Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • BGN Tegaskan Tidak Ada Mandat untuk Ormas Jalankan Program Makan Bergizi Gratis – Halaman all

    BGN Tegaskan Tidak Ada Mandat untuk Ormas Jalankan Program Makan Bergizi Gratis – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Gizi Nasional (BGN) Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan buka suara pasca viralnya organisasi masyarakat (ormas) yang mengaku mendapat mandat resmi untuk menjalankan program makan bergizi gratis (MBG).

    Ia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak pernah memberikan mandat atau Surat Keputusan (SK) kepada ormas manapun terkait program makan siang bergizi gratis.

    “Klaim ini adalah informasi yang keliru dan berpotensi menyesatkan masyarakat,” kata Lalu Iwan ditulis Jumat (27/12/2024).

    Lalu Iwan menyayangkan, keberanian beberapa pihak, yang secara terang-terangan mengklaim jika pihaknya legal karena mendapat SK dari Badan Komunikasi Nasional Desa se-Indonesia (BKNDI) yang kemudian mengaitkan institusi BGN untuk memperkuat klaim tersebut.

    “Ini bukan hanya membingungkan publik, tapi juga melukai nama baik institusi kami. Hal seperti ini tidak bisa kami biarkan,” tegas Lalu Iwan.

    Sebagai langkah tegas, melalui Biro Hukum memastikan akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum agar tidak ada lagi pihak yang berani menyalahgunakan nama institusi resmi seperti ini,” ujarnya.

    “Kami sangat berharap masyarakat lebih kritis. Jangan mudah percaya pada klaim sepihak yang memanfaatkan nama besar lembaga resmi. Kami tidak akan pernah main-main dengan tanggung jawab yang diamanahkan kepada kami,” pesan Kombes Pol Lalu Iwan.

    Badan Gizi Nasional tidak pernah meminta biaya atau donasi dalam bentuk apa pun terkait program-program MBG.

    ⁠Petugas resmi Badan Gizi Nasional selalu dilengkapi dengan dokumen tugas yang dapat diverifikasi. ⁠

    “Kami menghimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak ragu melaporkan kejadian mencurigakan,” ucap dia.

  • Jelita Bahar Idap Anxiety Disorder, Segera Temui Dokter Jika Alami Gangguan Kecemasan Seperti Ini – Halaman all

    Jelita Bahar Idap Anxiety Disorder, Segera Temui Dokter Jika Alami Gangguan Kecemasan Seperti Ini – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Pedangdut Annisa Bahar menceritakan kondisi anaknya Jelita Bahar.

    Jelita Bahar didiagnosa mengalami Anxiety Disorder atau gangguan kecemasan.

    Ia mengaku bingung kala mendapati anaknya sering menangis, kejang hingga harus keluar masuk rumah sakit.

    Bahkan Annisa sempat membawa sang putri berobat ke ‘orang pintar’.

    “Aku tahu, tapi aku enggak mengerti kalau ada penyakit seperti itu. Jadi aku pikir, anak ini kenapa? Bukannya bawa ke psikiater, aku malah bawa ke orang pintar,” kata  Anisa dikutip dari tayangan Rumpi, Kamis (26/12/2024). 

    Berikut adalah gejala yang harus diketahui saat seseorang mengalami gangguan kecemasan.

    Mengutip dari Mayo Clinic tanda umum anxiety disorder berupa, merasa gugup, gelisah, atau tegang, merasakan bahaya, panik, atau malapetaka yang akan datang, memiliki peningkatan denyut jantung, bernapas cepat (hiperventilasi).

    Selain ini, seseorang juga berkeringat, gemetar, merasa lemah atau lelah, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan tidur, mengalami masalah gastrointestinal (GI), kesulitan mengendalikan kekhawatiran maupun memiliki keinginan untuk menghindari hal-hal yang memicu kecemasan.

    Kapan waktu yang tepat untuk menemui dokter?

    Temui dokter atau penyedia layanan kesehatan mental sebelum kecemasan bertambah parah.

    Jika ditemukan lebih awal maka Lebih mudah diobati.

    Temui dokter jika kondisi terlalu khawatir itu mengganggu pekerjaan, hubungan, atau aspek lain.

    Kemudian, saat ketakutan, kekhawatiran, atau kecemasan membuat Anda kesal dan sulit dikendalikan

    Ketika merasa tertekan, memiliki masalah dengan penggunaan alkohol atau narkoba, atau memiliki masalah kesehatan mental lain bersamaan dengan kecemasan.

    Kecemasan berdampak pada kesehatan fisik hingga memiliki pikiran atau perilaku bunuh diri.

  • 5 Cara Perlindungan Anak, Cegah Penyakit Menular di Musim Liburan – Halaman all

    5 Cara Perlindungan Anak, Cegah Penyakit Menular di Musim Liburan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Liburan sekolah telah tiba. Hal ini menjadi momen yang penuh keceriaan bagi anak-anak dan keluarga untuk bersantai.

