Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • Pasien Gagal Ginjal Kronis Berisiko Hiperkalemia, Begini Saran Dokter untuk Mencegahnya – Halaman all

    Pasien Gagal Ginjal Kronis Berisiko Hiperkalemia, Begini Saran Dokter untuk Mencegahnya – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

     

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA –  Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), dr. Pringgodigdo Nugroho, Sp.PD-KGH mengingatkan pentingnya deteksi dini dan intervensi dini bagi pasien penyakit ginjal kronis.

     

    Jika tidak mendapatkan tata laksana yang baik dalam 7 tahun pertama, pasien gagal ginjal bisa mengalami kondisi gagal ginjal kronis (PGK).

    Namun jika terdeteksi sejak awal maka kondisi mengarah ke gagal ginjal kronis bisa tertangani lebih baik.

    “Penyakit ginjal kronis erat kaitannya dengan Hiperkalemia. Ketika seseorang mengalami PGK, ginjal tidak dapat mengeluarkan kalium dengan efektif seperti biasanya. Hal ini dapat menyebabkan penumpukan kalium dalam darah, yang merupakan karakteristik dari hiperkalemia. Peningkatan kadar kalium dalam darah ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi,” ujar dia di Jakarta ditulis Sabtu (21/12/2024).

    Hiperkalemia merupakan kondisi dengan ditandai tingginya kadar kalium dalam darah yang dapat mengancam jiwa.

     

    Ia menerangkan, pada penderita hiperkalemia, ginjal secara perlahan akan kehilangan fungsinya, yakni untuk menyaring darah, mengeluarkan limbah, dan menjaga keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh.

     

    Kondisi hiperkalemia pada pasien dengan PGK bisa meningkatkan kemungkinan kematian dalam waktu satu hari setelah kejadian.

     

    Selain bagi para penderita PGK, hiperkalemia juga bisa dialami oleh pasien gagal jantung, diabetes mellitus dan bagi mereka yang mengonsumsi obat tekanan darah.

     

    Namun bagi penderita PGK, mereka lebih rentan terkena hiperkalemia dengan risiko lebih besar antara 40 persen hingga 50 persen.

     

    Bahkan pada kondisi gagal ginjal level lima maka risiko kemunculan hiperkalemia bisa sampai sebelas kali lebih berpotensi daripada mereka yang tidak menderita PGK memiliki risiko 1 kali saja.

     

    Kasus ringan PGK mungkin tidak menimbulkan gejala, namun jika diagnosisnya terlambat dari hiperkalemia bisa menyebabkan henti jantung dan kematian.

     

    Untuk itu, penting mendorong pemeriksaan segera melalui tes darah dan elektrokardiogram (EKG) agar memungkinkan pasien menerima pengobatan yang tepat sesegera mungkin. Deteksi dini memungkinkan intervensi untuk membantu normalisasi kadar kalium dan mencegah komplikasi yang terkait dengan hiperkalemia, seperti aritmia jantung atau masalah jantung serius lainnya.

     

    “Tidak hanya itu, deteksi dini juga memberikan penghematan biaya karena tidak perlu dilakukan terapi pengganti fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Sehingga kualitas hidup pasien bisa menjadi lebih baik,” jelas dr. Pringgodigdo.

     

    Pemeriksaan segera melalui tes darah dan elektrokardiogram (EKG) sangat dianjurkan untuk pasien PGK. Ini memungkinkan pasien untuk menerima pengobatan yang tepat dari dokter mereka sesegera mungkin.

     

    dr. Pringgodigdo menyebut prioritas untuk mengidentifikasi diagnosis, intervensi maupun tata pelaksana awal bagi pasien PGK akan berkaitan dengan mobilitas dan mortalitas atau angka kematian akibat penyakit tertentu, baik akibat Kardiorenal yang mengacu pada hubungan kompleks antara penyakit jantung (kardiovaskular) dan penyakit ginjal (renal).

     

    Dokter Pringgodigdo menyebut, hipertensi dan diabetes merupakan penyebab tertinggi terjadinya PGK hingga penyakit kardiovaskular lainnya.

     

    Untuk itu, dia menyarankan pentingnya menerapkan gaya hidup sehat.

     

    Mulai dari diet seimbang, mencegah kelebihan berat badan serta mengonsumsi garam dan gula sesuai dengan rekomendasi, hingga menjalankan olahraga dan aktivitas fisik teratur.

     

    Bila sudah mengarah pada hiperkalemia, maka yang juga harus dilakukan adalah pemantauan secara rutin kadar kalium dalam darah. Hingga penyesuaian diet dan penggunaan obat-obatan tertentu untuk dapat membantu mengendalikan kadar kalium dan mencegah kemungkinan komplikasi.

