, atau cedera tulang belakang,” ucapnya.

    Sementara itu, Platelet-Rich Plasma (PRP) adalah prosedur medis yang menggunakan komponen darah pasien sendiri, yaitu plasma kaya trombosit, untuk merangsang proses penyembuhan dan regenerasi jaringan.

    Prosedur ini efektif untuk menangani berbagai masalah kesehatan, mulai dari perawatan kulit, perbaikan jaringan otot dan tendon, hingga terapi untuk masalah rambut rontok.

  • Pengobatan Penyakit Ginjal Mahal, Penting Deteksi Dini dan Ketahui Risiko Agar Penanganan Efektif – Halaman all

    Pengobatan Penyakit Ginjal Mahal, Penting Deteksi Dini dan Ketahui Risiko Agar Penanganan Efektif – Halaman all

    Pengobatan Penyakit Ginjal Mahal, Penting Deteksi Dini dan Ketahui Risiko Agar Penanganan Efektif
     

    Willem Jonata/Tribunnews.com 

    TRIBUNNEWS.COM – Ginjal memiliki fungsi penting bagi tubuh. Kondisinya perlu dipelihara untuk menopang kesehatan tubuh itu sendiri.

    Seperti diketahui, fungsi utama ginjal adalah menyaring limbah dalam tubuh.

    Tatkala ginjal mengalami kerusakan secara struktural maupun fungsional, maka fungsinya mengalami penurunan. Kondisi demikian yang merujuk pada penyakit ginjal kronis. 

    Penyakit ginjal kronis ditandai kondisi yang progresif atau semakin lama semakin memburuk meskipun telah mengonsumsi obat.

    Jika tidak ditangani, penyakit ginjal kronis dapat menjadi gagal ginjal. Namun, masalahnya pada tahap awal penyakit ini sering kali tidak memiliki gejala.

    Seseorang merasakan sakit biasanya setelah berada pada tahap lanjut, yaitu stadium empat atau stadium lima. 

    Pada stadium ini, pasien memerlukan cuci darah atau bahkan transplantasi ginjal yang tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

    Biaya pengobatan penyakit ini mahal. Penelitian yang dipublikasikan oleh ClinicoEconomics and Outcomes Research menyatakan pembiayaan penyakit ginjal kronis menduduki peringkat ke-2 dalam BPJS Kesehatan sebagai pembiayaan tertinggi. 

    Dengan kata lain, menghabiskan anggaran sekitar Rp 1,9 triliun lebih sebagaimana dikutip dari situs web Kementerian Kesehatan Sehat Negeriku.  

    Sementara itu, penelitian di enam rumah sakit di Indonesia selama 14 bulan (Oktober 2019—Desember 2020) dengan 582 sampel menunjukkan biaya pengobatan ginjal kronis sebesar Rp 840.132.546 untuk hemodialisis, Rp 423.156.000 untuk tindakan berat, dan Rp 792.155.000 untuk jasa penelitian. 

    Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 Tahun adalah 0,18 persen.  

    Di seluruh dunia, sebagaimana dilansir dari International Society of Nephrology, penyakit ginjal kronis saat ini merupakan penyebab kematian dengan pertumbuhan tercepat ketiga di seluruh dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian kelima di dunia pada tahun 2040.  

    Data dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dalam laporan Global Burden of Disease (GBD) 2019, menyebut penyakit ginjal kronis termasuk dalam 10 besar penyakit dengan kematian tertinggi di Indonesia.

    Angka kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 42 ribu jiwa setiap tahunnya, dan prevalensinya di Indonesia terus meningkat, dengan lebih dari 700 ribu orang terdiagnosis menderita kondisi ini.  

    Biaya pengobatan ginjal kronis yang mahal ini juga terlihat dari sebuah studi di negara-negara Asia yang dipublikasikan di SpringerLink.

    Rata-rata pengobatan per pasien per tahun sebesar 23.358 dolar AS untuk hemodialisis dan 4.977 dolar AS untuk pengelolaan penyakit. 

    Penyakit ini memang tidak memiliki gejala yang signifikan pada tahap awal penyakit (silent disease).

    Apabila dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, konsekuensinya bisa sangat merugikan baik pasien, keluarga maupun negara. Apalagi penyakit ginjal kronis saling terkait dengan diabetes dan gagal jantung.

    Studi di Jurnal Cardiorenal Medicine menunjukkan sekitar 25 persen—40 persen pasien gagal jantung mengalami diabetes melitus (DM), dan sekitar 40 persen—50% pasien gagal jantung mengalami penyakit ginjal kronis (CKD).

    Baik DM maupun CKD berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian gagal jantung (HF).

    Selain itu, 40% penderita DM yang mengalami CKD menjadikan DM sebagai penyebab utama gagal ginjal secara global.

    Sebanyak 16% pasien gagal jantung mempunyai komorbiditas DM dan CKD. Kombinasi ketiga komorbiditas ini berhubungan dengan peningkatan risiko rawat inap dan mortalitas. 