    Sebagian keluarga bahkan ada yang memutuskan untuk pergi berlibur. 

    Namun, pergerakan manusia selama perjalanan berpotensi meningkatkan risiko penularan berbagai penyakit pada anak. 

    Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah cacar air dan gondongan, yang saat ini sedang mewabah di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Cilegon, Tangerang Selatan, dan Situbondo.

    Karena itu, penting bagi para orang tua untuk mengambil langkah-langkah proaktif guna melindungi kesehatan anak-anak, baik selama liburan maupun sebelum kembali ke sekolah.

    Untuk membantu keluarga menjalani liburan yang sehat, Dokter Spesialis Anak Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis Anak Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A(K), membagikan lima tips perlindungan berikut.

    Jaga Pola Makan dan Istirahat Anak

    Liburan seringkali membuat jadwal makan dan tidur anak terganggu, padahal pola makan bergizi dan istirahat yang cukup sangat penting untuk menjaga daya tahan tubuh. 

    Menurut data UNICEF, lebih dari 95 persen anak usia sekolah dan remaja tidak memenuhi asupan harian buah dan sayuran yang direkomendasikan.

    “Pastikan anak tetap makan setiap hari secara teratur dengan menu seimbang, termasuk protein, sayur, buah, dan susu. Jangan lupa, anak usia sekolah membutuhkan 9-11 jam tidur per malam untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalnya,” ungkap dr Anggraini pada keterangannya, Kamis (26/12/2024). 

    Waspadai Gejala Cacar Air dan Gondongan

    Perjalanan liburan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit menular seperti cacar air dan gondongan yang mudah menyebar. 

    Oleh karena itu, dr. Anggi menyarankan para orang tua untuk memahami gejala penyakit tersebut sebagai langkah antisipasi. 

    “Selain membawa obat-obatan dasar seperti obat penurun demam dan vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh, pastikan juga untuk mewaspadai gejala awal cacar air dan gondongan pada anak,” imbuhnya. 

    Jika anak mulai menunjukkan tanda-tanda seperti munculnya bintik-bintik merah, demam, atau pembengkakan pada leher, segera konsultasikan dengan dokter. 

    Dengan demikian, orang tua dapat mencegah penyakit berkembang lebih lanjut dan memutus rantai penularan.”

    Hindari Kontak Dekat dengan Penderita Cacar Air dan Gondongan

    Selama liburan, anak-anak sering kali berinteraksi dengan banyak orang, termasuk di tempat umum atau destinasi wisata. 

    Untuk mengurangi risiko penularan penyakit, dr. Anggi mengingatkan pentingnya menghindari kontak langsung dengan orang yang menunjukkan gejala dari kedua penyakit tersebut. 

    Pastikan anak tidak berdekatan dengan orang yang sakit, terutama yang menunjukkan gejala cacar air atau gondongan. 

    Karena kedua penyakit ini menular melalui percikan ludah dan khusus cacar air juga menular bila tersentuh lesi kulit. 

    Selain itu, penting juga mengajarkan anak untuk menggunakan masker di sekitar penderita dan menjaga jarak guna mencegah penularan. 

    “Pada kontak erat pasien yang mengalami cacar air dan gondongan, seperti adik atau kakak, teman sekelas dan teman bermain, sebaiknya diberikan vaksinasi sesegera mungkin, untuk menurunkan kemungkinan terjangkit penyakit,” tambah dr. Anggi.

    Pastikan Vaksinasi Lengkap Sebelum Bepergian

    Langkah utama dalam mencegah penyakit seperti cacar air dan gondongan adalah memastikan anak mendapatkan vaksinasi yang direkomendasikan. 

    Vaksinasi ini dapat membantu mencegah komplikasi serius seperti meningitis akibat gondongan atau infeksi kulit yang luas akibat cacar air. 

    “Vaksinasi adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah risiko penularan penyakit cacar air dan gondongan, terutama di lingkungan yang melibatkan aktivitas anak-anak seperti sekolah, day care, playground, atau bahkan tempat wisata selama liburan,” papar dr. Anggi.

    Untuk melindungi anak-anak, imunisasi MMR (Measles, Mumps, and Rubella) dan Varicella telah menjadi bagian penting dari jadwal imunisasi di Indonesia. 

    Sebelumnya, kedua vaksin ini diberikan secara terpisah. 

    Namun, seiring perkembangan teknologi di bidang vaksin, kini tersedia vaksin kombinasi MMRV (Measles, Mumps, Rubella, and Varicella) yang menawarkan perlindungan terhadap empat penyakit berbahaya.

    Yaitu campak, gondongan, rubella, dan cacar air – dalam satu suntikan. 