     

    Sebab sinergi antara penanganan PGK dan pengelolaan hiperkalemia menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga mengurangi risiko komplikasi yang bisa terjadi karenanya.

     

  • Cegah Peredaran Makanan dan Obat Tak Layak, FORHATI dan BPOM Jalin Kolaborasi – Halaman all

    Cegah Peredaran Makanan dan Obat Tak Layak, FORHATI dan BPOM Jalin Kolaborasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menunjukkan sumbangsihnya pada bangsa akan maraknya peredaran makanan dan obat tak layak konsumsi, Forum Kohati HMI (Forhati) berkolaborasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

    Sabtu, (21/12/2024), Forhati dan BPOM mewujudkan kolaborasi ini dalam penandatanganan kerjasama.

    Kerjasama dalam rangka perayaan hari jadi ke 26 Forhati ini menurut Koordinator Presidium Forhati Nasional, Jamilah Abdul Gani MOU ini sebagai wujud perhatian Forhati untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang halal dan baik. 

    Di sisi lain, posisi BPOM RI sangat krusial dalam pengawasan makanan dan obat. 

    “Forhati tidak ingin peredaran makanan dan obat tidak layak berakibat fatal pertumbuhan anak, ibu hamil perempuan, dan kesehatan masyarakat Indonesia,” terangnya.

    Sementara itu, Kepala BPOM RI, Prof dr. Taruna Ikrar menyampaikan, peran strategis BPOM menjadi sangat penting untuk kolaborasi bersama Forhati.

    Dengan semangat meningkatkan daya dorong terutama bagi perempuan cerdas untuk membangun Indonesia.

    Jamilah menyebut, pada Milad Forhati kali ini tentunya ditujukan pada sinergitas kelembagaan dan mencari role model pemberdayaan bagi kalangan ibu.

    Forhati berkewajiban membantu pemerintah menyukseskan peningkatan kualitas daya saing serta peran perempuan di ruang publik.

    “Sudah dua dekade lebih Forhati berdiri, artinya organisasi ini harus lebih matang untuk melihat segala tantangan internal dan eksternal, apalagi Forhati dikenal sebagai perkumpulan perempuan muslim aktivis dan profesional,” katanya.

    Jamilah menghimbau langkah Forhati ini mendapat perhatian dan dukungan publik. Pasalnya mimpi Indonesia Emas di depan mata. Penataan dan persiapan yang gagal hari ini berakibat serius pada generasi selanjutnya.

    “Dimulai dari aktivasi peran ibu, lingkungan positif dimulai dari keluarga tinggal kita membantu mengorganisir tuntutan agar mereka bisa berkembang dalam sistem yang baik,” ungkapnya.

    Tak lupa untuk mengapresiasi peran kader Kohati, pada Milad tersebut nantinya terdapat pengumuman nominasi Alumni HMI-Wati Inspiratif.

    Rencana rangkaian acara nanya juga disempurnakan dengan gala dinner bersama Wakil Menteri Agama RI.

    Dalam Puncak Milad Ke-26 nantinya akan dihadiri oleh tokoh penting seperti Romo H.R Muhammad Syafi’i (Wakil Menteri Agama RI) yang akan menyampaikan orasi ilmiah, Taruna Ikrar (Kepala BPOM RI) sebagai keynote speech pada kegiatan seminar. 

    Lalu beberapa tokoh yang diundang sebagai pemantik yakni; Taufik Ismail (Sastrawan), 
    N. Syamsuddin Ch. Haesy (Budayawan), Ema Seftiawati ( Deputi III BPOM RI), dan Zakiah ( Kepala BSN RI).

    Tentunya kegiatan Seminar Nasional Hari Ibu dan Milad FORHATI ke-26 ini akan dibuka oleh bapak Dr. Ir. H. E Herman Kaheron, M. Si. sebagai Koordinator Presidium MN KAHMI.

  • Peringati Hari Ibu, Kaum Perempuan Diajak Lebih Waspada Terhadap Thalasemia Beta Major – Halaman all

    Peringati Hari Ibu, Kaum Perempuan Diajak Lebih Waspada Terhadap Thalasemia Beta Major – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hari Ibu diperingati setiap tahun untuk menghargai dan merayakan peran ibu dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

    Di perayaan Hari Ibu tahun ini, para ibu diajak lebih peduli terhadap risiko penyakit thalasemia beta mayor.

    Talasemia adalah kelainan darah genetik yang menyebabkan tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin dalam jumlah yang cukup untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh.

    Akibatnya, penderita harus menjalani perawatan medis jangka panjang, seperti transfusi darah, yang sering kali memerlukan perhatian dan pengelolaan yang intens.