    AstraZeneca bekerjasama Good Doctor dalam pengelolaan penyakit ginjal kronis dengan memanfaatkan aplikasi kesehatan digital. (Tribunnews.com)

    “Perusahaan biofarmasi global yang berfokus pada kardiovaskular, ginjal, dan metabolisme, AstraZeneca berkomitmen mendorong diagnosis dan intervensi lebih awal sehingga dapat membantu mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit tersebut. Sebab, beban penyakit ini akan bertambah besar seiring dengan peningkatan stadium dan komorbiditas dengan diabetes dan gagal jantung,” kata Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay.

    Lebih lanjut lagi Esra menjelaskan pengelolaan penyakit ini sejak awal yang meliputi diagnosis hingga pengobatan termasuk modifikasi gaya hidup sudah sangat krusial untuk dilakukan.

    Oleh karena itu, AstraZeneca bermitra dengan Good Doctor dalam pengelolaan penyakit ginjal kronis dengan memanfaatkan aplikasi kesehatan digital.

    Kolaborasi antara Good Doctor dan AstraZeneca ini diharapkan mempermudah serta mendorong lebih banyak masyarakat Indonesia untuk melakukan skrining penyakit ginjal kronis.

    Dengan demikian, deteksi dini dapat dilakukan, yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan efektivitas pengobatan.

    VP of Medical Operations PT Good Doctor Technology, dr. Ega Bonar Bastari mengatakan, “Sebagai penyedia layanan kesehatan terpadu berbasis teknologi, kami menyambut baik kepercayaan yang diberikan AstraZeneca untuk melakukan transformasi layanan digital dalam penyakit ginjal kronis.”

    “Untuk dapat memberikan layanan berkualitas, kami memulainya dengan menyediakan tautan “Yuk, Cek Risiko Penyakit Ginjal Anda”,” lanjutnya.

    Pada tautan itu terdapat sejumlah pertanyaan yang wajib diisi pasien. Dari jawaban-jawaban pasien, dokter dapat mengetahui risiko mereka karena sekumpulan pertanyaan yang baik bisa memberikan diagnosis yang akurat.

    Langkah ini sebagai deteksi dini yang sangat perlu dilakukan mengingat penyakit ginjal kronis merupakan silent disease. Artinya, tidak memiliki gejala di tahap awal, tetapi bersifat progresif.

    Setelah itu, dokter akan merekomendasikan tata laksana yang sesuai dengan kondisi pasien baik dari sisi medis maupun gaya hidup. 

    Kolaborasi ini sekaligus menambah bukti manfaat layanan telemedisin untuk penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang berkesinambungan. 

    Studi mengenai manfaat layanan telemedisin untuk penyakit kronis telah dilakukan Good Doctor dengan merintis sebuah studi percontohan untuk mendorong penggunaan telemedisin dalam pengobatan diabetes. Studi ini dilakukan dalam dua fase.

    Fase 1 (kualitatif) melibatkan 15 responden (rentang usia 45—70 tahun) yang terbagi dalam tiga kelompok dalam focus group discussion (FGD) melalui Google Meet dan Microsoft Team, berlangsung pada Desember 2020. Pada fase 2 (kuantitatif), pengamatan terhadap responden berlangsung selama tiga bulan (pemantauan kadar gula darah). 

    Hasil penelitian fase 1 menunjukkan bahwa monitoring diabetes yang dilakukan lewat aplikasi Good Doctor mendapat penerimaan positif dari responden.

    Platform tersebut punya potensi untuk mendukung pengamatan keadaan pasien diabetes, terutama self-care monitoring pada perkembangan kondisi kesehatannya. 

    Hasil penelitian fase 2 menunjukkan kelompok yang menggunakan aplikasi Good Doctor secara penuh mengalami penurunan kadar gula darah hingga akhir tiga bulan pemantauan. 

  • Ketika Budaya Berjalan Kaki Bangkit Bersama Trotoar yang Ramah dan Indah – Halaman all

    Ketika Budaya Berjalan Kaki Bangkit Bersama Trotoar yang Ramah dan Indah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Khususnya di Jakarta, revitalisasi trotoar mulai dilakukan sejak era Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Pelebaran trotoar di sejumlah ruas jalan Jakarta juga disebut-sebut sebagai salah satu karya Anies memimpin ibu kota selama lima tahun.

    Dalam sejumlah sumber disebutkan, di era Anies Baswedan, Jakarta sudah membangun dan merevitalisasi 265 km trotoar selama 5 tahun (2017-2022). Idealnya, trotoar yang direvitalisasi adalah 2.600 km. Hingga saat ini, pelebaran trotoar pun masih dilakukan. Ruas jalan trotoar yang semula sempit, kini menjadi lebar dan ramah bagi para pejalan kaki. 

    Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang kian padat, hadirnya trotoar yang direvitalisasi juga memberikan angin segar bagi kesehatan warganya. Lebih dari sekadar mempercantik wajah kota, trotoar yang luas, nyaman, dan aman ini membangkitkan kebiasaan atau budaya berjalan kaki bagi masyarakat.