    Penderita talasemia membutuhkan perawatan seumur hidup dan sangat bergantung pada dukungan keluarga, terutama sosok ibu, yang berperan dalam memberikan kekuatan fisik

    WOMB Women’s Community menggelar edukasi tentang thalasemia beta major ini dengan mengangkat tema Light of Hope: Mother You Ae an Angel di Alam Sutera, Tangerang, Kamis 12 Desember 2024.

    Menurut Julia Margareth selaku Founder dan Mike Yulianti Co-Founder, kegiatan edukasi tentang Beta Major Thalasemia ini diikuti oleh lebih dari 100 orang anggota dan mengajak mereka menjadi penolong bagi anak-anak Beta Major Thalasemia dengan berkomitmen menjadi pendonor darah tetap bagi satu anak Beta Major Thalasemia.

    Acara edukasi ini mendatangkan Mumbai Apollo Hospital di India melalui DR Punit Jain yang memberikan pengertian secara detail tentang Beta Major Thalasemia dan bagaimana perawatannya.

    Tasya Widya Krisnadi, salah satu direktur Pendopo, grup Kawan Lama turut ambil bagian dengan memberikan dukungan kepada lebih dari 250 UKM di seluruh Indonesia sekaligus menunjukkan peran wanita adalah salah satu tonggak pendidikan dan penguat ekonomi dalam keluarga.

     Julia Margareth menjelaskan, WOMB Women’s Community, selama satu tahun pertama telah berhasil menggerakkan para wanita untuk dapat menggali potensi mereka, berkontribusi melalui ketrampilan yang mereka miliki melalui berbagai ketrampilan seperti MUA  (MakeUp Artist), Pembelajaran Bahasa English, Memasak, Public Speaking, Pengelolaan Financial dan lainnya.

     “Kami percaya bahwa kekuatan dan dukungan seorang ibu tidak hanya terletak pada peranannya dalam keluarga, tetapi juga pada kemampuannya untuk menciptakan perubahan dan dorongan yang lebih besar,” kata Julia Margareth, founder WOMB Women’s Community.

     

     

  • Dokter Jelaskan Penyebab Mual Hingga Muntah pada Pasien Demam Berdarah – Halaman all

    Dokter Jelaskan Penyebab Mual Hingga Muntah pada Pasien Demam Berdarah – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Salah satu gejala khas yang muncul saat seseorang terinfeksi demam berdarah dangue (DBD) adalah mual dan muntah. 

    Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropis dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (RSUP), dr. Ifael Yerosias Mauleti pun menjelaskan kenapa ini bisa terjadi. 

    Menurutnya ada beberapa faktor penyebab munculnya mual dan muntah ini. 

    “Pertama, karena proses peradangan yang terjadi. Sehingga permukaan lambungnya itu meradang, sehingga dia bisa mual muntah,” ungkapnya pada talkshow virtual Kementerian Kesehatan, Jumat (20/12/2024). 

    Kedua, virus dengue berkembang biak di liver atau limpa. Sehingga limpa atau liver orang yang sudah terinfeksi dangue bisa membesar.

    Dampak dari limpa atau liver yang membesar adalah dapat menekan saluran pencernaan di daerah lambung. 

    “Sehingga akibatnya (lambung) tertekan.  Orangnya merasa mual bahkan sampai muntah,” ujarnya. 

    “Jadi dua hal ini yang paling-paling sering menyebabkan sehingga orang mual muntah,” sambungnya.

    Lebih lanjut, dr Ifael menjelaskan jika pada fase lanjut, biasanya pada hari ke lima atau enam, sudah mulai terjadi gangguan fungsi liver atau fungsi hati.

    Kondisi ini juga bisa memberikan gejala mual muntah di hari berikutnya.

    “Jadi kadang-kadang ada orang di dua atau tiga hari pertama dia nggak ada mual muntah Tetapi di penghujung sakit di hari ke lima, enam atau tujuh baru muncul mual muntahnya akibat gangguan fungsi liver,” tuturnya. 

     

     

  • Musim Hujan Rentan Penyebaran Penyakit DBD, Ketahui Gejala-gejalanya – Halaman all

    Musim Hujan Rentan Penyebaran Penyakit DBD, Ketahui Gejala-gejalanya – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Musim hujan menjadi salah satu musim yang rentan terhadap mewabahnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 

    Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak dengan cepat pada musim hujan. 

    Menurut dokter spesialis penyakit dalam subspesialis penyakit tropis dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (RSUP), dr. Ifael Yerosias Mauleti ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko DBD. 

    Setidaknya ada tiga faktor, yaitu orangnya, lingkungan, dan virus itu sendiri. 

    “Jadi seseorang beresiko terkena penyakit demam berdarah, bila lingkungannya sangat nyaman untuk berkembang biaknya nyamuk. Kemudian, daerah itu memang sudah ada virus tingginya,” ungkapnya pada talkshow virtual Kementerian Kesehatan, Jumat (20/12/2024). 

    Orang yang berisiko terinfeksi DBD menurut dr Ifael bisa terjadi pada mereka yang memiliki imunitas yang menurun. 

    Sehingga ketika penyakit atau virus masuk, tubuh tidak bisa melawan dengan baik hingga terinfeksi.

    Lebih lanjut dr Ifael pun menjelaskan apa saja tanda-tanda seseorang mengalami DBD. 

    Pertama, gejala paling khas adalah demam. Hampir 100 persen pasien DBD mengalami demam.

    “Tapi ada juga yang tidak sekian persen. Jadi ada penyakit DBD terinfeksi ke seseorang, tidak ada gejala, itu bisa saja,” jelasnya.

    Kedua, muncul pegal linu dan sakit kepala. Namun, sakit kepala khas yang sering muncul ada di bagian depan seperti daerah jidat. 

    Ketiga, kadang muncul rasa mual, muntah dan diare. 

    Keempat, pada keluhan yang lebih berat, terjadi perdarahan yang spontan.

    “Bisa berdarah di kulit, mimisan, berak darah, kencing darah, dan lain-lain. Itu lebih lanjut, gejala lebih lanjut,”lanjutnya. 

    Selain mengenali gejala, dr Ifael juga menjelaskan apa perbedaan nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk biasa. 

    Secara kasat mata, kita bisa saja membedakannya. 

    “Kalau kita perhatikan, jadi Aedes Aegypti itu khasnya dia itu (warna) lurik-lurik hitam putih, seperti zebra cross,” imbuhnya.

    Setelah digigit nyamuk ini, biasanya butuh massa inkubasi sampai penyakit demam berdarah muncul. 

    Untuk penyakit demam berdarah, bisa berkisar 5 sampai 12 hari.

    “Tapi rata-rata itu 7 hari Jadi kalau kita kegigit hari ini, 7 hari kemudian kalau memang badan kita tidak bisa melawan, terus dia berkembang, kita akan demam. Biasanya begitu, jadi 7 hari,” tutupnya. 

     

     

  • Mengenal Hernia Inguinal pada Anak, Faktor Pemicu hingga Prosedur Penanganan Medis – Halaman all

    Mengenal Hernia Inguinal pada Anak, Faktor Pemicu hingga Prosedur Penanganan Medis – Halaman all

    Laporan Wartawan  Tribunnews.com Eko Sutriyanto

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jangan anggap sepele anak atau bayi yang rewel. Orangtua perlu memberi perhatian khusus pada anak. 

    Bila melihat adanya bejolan di area tertentu seperti di organ perut segara periksa ke dokter untuk memastikan itu apakah itu hernia inguinal.

    Hernia inguinal adalah kondisi di mana sebagian organ dalam perut, biasanya usus, menonjol keluar melalui lubang yang belum menutup di area selangkangan.

    Kondisi ini umum terjadi pada anak-anak, terutama bayi laki-laki, dan dapat terlihat sebagai benjolan kecil di area tersebut.

    Dalam perkembangan janin bayi laki-laki, ada saluran yang disebut prosesus vaginalis (tonjolan selaput yang berfungsi sebagai jalur bagi perkembangan organ tertentu).

    Saluran ini seharusnya menutup sebelum bayi lahir.

    Jika saluran tidak menutup sempurna, rongga tersebut memungkinkan organ dalam perut keluar, membentuk hernia inguinal.

    Dokter Spesialis Bedah Anak, dr Kozzy, Sp.BA mengatakan, hernia inguinal pada anak umumnya disebabkan oleh kelainan bawaan.

    “Ini terjadi ketika saluran yang menghubungkan rongga perut dan area selangkangan tidak menutup sempurna sebelum lahir sehingga memungkinkan organ perut menonjol keluar,” katanya, Kamis (19/12/2024).

    Dokter yang berpraktik di Bethsaida Hospital Gading Serpong mengatakan, hernia inguinal biasanya paling sering terjadi pada bayi Baru Lahir dan Balita (0–1 tahun).

    “Risiko lebih tinggi pada bayi prematur dan laki-laki, karena proses penutupan prosesus vaginalis tidak  menutup sempurna,” katanya.

    Sedangkan untuk Anak Usia 1–5 Tahun tanda-tanda hernia inguinal semakin jelas terlihat, seperti benjolan di selangkangan saat anak menangis atau mengejan.