    Dengan udara pagi yang segar dan pemandangan kota yang terus membaik, kebiasaan berjalan kaki kini bukan lagi sekadar kebutuhan, melainkan cara sederhana untuk menjaga tubuh tetap bugar di tengah kesibukan ibu kota.

    Bicara soal aktivitas jalan kaki, Tribunners pastinya sudah tahu betul kalau jenis olahraga ringan ini menyumbang banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Bahkan, ini menjadi salah satu olahraga yang belakangan digandrungi oleh masyarakat, khususnya anak muda. Banyak di antaranya yang juga men-challenge diri untuk berjalan 5.000 hingga 10.000 langkah setiap harinya, di mana menjadi jumlah yang ideal untuk mendapatkan tubuh sehat dan bugar.

    Lantas, berapa lama waktu ideal berjalan kaki?

    Menukil dari laman Times of India,  durasi ideal untuk berjalan kaki setiap hari tergantung pada tujuan kesehatan, tingkat kebugaran, dan gaya hidup seseorang. Berdasarkan panduan American Heart Association dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), umumnya berjalan kaki dengan intensitas sedang selama minimal 30 menit sehari atau total 150 menit per minggu, sudah cukup untuk mendukung kesehatan tubuh.

    Bagi pemula, memulai dengan durasi 20-30 menit dan meningkatkannya secara bertahap dapat membantu meningkatkan stamina sekaligus mengurangi risiko cedera. Sementara itu, mereka yang sudah terbiasa aktif dapat menargetkan durasi yang lebih lama, misalnya 45-60 menit per hari, dengan menambahkan interval kecepatan untuk tantangan tambahan. 

    Bahkan, menurut American Heart Association, beraktivitas (dengn berjalan kaki) selama 300 menit (5 jam) per minggu dapat memberikan manfaat kesehatan yang lebih optimal.  

    Sederet Manfaat Berjalan Kaki untuk Kesehatan

    Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, rutin berjalan kaki menyumbang berbagai manfaat bagi kesehatan. Bahkan, bukan hanya fisik, begitu juga bagi mental yang lebih baik. Berikut ini sederet manfaat dari berjalan kaki seperti dikutip dari laman Harvard Health.

    Menekan terjadinya obesitas

    Peneliti dari Harvard telah mempelajari 32 gen yang berkaitan dengan obesitas pada lebih dari 12.000 partisipan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gen tersebut terhadap berat badan. Hasilnya menunjukkan, peserta yang rutin berjalan cepat selama satu jam setiap hari berhasil menekan efek gen tersebut hingga setengahnya.  

    2. Mengontrol keinginan makan makanan manis

    Penelitian dari University of Exeter menemukan, berjalan kaki selama 15 menit mampu mengurangi keinginan untuk mengonsumsi cokelat, bahkan dalam situasi penuh tekanan. Studi lain juga mengungkapkan bahwa berjalan kaki dapat membantu menahan dorongan untuk makan berbagai jenis camilan manis.

    3. Kurangi risiko kanker 

    Studi American Cancer Society menunjukkan, berjalan kaki tujuh jam atau lebih setiap minggu dapat menurunkan risiko kanker payudara sebesar 14 persen. Efek perlindungan ini berlaku bahkan bagi wanita dengan faktor risiko tinggi, seperti obesitas atau penggunaan hormon tambahan.  

    4. Redakan nyeri dan cegah radang sendi  

    Penelitian mengungkap bahwa berjalan sejauh lima hingga enam mil seminggu dapat mengurangi nyeri akibat radang sendi dan mencegah terjadinya osteoartritis. Aktivitas ini membantu melumasi sendi, terutama lutut dan pinggul, serta memperkuat otot pendukungnya.  

    5. Perkuat kekebalan tubuh  

    Berjalan kaki setidaknya 20 menit sehari, lima kali seminggu, terbukti menurunkan jumlah hari sakit hingga 43%. Jika sakit, durasinya lebih singkat dan gejalanya lebih ringan dibandingkan mereka yang jarang berolahraga.  

    Revitalisasi trotoar yang mendukung budaya jalan kaki menjadi langkah penting untuk mendorong kebiasaan sehat ini. Dengan menyediakan fasilitas trotoar yang nyaman, aman, dan ramah bagi pejalan kaki, masyarakat akan lebih terdorong untuk berjalan kaki sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari. Langkah ini tidak hanya mendukung kebugaran individu tetapi juga memperkuat budaya hidup sehat dan gaya hidup berkelanjutan di tengah masyarakat urban.

     

    #LokalAsri #ArahkanAksiAsrikanIndonesia #TribunNetwork #MataLokalMenjangkauIndonesia.

     

  • Penjelasan Medis Remaja di Bogor Alami Perubahan Kelamin dari Perempuan Jadi Laki-laki – Halaman all

    Penjelasan Medis Remaja di Bogor Alami Perubahan Kelamin dari Perempuan Jadi Laki-laki – Halaman all

    Penjelasan Medis Remaja di Bogor Alami Perubahan Kelamin dari Perempuan Jadi Laki-laki di Usia 15 Tahun

    Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Seorang remaja berinisial TAP (15) asal Bogor Jawa Barat mengungkapkan keinginannya untuk segera menjalani operasi perubahan kelamin menjadi laki-laki.