    “Anak usia sekolah atau usia 6–12 tahun lebih jarang namun tetap bisa terjadi,” kata dr Kozzy.

    Selain itu, faktor risiko lain meliputi lahir prematur, berat badan lahir rendah, anak laki-laki 6 kali  lebih berisiko dan kelainan bawaan lain khususnya kelainan pada dinding perut seperti Gastroschisis dan Omfalokel.

    Adapun gejala umum hernia inguinal meliputi benjolan di area selangkangan yang tampak lebih jelas saat anak menangis, batuk, atau mengejan.

    “Anak terlihat rewel atau tidak nyaman, terutama saat benjolan terjepit dan jika tidak ditangani, hernia dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat dan kondisi seperti usus terjepit (hernia strangulata), yang merupakan keadaan darurat medis,” katanya.

    Bagaimana cara pencegahan? Kozzy mengingatkan orangtua memantau tanda-tanda awal seperti benjolan di selangkangan anak,  cegah bayi mengejan berlebihan dengan memastikan pola makan sehat dan mencegah sembelit dan rutin periksa anak lahir prematur.

    Hernia inguinal tidak dapat sembuh dengan sendirinya dan memerlukan tindakan operasi.

    “Prosedur ini disebut herniotomi, yaitu operasi untuk mengembalikan organ yang keluar ke posisi semula dan menutup saluran yang terbuka,” katanya.

    Operasi dilakukan dengan bius umum, melalui sayatan kecil di selangkangan, dokter akan memperbaiki dan menutup area yang lemah.

    “Waktu operasi singkat, biasanya 30-45 menit, dengan tingkat keberhasilan sangat tinggi,” katanya.

    Alternatif lain yaitu dengan metode laparoskopi yakni sayatan lebih kecil dan secara kosmetis lebih baik dibandingkan herniotomi konvensional.

    “Orang tua perlu peka terhadap tanda-tanda hernia inguinal. Dengan deteksi dini dan penanganan tepat di fasilitas yang memadai, anak dapat terhindar dari risiko komplikasi dan tumbuh sehat seperti seharusnya,” katanya.

    Direktur Bethsaida Hospital Gading Serpong, dr Pitono mengatakan kesehatan anak adalah prioritas di Klinik Bedah Anak Bethsaida Hospital.

    “Dengan dukungan dokter spesialis berpengalaman di bidang pediatri dan bedah anak, serta fasilitas medis terkini, kami berupaya memberikan penanganan optimal untuk hernia inguinal,” katanya.

     

     

  • RSV Penyakit Pernapasan yang Ancam Kesehatan Lansia, Mudah Menular saat Musim Hujan – Halaman all

    RSV Penyakit Pernapasan yang Ancam Kesehatan Lansia, Mudah Menular saat Musim Hujan – Halaman all

    RSV Penyakit Pernafasan yang Ancam Kesehatan Lansia, Mudah Menular saat Musim Hujan

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Pakar kesehatan bersepakat tentang kekhawatiran terhadap risiko serius Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada populasi lanjut usia (lansia) dan individu dengan penyakit penyerta.

    Kondisi ini diperparah oleh sistem imun lansia yang melemah akibat penuaan, meningkatkan risiko komplikasi serius dan beban kesehatan masyarakat.

    RSV adalah virus pernapasan yang tersebar luas namun kurang dikenal, yang menular melalui inhalasi atau kontak  dengan sekresi pernapasan dari mereka yang terinfeksi.

    Biasanya virus ini menunjukkan gejala-gejala termasuk hidung tersumbat, batuk, mengi, dan demam ringan.

    Diagnosis infeksi RSV sulit, dikarenakan gejalanya yang mirip dengan infeksi pernapasan lain seperti flu biasa, termasuk batuk, pilek, dan demam.

    Proses diagnosis membutuhkan tes khusus yang sering kali mahal, memakan waktu, dan tidak mudah diakses secara luas.

    Lansia dan individu dengan penyakit penyerta sering kali tidak menyadari bahwa gejala mereka disebabkan oleh RSV, sehingga meningkatkan risiko komplikasi serius atau
    bahkan komplikasi fatal.

    Hingga saat inipun belum tersedia pengobatan khusus untuk mengatasi RSV pada
    orang dewasa.

    Mudah Menular saat Musim Hujan

    Meskipun RSV dapat menginfeksi individu kapan saja sepanjang tahun, penyebarannya lebih intensif selama bulan-bulan musim hujan dari September hingga Februari, dan mencapai puncaknya pada bulan-bulan yang lebih dingin di bulan Oktober dan Desember.