    Sejak lahir TAP dinyatakan perempuan.

    Sehari-hari TAP mengenakan baju perempuan.

    Namun berdasarkan pengamatan lebih lanjut, baru-baru ini TAP harus menerima kenyataan bahwa ia adalah seorang laki-laki.

    Bagaimana penjelasan dari sisi medis?

    Berikut penjelasan dokter spesialis andrologi Dr Androniko SpAnd.

    Meski tidak melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, dokter Androniko mengatakan ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

    Ia menilai, bahwa TAP memang terlahir sebagai anak laki-laki.

    Namun karena terjadi kelainan dalam perkembangan genitalnya seperti testis yang tidak turun, atau perkembangan penis yang kurang sesuai sehingga jenis kelaminnya terkesan ambigu.

    Karenanya sebagai orangtua perlu memeriksakan rutin perkembangan genital anak jika melihat tanda-tanda yang mengarah  kelainan.

    “Sebaiknya memang rutin diperiksakan, sejak awal jika memang jenis kelamin ambigu atau belum jelas, baiknya tidak langsung diputuskan ke salah satu jenis kelamin, tapi langsung dikonsulkan dokter,” ujar dia saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (13/12/2024).

    Dalam kasus seperti ini penanganan dan pengobatannya membutuhkan proses yang cukup panjang lantaran ditangani oleh beberapa dokter  multidisiplin seperti dokter spesialis anak, andrologi, dan genetik.

    Remaja berinisial TAP (15) asal Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat mengalami perubahan kelamin dari perempuan menjadi pria. Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Gadis Cibungbulang Bogor Mendadak Berubah Jadi Lelaki, Camat Desak Bupati Turun Tangan, https://bogor.tribunnews.com/2024/12/11/gadis-cibungbulang-bogor-mendadak-berubah-jadi-lelaki-camat-desak-bupati-turun-tangan. Penulis: Rahmat Hidayat | Editor: Ardhi Sanjaya (TribunnewsBogor.com/Rahmat Hidayat)

    Ia mengingatkan, selain memantau anak bertumbuh dan berkembang, tetap diharapkan evaluasi monitoring bagian genital atau seksualnya juga secara rutin.

    “Evaluasi monitoring juga bagian genital anak secara rutin,” pesannya.

    Dikutip dari Tribunnews.com, proses pemeriksaan medis TAP dilakukan sejak Oktober 2024.

    Orangtua TAP merasa khawatir diusia TAP yang menginjak 15 tahun ia tidak kunjung mengalami menstruasi pertama.

    Menurut ibu TAP, kecurigaan TAP adalah laki-laki semakin kuat ketika dirinya memeriksa kondisi fisik TAP, dimana hasilnya mengarah pada jenis kelamin seperti laki-laki.

    Sejak saat itu, ia pun membawa TAP melakukan pemeriksaan ke puskesmas.

    Dokter pun menyatakan, TAP yang lahir pada 2010 lalu ini adalah laki-laki.

    Meski tidak percaya dengan hasil dokter di puskesmas, S lalu membawa TAP untuk dirujuk di RS daerah Cibinong untuk menjalani pengecekan kromosom dan hormon.

    Hasilnya pun tetap menunjukan bahwa TAP adalah seorang laki-laki.

     

  • Menteri Kesehatan Budi Beberkan Tiga Upaya untuk Atasi Persoalan Obat di Indonesia – Halaman all

    Menteri Kesehatan Budi Beberkan Tiga Upaya untuk Atasi Persoalan Obat di Indonesia – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membeberkan 3 langkah konkret yang akan diambil oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan obat yang masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia.

    Langkah pertama adalah memastikan ketersediaan obat. 

    Belajar dari pandemi COVID-19, Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan obat dan alat kesehatan, terutama Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). 

    Hal ini menunjukan lemahnya sistem ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan Indonesia.

    Dalam memastikan ketersediaan, pemerintah mendorong agar obat dan alat kesehatan dapat diproduksi di dalam negeri. 

    Selain untuk memperkuat perekonomian, langkah tersebut juga untuk memperkuat sektor kesehatan dalam menghadapi pandemi selanjutnya.

    “Kita sukses melakukan fraksionasi plasma darah dan harapannya mulai tahun 2026 kita mulai produksi Albumin di Indonesia. Itu kenapa, memastikan ketersediaan sangat penting untuk melindungi masyarakat dari pandemi selanjutnya,” kata Budi dilansir dari website resmi Kemenkes, Kamis (12/12/2024). 

    Kedua, akses obat inovatif. Selain ketersediaan, peningkatan akses terhadap obat inovatif juga menjadi salah satu prioritas pemerintah. 

    Budi menegaskan bahwa saat ini Indonesia telah menginisiasi Health Technology Assessment (HTA) Satu Pintu Satu Standar dan mengakomodir stakeholder-led submission.

    Sehingga, memungkinkan para stakeholder untuk melakukan kajian HTA mandiri kemudian hasilnya diusulkan untuk dinilai lebih lanjut oleh Komite Penilaian Teknologi Kesehatan.

    Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk efisiensi dan melakukan percepatan proses persetujuan uji klinik dan registrasi obat.

    “Akses obat kita masih rendah. Pastikan kita harus menyederhanakan proses perizinan uji klinik dan registrasi obat, jangan terlalu lama, jangan terlalu birokratis,” lanjutnya. 

    Ketiga, harga obat harus terjangkau. Saat ini, harga obat di Indonesia sangat mahal dibandingkan harga di Singapura dan Malaysia. 

    Budi menyebut perbedaan harga obat mencapai 1,5 sampai 5 kali lipat lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan harga di Malaysia. 

    Hal ini menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

    “Pajak bukan isu utama dari tingginya harga obat, tapi biaya marketing dan distribusi yang mahal. Untuk mengatasinya, pemerintah akan membuat sistem yang lebih baik guna mengatasi persoalan ini,” imbuhnya. 

    Budi juga menambahkan, kolaborasi antara pemerintah, industri farmasi, penyedia layanan kesehatan, dan tenaga kesehatan akan terus diperkuat untuk mencapai tiga tujuan utama ini.

    “Kami membutuhkan dukungan anda. Tujuan kami jelas, yakni bisa memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau untuk masyarakat terutama dalam hal ketersediaan obat-obatan,” tutupnya.

    SUMBER

     

  • Ahli Sebut Asupan Serat dan Protein Penting untuk Jaga Mood Kerja di Jam Kritis – Halaman all

    Ahli Sebut Asupan Serat dan Protein Penting untuk Jaga Mood Kerja di Jam Kritis – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Ahli gizi Putri Miftahul Jannah mengungkapkan, camilan sehat sangat penting untuk menjaga mood dan produktivitas sehari-hari.

    Ia mengatakan, camilan dengan kandungan serat yang tinggi ditambah dengan protein dapat memberikan rasa kenyang yang lebih lama, sehingga mengurangi keinginan untuk ngemil berlebihan.

    Camilan itu salah satunya adalah yogurt, minuman susu fermentasi yang tinggi protein.

    Yogurt dapat membantu menjaga keseimbangan gula darah, yang penting untuk menjaga energi dan mood.

    “Ketika gula darah stabil, otak dapat berfungsi dengan lebih baik, dan perut merasa kenyang lebih lama, sehingga kita dapat lebih fokus dan produktif,” ujar dia saat ditemui di kegiatan Cimory Yogurt Bites di Jakarta, Selasa (11/12/2024).

    Camilan yang kurang sehat dengan kandungan gula, garam, dan lemak jenuh yang tinggi dan rendah mikro gizi, cenderung memuaskan keinginan mulut, tetapi tidak memberikan zat gizi yang dibutuhkan oleh otak, serta tidak memberikan efek kenyang.

    Ditambahkan psikolog Mutiara Maharini, saat ini Millenials dan Gen Z menghadapi dunia yang penuh ketidakpastian dan perubahan yang cepat.

    Mereka dituntut untuk selalu bisa produktif, sehingga memiliki aktivitas yang padat sehingga sering merasa cemas, stres, dan jenuh, khususnya di jam-jam kritis.

    “Karena itu, mereka perlu “quick fix” untuk membuat diri mereka feel good lagi. Dengan berbagai jenis makanan yang viral dan diskon-diskon yang menarik, banyak dari mereka mulai memiliki kebiasaan ngemil (snacking) yang kurang mindful,” ujar Maharani.

    Kebiasaan konsumsi makanan yang kurang sehat (tinggi gula, tinggi lemak, tinggi kalori) akan menciptakan siklus yang tidak sehat seperti craving.

    “Camilan sehat seperti yogurt dengan segala kandungannya dapat membantu kita berproses menjadi seorang mindful eater,” ungkap dia.

    Maharani menyebut, dengan menyadari sepenuhnya apa, mengapa, dan bagaimana camilan maka dapat mengontrol asupan makanan dan memastikan pilihan camilan yang lebih sehat.

    “Mindful eating (snacking) dengan asupan yang membuat perut, otak, dan mulut kita akur membantu menjaga keseimbangan nutrisi, meningkatkan mood, dan mendukung produktivitas sehari-hari”, lanjut Mutiara.

    Marketing Manager Cimory Lidwina Tandy menambahkan, camilan yang kurang menyehatkan, seperti gorengan dan minuman akan mempengaruhi mood yang secara umum disebabkan oleh stres atau kecemasan.

    “Kami ingin memberikan jawaban untuk keinginan Perut, Otak, dan Mulut  yang seringkali berbeda. Ketika ketiganya terpenuhi keinginannya, maka otomatis tidak selalu mengalami craving,” ujar Wina.

  • Kader Kesehatan Desa Berperan Penting Tekan Penyakit Diare dan Pneumonia pada Anak  – Halaman all

    Kader Kesehatan Desa Berperan Penting Tekan Penyakit Diare dan Pneumonia pada Anak  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah pandemi Covid-19, kebiasaan mencuci tangan di kalangan masyarakat Indonesia mengalami penurunan.

    Padahal, penyakit seperti diare dan pneumonia adalah ancaman besar bagi kehidupan anak-anak.

    Data menunjukkan bahwa lebih dari seperempat kematian pada bayi di bawah satu tahun di Indonesia disebabkan oleh kedua penyakit ini.

    Di daerah pedesaan, keterbatasan informasi kesehatan dan praktik budaya yang sudah mendarah daging menghambat penerapan kebiasaan hidup sehat.

    Situasi semakin diperburuk oleh tingginya angka malanutrisi, di mana sekitar 21 persen atau 4,5 juta anak balita menderita stunting.

    Kondisi ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan tetapi juga melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat anak-anak lebih rentan terhadap penyakit menular.

    Di wilayah yang kurang memiliki akses imunisasi dan sanitasi yang baik, dampak malanutrisi ini menjadi semakin mengkhawatirkan.

    Di tengah tantangan ini, program Keluarga Siaga Dukung Kesehatan Siap Hadapi Masa Depan (Sigap) di Kota Batu, Kabupaten Bogor, menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin.

    Para kader kesehatan di desa ini kini menjadi garda terdepan dalam mendukung kesehatan masyarakat.

    “Dulu mereka kurang pengetahuan, tetapi sekarang mereka bilang kalau mereka sudah pintar. Beberapa kader juga mengatakan telah melakukan kunjungan rumah, kunjungan orang tua ke Posyandu meningkat pesat,” kata Kepala Desa Kota Batu, Ratna Wulansari dalam keterangannya belum lama ini.

    Diterangkan Ratna, program ini bertujuan untuk membangun kebiasaan sehat dalam keluarga dengan mempromosikan tiga perilaku utama yakni cuci tangan pakai sabun (CTPS), imunisasi anak yang tepat waktu dan lengkap, serta gizi yang lebih baik.

    Program diadakan hasil kemitraan dengan Gavi, Unilever Lifebuoy, The Power of Nutrition, dan Kementerian Kesehatan Indonesia berawal dari keberhasilan proyek Safal Shuruaat di India.

    Data dari proyek percontohan di Indonesia menunjukkan hasil yang menjanjikan.

    Cakupan vaksin PCV1, yang penting untuk pencegahan pneumonia, meningkat dari 28% menjadi 64%, sedangkan praktik CTPS sebelum memberi makan anak meningkat dari 50 persen menjadi 81 persen.

    Pencapaian yang menjajikan ini menjadi sorotan dalam pertemuan dewan tingkat tinggi Gavi baru-baru ini di Nusa Dua, Bali, dengan tema Leveraging Private Sector Expertise, Development Finance, and Multisectoral Platforms for Immunization Outcomes.

    Pertemuan ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi multisektoral dalam mengatasi ketidaksetaraan kesehatan, terutama di negara dengan sumber daya terbatas dan beragam latar belakang seperti Indonesia.

    Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyoroti pentingnya kemitraan dalam mengatasi tantangan kesehatan yang bersifat sistemik. 

    “Imunisasi sangat penting untuk membangun masyarakat sehat menuju Indonesia Emas 2045 atau negara berpenghasilan tinggi,” katanya.

    Pemerintah menghargai inisiatif kolaboratif dari organisasi seperti Gavi dan sektor swasta, yang membantu mengatasi tantangan dan memastikan setiap anak, termasuk yang berada di daerah terpencil, memiliki akses terhadap vaksin yang dapat menyelamatkan nyawa, sekaligus akses terhadap layanan kesehatan preventif.

    Team Leader Keluarga Sigap, Ardi Prastowo menjelaskan perubahan perilaku adalah inti dari peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

    Dengan mengadaptasi model-model yang terbukti ke dalam konteks Indonesia, program ini menunjukkan bagaimana pendekatan komprehensif dapat mendorong perubahan yang berkelanjutan.

    “Dengan upaya multisektoral ini, Gavi dan mitranya bertujuan untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dalam akses terhadap layanan kesehatan,” kata Ardi.

    Parnil Sarin dari Unilever Lifebuoy menyatakan program keluarga ini memungkinkan warga untuk mempraktikkan kebersihan tangan yang benar sehingga mendapatkan nutrisi yang lebih baik dan imunisasi lengkap.

    Program Keluarga Sigap adalah bukti nyata pentingnya kolaborasi dalam mengatasi ketidaksetaraan kualitas kesehatan dan membangun masa depan yang lebih sehat bagi anak-anak di seluruh Indonesia.

    Dengan integrasi perilaku kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, program ini tidak hanya mendukung tujuan imunisasi tetapi juga kesehatan dan pembangunan yang lebih luas.

     

  • BPOM Serahkan Izin Edar Terapi Baru untuk Kanker Paru dan Esofagus – Halaman all

    BPOM Serahkan Izin Edar Terapi Baru untuk Kanker Paru dan Esofagus – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Indonesia kini memiliki produk baru untuk terapi kanker yaitu Etapidi dan Brukinsa.