    Virus yang sangat menular ini menyebar dengan mudah di dalam rumah tangga, di mana satu orang yang terinfeksi biasanya menginfeksi tiga orang lainnya.

    Meskipun sebagian besar individu yang terinfeksi dapat menularkan dalam jangka waktu 3-8 hari, 14 lansia yang terinfeksi dapat menularkan virus untuk jangka waktu yang lebih lama.

    RSV sering digambarkan sebagai penyakit anak-anak di media sosial karena anak-anak, seperti lansia, memiliki  sistem kekebalan tubuh yang lemah, sehingga mereka rentan. Namun, RSV menimbulkan beban yang lebih besar
    pada lansia.

    Penelitian telah menunjukkan bahwa insiden rawat inap dan kematian akibat RSV jauh lebih tiggi pada lansia dibandingkan pada anak-anak.

    Lansia dengan kondisi tertentu seper

    Selain itu, RSV dapat menyebabkan berbagai komplikasi pernapasan yang berat pada lansia, termasuk henti napas dan gagal napas, gangguan pernapasan, dan emfisema.

    Prediksi kejadian infeksi akibat RSV dalam 3 tahun di Asia Tenggara mencapai 15,2 juta kasus dan di Indonesia, prediksi kejadian infeksi akibat RSV dalam tiga tahun bisa mencapai 6,1 juta kasus.

    “Dengan populasi lansia Indonesia yang terus meningkat, potensi beban kesehatan dan ekonomi akibat RSV pada orang dewasa perlu menjadi perhatian serius,” kata Dokter spesialis dalam  dr. Fariz Nurwidya, SpP(K), PhD ditulis di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

    Pertemuan RespiVerse yang berlangsung pada 13 dan 14 Desember di Bangkok Thailand ini menegaskan, komitmen GSK dalam menghadirkan solusi inovatif untuk tantangan kesehatan pernapasan global.

    VP & Regional Medical Affairs Head Vaccines GSK, Arnas Berzanskis menyatakan, mealui kolaborasi internasional, pemanfaatan teknologi canggih, dan fokus pada pencegahan, berupaya memberikan dampak nyata dalam meningkatkan kualitas hidup pasien di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

    “Pencegahan adalah kunci dalam kesehatan masyarakat, terutama untuk mengatasi penyakit pernapasan seperti RSV, yang lebih sering terjadi dan berbahaya dibandingkan flu,” ujar Arnas.

  • Angka Kematian Bayi dan Ibu Masih Tinggi, Peran Bidan Harus Dioptimalkan – Halaman all

    Angka Kematian Bayi dan Ibu Masih Tinggi, Peran Bidan Harus Dioptimalkan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih terhitung tinggi.

    Selain itu, jumlah stunting di Indonesia juga belum mengalami penurunan signifikan dari tahun sebelumnya.

    Karenannya, masalah-masalah tersebut menjadi salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia untuk mewujudkan generasi yang lebih sehat dan berkualitas.

    Anggota Tim Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Eka Lestari Kurnia, M.MRS menuturkan diperlukan langkah strategis pemerintah seperti peningkatan akses layanan kesehatan serta, optimalisasi teknologi medis, dan edukasi masyarakat untuk memperkuat program kesehatan ibu dan anak.

    Ia mengatakan, AKI dan AKB masih tinggi yang disebabkan oleh dua faktor utama yakni nifas pada tingginya AKI dan stunting pada AKB.

    Hal ini disampaikan dalam kegiatan kolaborasi antara Albusmin dan Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Jawa Barat, baru-baru ini.

    “Saya mengajak para bidan untuk turut serta dalam memperkuat peran pendampingan profesional dalam setiap tahapan kehamilan dan masa nifas. Kolaborasi yang baik antara bidan, pemerintah, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam menurunkan angka stunting dan memastikan kesehatan ibu serta bayi dapat terjaga dengan baik,” kata dr. Eka.

    Wakil Kepala 2 Bidang Pelatihan Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Jawa Barat Dr. Yanti Herawati., S.ST, M.Keb dikesempatan yang sama menjelaskan, sejak tahun 2022, program intervensi stunting pemerintah telah memasukkan salah satu komponen penting baru, yaitu pemberian protein hewani, terutama kepada ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anak usia di bawah dua tahun (baduta).

    Menurutnya, protein hewani menjadi fokus utama karena mengandung zat gizi esensial yang tidak dapat dipenuhi oleh pangan nabati, seperti zat besi  dan vitamin B12, serta asam amino yang lengkap untuk mendukung pertumbuhan tubuh.

    Beberapa sumber protein hewani yang diutamakan dalam program ini adalah telur dan ikan gabus, karena mudah diakses dan kaya manfaat.