    Etapidi dan Brukinsa merupakan produk yang dikembangkan oleh PT Etana Biotechnologies Indonesia (Etana) untuk perawatan terapi kanker, khususnya kanker paru dan kanker esofagus.

    Dua produk itu baru saja mendapatkan izin edar dari BPOM RI.

    Kepala BPOM Taruna Ikrar menyerahkan izin edar tersebut pada Selasa (10/12/2024).

    Dalam sambutannya Taruna mengatakan, kanker bukan hanya menjadi keprihatinan di Indonesia, namun juga dunia.

    Ia menjelaskan, segala upaya dilakukan untuk mengupayakan terapi kanker, mulai dari tingkat molekul, in vitro, dan terapi klinis.

    Ini disebabkan kanker sangat berbeda dengan penyakit lainnya karena memiliki reseptor dan antigen yang dapat berbeda-beda jumlah dan jenisnya antar pasien.

    “Karena itu, BPOM berusaha mempercepat akses masyarakat Indonesia pada obat inovatif. Saat ini, obat inovatif baru mendapatkan izin edar setelah 300 hari kerja (1 tahun 6 bulan). Kami akan upayakan dipercepat menjadi 120 hari kerja,” papar Taruna Ikrar.

    Etapidi dan Brukinsa dikembangkan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk dapat mengakses obat kanker yang berkualitas dan murah.

    Nathan juga menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh pihak yang berperan dalam pengembangan kedua produk obat ini. “Ini semua [dapat terwujud] atas dukungan BPOM, Kementerian Kesehatan, asosiasi dokter-dokter kanker [Perhimpunan Onkologi Indonesia] yang berusaha menyediakan pengobatan terbaik untuk rakyat Indonesia,” lanjut Nathan.

    Dengan terbitnya izin edar untuk 2 obat kanker ini, diharapkan dapat mengatasi keterbatasan akses pada obat inovatif di Indonesia.

    Terutama sebagai terapi untuk penyakit kanker, yang saat ini masih menjadi salah satu penyakit penyebab kematian dengan angka yang terbilang besar di Indonesia.

    Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan Dita Novianti Sugandi Argadiredja menyebut bahwa 10 juta kematian di Indonesia disebabkan karena kanker. 

    “Indonesia mengalami keterbatasan akses pada obat inovatif, hanya 9 persen (45 obat) dari 460 obat inovatif yang sudah di-approve dan ada di Indonesia Jika bicara soal obat kanker, kita masih perlu akses untuk terapi inovasi pengobatan kanker, tidak hanya dari sisi ketersediaan tapi juga affordability-nya terjangkau,” tuturnya.

    Terapi Etapidi dan Brukinsa

    Etapidi mengandung zat aktif Tislelizumab, yang merupakan antibodi varian IgG4 (humanized monoclonal antibody immunoglobulin subclass 4).

    Produk ini dapat dijadikan sebagai alternatif tambahan untuk terapi non-small cell lung cancer dan esophageal squamous cell carcinoma (ESCC).

    Etapidi tersedia dalam bentuk larutan konsentrat untuk infus dengan kemasan vial (100 mg/vial). 

    Sedangkan Brukinsa mengandung zat aktif Zanubrutinib, yang merupakan jenis penghambat molekul kecil Bruton Tyrosine Kinase (BTK)-protein yang berperan penting dalam pertumbuhan dan pertahanan sel kanker.

    Etapidi tersedia dalam bentuk sediaan kapsul dengan kandungan zat aktif Zanubrutinib 80 mg/kapsul.

    “Pemberian izin edar ini merupakan milestone yang besar bagi kami. Dari dulu kami ingin menghadirkan obat inovatif berkualitas tinggi tapi murah,” ujar Presiden Direktur Etana Nathan Tirtana.

    Pengembangan kedua produk obat ini atas dukungan BPOM, Kementerian Kesehatan, asosiasi dokter-dokter kanker yaitu Perhimpunan Onkologi Indonesia.

  • Ketahui Tanda Seseorang Mengalami Resistensi Antibiotik – Halaman all

    Ketahui Tanda Seseorang Mengalami Resistensi Antibiotik – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Resistensi antibiotik akan menyebabkan infeksi bakteri pada tubuh sulit diobati.

    Resistensi antimikroba atau AMR adalah kondisi bakteri dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat-obatan atau antibiotik akibat penggunaan kadar antibiotik yang tidak tepat. 

    Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo, Sp.A (K) pun jelaskan apa saja ciri-ciri seseorang alami resistensi antibiotik. 

    Tanda paling menonjol adalah saat diberikan obat antibiotik sesuai dengan penyakit, pasien tidak menunjukkan perbaikan kondisi. 

    “Kalau misalnya dia infeksi di paru, pneumonia. Oh ternyata saya kasih antibiotik ini tidak membaik. Kemungkinan dia resisten,” ungkapnya pada media briefing virtual, Rabu (11/12/2024). 

    Hal ini juga berlaku pada penyakit lain. Jika dokter memberikan antibiotik sesuai indikasi, namun tidak membaik, maka bisa dicurigai telah terjadi resistensi. 

    Namun, selain resisten antibiotik, ada kemungkinan lain kenapa masih muncul masalah setelah diberikan antibiotik. 