    “Pada ibu hamil, konsumsi protein hewani ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang janin secara optimal. Sehingga dapat mengurangi risiko kelahiran dengan berat badan rendah (BBLR) dan mencegah gangguan perkembangan pada masa kehamilan,” kata dr. Yanti.

    Ditambahkan Sekretaris Jendral Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dr. Ulul Albab, Sp.OG bahwa protein albumin memiliki peran penting untuk dikonsumsi pascaoperasi, terutama selama masa nifas mengingat angka kematian ibu (AKI) sebagian besar terjadi pada masa ini, dengan infeksi luka sebagai salah satu penyebab utama.

    Penyembuhan luka memerlukan protein sebagai bahan dasar pembentukan jaringan kolagen, dan albumin menjadi komponen vital dari proses ini.

    “Hypoalbuminemia, atau kadar albumin rendah, diketahui sebagai faktor risiko independen yang memperlambat penyembuhan luka, meskipun sayangnya pemeriksaan kadar albumin masih jarang dilakukan. Salah satu sumber protein albumin adalah ikan gabus. Sebagai alternatif, bisa juga konsumsi suplementasi ekstrak ikan gabus yang tentunya juga mengandung protein albumin dan sudah terbukti mempercepat penyembuhan luka yang sudah terbukti,” ujar dokter Ulul.

    Meski begitu kandungan protein albumin dalam ekstrak ikan gabus dapat bervariasi, tergantung pada cara pengolahannya, sehingga penting untuk memilih ekstrak ikan gabus yang tepat untuk mendapatkan manfaat optimal.

    Albusmin adalah ekstrak ikan gabus yang secara jelas mencantumkan kadar protein dan albumin di dalamnya.

    “Yang membuatnya semakin istimewa adalah formulanya dirancang khusus agar tidak berbau amis. Ini menjadi solusi yang sesuai bagi ibu hamil sampai menyusui yang biasanya lebih sensitif terhadap aroma tertentu, sehingga mereka tetap nyaman mengonsumsinya tanpa rasa khawatir,” ucap Assistant Brand Manager PT. Pharos Indonesia Brigita Zefanya .

    Dengan komitmen bersama dari berbagai pihak, diharapkan target penurunan AKI dan AKB di tahun 2025 dapat tercapai yang salah satunya dengan mengonsumsi suplementasi protein hewani.

  • Bayi dengan Kelamin Ganda Lahir di Batang, Didiagnosis Menderita Sindrom Edward – Halaman all

    Bayi dengan Kelamin Ganda Lahir di Batang, Didiagnosis Menderita Sindrom Edward – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, BATANG – Bayi berkelamin ganda lahir di Desa Lebo, Kecamatan Warungasem, Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

    Bayi tersebut dilahirkan oleh istri Burhanudin dan dinyatakan sebagai bayi dengan kebutuhan khusus.

    Bayi berusia tiga minggu ini memiliki kelamin ganda dan didiagnosis menderita Sindrom Edward, dengan 95 persen tubuhnya mengalami kelainan.

    “Kami ingin melihat langsung kondisi bayi ini, saya mengajak Kadinkes, kepala Puskesmas, Kepala Diskominfo, dan Kesra untuk memastikan kondisi bayi tersebut,” kata Pj Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, saat membesuk keluarga Burhanudin di Desa Lebo, Kecamatan Warungasem, Batang, Kamis (19/12/2024).

    Dari hasil pemeriksaan sementara oleh dokter anak, keluarga bayi ini harus menunggu 40 hari untuk memantau perkembangan sebelum mendapatkan pemeriksaan medis lanjutan di RSUP Kariadi Semarang.

    Pemda Batang berkomitmen memfasilitasi pengobatan bayi ini melalui Puskesmas dan Dinas Kesehatan.

    Meskipun keluarga Burhanudin masih ber-KTP Pekalongan, mereka telah lama tinggal di Batang. “Untuk masalah sosial, administrasi bukanlah halangan. Ini soal kemanusiaan, kita harus peduli,” tegas Lani.

    Pemda Batang memberikan bantuan berupa uang tunai, sembako, dan perlengkapan kesehatan. Pengobatan bayi ini juga akan difasilitasi oleh BPJS Kesehatan. 

    Puskesmas Warungasem siap memberikan pelayanan meski keluarga tersebut terdaftar di Puskesmas Sokorejo, Kota Pekalongan.

    “Walaupun tidak ber-KTP Batang, kami tetap mendapatkan bantuan. Penyakit anak kami didiagnosis sebagai Sindrom Edward, yang sangat langka,” kata Burhanudin.

    Laporan Reporter Ina Indriani | Sumber: https://jateng.tribunnews.com/2024/12/20/kisah-pilu-bayi-lahir-berkelamin-ganda-di-batang-95-persen-tubuhnya-alami-kelainan

  • Kemenkes Imbau Penggunaan Gula dan Garam untuk MPASI Perlu Dibatasi – Halaman all

    Kemenkes Imbau Penggunaan Gula dan Garam untuk MPASI Perlu Dibatasi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Memasuki usia 6 bulan, bayi dapat mulai diperkenalkan dengan berbagai tekstur dan cita rasa makanan melalui pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI). 

    Salah satu pertanyaan yang sering muncul di kalangan orang tua adalah, bolehkah menggunakan gula dan garam dalam MPASI?

    Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Lovely Daisy menjelaskan bahwa penggunaan gula dan garam untuk MPASI pada bayi harus dibatasi.

    “Anjuran sesuai ‘Pedoman Pemberian Makan Bayi dan Anak’ yang diterbitkan Kemenkes tahun 2020, penggunaan gula dan garam dalam MPASI harus dibatasi,” jelas Daisy di Jakarta.

    “Asupan gula dalam bentuk gula tambahan dibatasi di bawah 5 persen total kalori untuk anak di bawah usia 2 tahun. Asupan gula yang disarankan berupa gula alamiah seperti buah segar, bukan jus buah atau produk dengan tambahan pemanis,” ungkapnya dilansir dari website resmi, Kamis (19/12/2024). 

    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang mengatur terkait pesan gizi seimbang untuk anak usia 6-24 bulan.

    Yaitu MPASI yang baik apabila tidak menggunakan gula dan garam tambahan, penyedap rasa, pewarna, dan pengawet.

    “Perlu diingat, kandungan gula juga terdapat dalam makanan lain yang mengandung karbohidrat sederhana, sehingga penambahan gula pada MPASI tidak diperlukan,” sambung Daisy. 

    Untuk meningkatkan rasa, maka orang tua dapat menggunakan bumbu tambahan lain, misalnya tomat, bawang, jahe, atau rempah-rempah alami lainnya. 

    Mengenai penggunaan garam, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia menyebutkan bahwa kebutuhan natrium harian untuk anak usia 6-12 bulan adalah 370 mg per hari, sedangkan anak usia 1-3 tahun adalah 800 mg per hari.

    “Jadi, kebutuhan garam pada anak usia 6-23 bulan kurang dari 1 gram per hari,” lanjut Lovely Daisy.

    Adapun kebutuhan garam ini sebenarnya dapat dipenuhi dari kandungan natrium dalam bahan pangan segar. 

    Berdasarkan ‘Tabel Komposisi Pangan Indonesia’ yang diterbitkan Kemenkes pada 2020, beberapa bahan pangan segar yang mengandung natrium antara lain:

    100 gram daging ayam segar mengandung natrium 109 mg

    100 gram hati ayam segar mengandung natrium 1.068 mg

    100 gram ikan teri segar mengandung natrium 554 mg

    100 gram ikan bawal mengandung natrium 129 mg

    100 gram udang segar mengandung natrium 178 mg

    100 gram telur ayam kampung mengandung natrium 190 mg

    100 gram telur ayam ras mengandung natrium 142 mg

    100 gram kacang hijau rebus mengandung natrium 447 mg

    Penyiapan MPASI dari Makanan Keluarga

    Lebih lanjut, dr. Lovely Daisy menjelaskan bahwa MPASI untuk anak usia di atas 1 tahun dapat diambil dari makanan keluarga. 

    Namun, dalam penyiapannya, makanan tersebut perlu dipisahkan terlebih dahulu sebelum penambahan bumbu seperti gula, garam, atau penyedap rasa.

    “Rekomendasi gizi seimbang secara umum juga menganjurkan pembatasan penggunaan gula, garam, dan minyak sehingga makanan keluarga pun seharusnya rendah gula dan garam,” katanya.

    “Pedoman global dari UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan agar menghindari menambahkan gula dan garam ke makanan dan minuman siap saji di rumah.”

    Daisy mengingatkan bahwa penggunaan gula dan garam dalam MPASI dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular pada masa mendatang, apalagi jika pemberian gula dan garam itu dilakukan secara berlebihan.

    Gula dapat berkontribusi pada asupan energi berlebih yang dapat menyebabkan obesitas dan karies gigi. 

    Ginjal bayi belum bisa mencerna garam dalam jumlah banyak seperti orang dewasa.

    Sehingga kelebihan konsumsi natrium dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi ginjal.

    “Selain itu, konsumsi gula dan garam pada masa MPASI dapat berkontribusi pada preferensi untuk makanan dengan rasa manis dan asin seumur hidup,” tutupnya.