    Misalnya, bisa disebabkan karena adanya reaksi alergi sebab pemilihan antibiotik yang tidak cocok dengan pasien. 

    “Alergi juga bisa. Misalnya saya minum Ampicilin (obat jenis antibiotik). Ternyata merah-merah. Jadi ruamnya bukan karena resistensi. Saya ‘mention’ saja karena alergi, bukan karena resistensi. Karena resistensi dengan klinisnya beda,” paparnya. 

    Faktor lain adalah pemberian dosis dan interval yang tidak tepat. 

    “Misalnya Ampicilin harus diberikan 4 kali. (Tapi) malah diberikan 2 kali. Jadi ada beberapa faktor yang memang perlu dipertimbangkan,” tutupnya.

  • WHO: Lebih 1 dari 5 Orang Dewasa di Dunia Menderita Infeksi Herpes Genital – Halaman all

    WHO: Lebih 1 dari 5 Orang Dewasa di Dunia Menderita Infeksi Herpes Genital – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ungkap sekitar 846 juta orang berusia antara 15 dan 49 tahun hidup dengan infeksi herpes genital.

    Atau, lebih dari 1 dari 5 orang dalam kelompok usia ini secara global menderita herpes genital. 

    Setidaknya 1 orang setiap detik, 42 juta orang setiap tahunnya, diperkirakan akan tertular infeksi herpes genital baru.

    Umumnya, infeksi ini tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan sedikit gejala. 

    Namun, bagi sebagian orang, infeksi ini menyebabkan luka dan lepuh pada alat kelamin yang menyakitkan dan dapat kambuh sepanjang hidup.

    Menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan sering kali memerlukan beberapa kali kunjungan ke dokter. 

    Menurut perkiraan, lebih dari 200 juta orang berusia 15 hingga 49 tahun menderita setidaknya satu episode gejala seperti itu pada tahun 2020.

    Studi yang diterbitkan dalam jurnal Sexually Transmitted Infections , mengatakan bahwa perawatan dan vaksin baru diperlukan untuk mengurangi efek kesehatan yang merugikan dari virus herpes dan mengendalikan penyebarannya.

    “Meskipun sebagian besar orang yang terinfeksi herpes genital hanya mengalami sedikit gejala, dengan begitu banyak infeksi, herpes genital masih menyebabkan rasa sakit dan tekanan bagi jutaan orang di seluruh dunia dan beban yang ada sudah membebani sistem kesehatan,” kata Direktur Program Global HIV, Hepatitis, dan Infeksi Menular Seksual di WHO Dr. Meg Doherty dilansir dari website resmi, Rabu (11/12/2024). 

    “Pilihan pencegahan dan pengobatan yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk mengurangi penularan herpes dan juga akan berkontribusi untuk mengurangi penularan HIV,” lanjutnya. 

    Saat ini, belum ada obat untuk herpes, meskipun pengobatan dapat meredakan gejalanya. 

    Selain luka, herpes genital juga terkadang dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk herpes neonatal. 

    Kondisi langka yang kemungkinan besar terjadi ketika seorang ibu tertular infeksi untuk pertama kalinya di akhir kehamilan dan kemudian menularkan virus ke bayinya saat melahirkan.

    Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV), yang dikenal sebagai HSV-1 dan HSV-2, yang keduanya dapat menyebabkan herpes genital. 

    Menurut perkiraan, 520 juta orang pada tahun 2020 memiliki HSV-2 genital, yang ditularkan selama aktivitas seksual. 

    Dari perspektif kesehatan masyarakat, HSV-2 genital lebih serius karena jauh lebih mungkin menyebabkan wabah berulang, mencakup sekitar 90 persen episode simtomatik, dan dikaitkan dengan peningkatan risiko tiga kali lipat tertular HIV.

    Tidak seperti HSV-2, HSV-1 terutama menyebar selama masa kanak-kanak melalui air liur atau kontak kulit ke kulit di sekitar mulut untuk menyebabkan herpes oral, dengan luka dingin atau sariawan sebagai gejala yang paling umum. 

    Namun, pada mereka yang tidak pernah terinfeksi sebelumnya, HSV-1 dapat ditularkan melalui hubungan seksual untuk menyebabkan infeksi genital pada masa remaja atau dewasa. 

    Sekitar 376 juta orang diperkirakan pernah mengalami infeksi HSV-1 genital pada tahun 2020. 

    Dari jumlah tersebut, 50 juta diperkirakan juga menderita HSV-2 karena kedua jenis tersebut dapat terjadi secara bersamaan.

    Meskipun tidak sepenuhnya efektif untuk menghentikan penyebarannya, penggunaan kondom yang benar dan konsisten mengurangi risiko penularan herpes. 

    Orang dengan gejala aktif harus menghindari hubungan seksual dengan orang lain, karena herpes paling menular saat ada luka. 

    WHO merekomendasikan agar orang dengan gejala herpes genital harus ditawarkan tes HIV dan jika perlu, profilaksis pra-pajanan untuk pencegahan HIV.

    SUMBER