    Inovasi ini memudahkan orang tua untuk memberikan perlindungan yang lebih praktis dan efisien bagi kesehatan anak-anak

    Dalam pembaruan Jadwal Imunisasi Anak 2024, vaksin MMRV direkomendasikan sebagai dosis primer untuk anak usia 2 tahun ke atas yang belum divaksinasi MR/MMR dan varisela.

    Serta sebagai booster untuk anak di bawah 2 tahun yang telah menerima MR/MMR atau varisela.

    Ajarkan Kebiasaan Hidup Bersih 

    Country Medical Lead MSD Indonesia, dr. Mellisa Handoko Wiyono menambahkan, “Tips lainnya yang tidak kalah penting yaitu mengajarkan anak menerapkan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

    Karena kesehatan mereka sangat bergantung pada kebiasaan sehari-hari. 

    Hal sederhana seperti mencuci tangan dengan sabun, menutup mulut saat batuk atau bersin.

    Serta menghindari menyentuh wajah dengan tangan kotor dapat membantu mencegah penyakit menular. 

    Orang tua perlu proaktif dalam melindungi kesehatan anak-anak dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat. 

    “Dengan demikian, anak-anak dapat menikmati liburan dengan aman dan kembali ke sekolah dalam kondisi prima,” tutup Mellisa. 

     

  • Ketahui Tanda Adanya Fibrosis dan Kapan Harus Segera ke Memeriksakan Diri ke Dokter – Halaman all

    Ketahui Tanda Adanya Fibrosis dan Kapan Harus Segera ke Memeriksakan Diri ke Dokter – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Fibrosis paru adalah penyakit paru-paru yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi berbahaya.

    Di antaranya seperti gangguan pernapasan, gagal napas dan sebagainya. 

    Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apa saja gejala dari fibrosis dan kapan sebaiknya segera pergi ke rumah sakit. 

    Menurut Dokter Spesialis Paru dr. Arini Purwono ada beragam gejala yang muncul dari penyakit fibrosis ini. 

    Pertama, adanya batuk kering yang kronik atau berkepanjangan. 

    “Dalam konteks fibrosis paru, jika (batuk) di atas 3 bulan menetap, pengobatan yang standar yang sudah diberikan, maka kita harus harus waspada, apakah memang ada fibrosis paru,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/12/2024).

    Kedua, adanya rasa sesak. Rasa sesak ini tidak bersifat akut. 

    Awalnya, pasien mungkin akan merasa mudah lelah. Terkadang baru berjalan 100 meter sudah mengeluh. Padahal biasanya aktivitas ini mudah dilakukan. 

    “Atau mungkin saya naik tangga saru lantai atau beberapa step aja kok udah capek ya.

    Nah, yang berlangsung tadi, berlangsung lama. Jadi, kita bikin cut-off terutama di atas 3 bulan gitu,” paparnya. 

    Ketiga,  berat badan turun tanpa penyebab yang jelas. Padahal mungkin nafsu makan biasa saja. Tapi berar badan turun terus. 

    Keempat, bicara soal fibrosis paru-paru, kadang berkaitan dengan autoimun. 

    “Autoimun kan juga punya gejala hasil yang masing-masing. Misalkan, Rheumatoid Arthritis, sendi-sendi terasa linu atau paku di pagi hari, itu juga bisa. Atau mungkin lupus yang ada merah-merah ruang-ruang ya, di pipi atau ruang tempat lain,” jelasnya. 

    Lantas kapan waktu yang tepat memeriksakan diri ke dokter?

    Menurut dr Arini, selain gejala di atas, jika terjadi gangguan pernapasan yang menetap sampai dua minggu, maka sebaiknya langsung memeriksakan diri ke dokter.

    “Jadi, kalau dari saya, ada keluhan respirasi, atau keluhan pernapasan lebih dari dua minggu, yang tidak membaik dengan obat biasa, sebaiknya periksakan diri ke dokter,” imbaunya. 

    Sehingga, pasien bisa mencegah keterlambatan atau berada dalam kondisi yang sudah lanjut.

     

     

  • Ketahui Tanda Adanya Fibrosis dan Kapan Harus Segera ke Memeriksakan Diri ke Dokter – Halaman all

    Apakah Fibrosis Paru Bisa Disembuhkan Secara Total? Begini Penjelasan Dokter – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fibrosis paru termasuk salah satu penyakit paru-paru serius. 

    Di mana, kondisi ini bisa meninggalkan bekas luka dan menebalkan jaringan paru.

    Hal ini berdampak pada jaringan penghubung di paru-paru dan alveoli (kantung udara di dalam paru-paru).

    Kerusakan paru-paru secara bertahap menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Jaringan paru-paru yang keras dan kaku tidak mengembang sebagaimana mestinya.

    Sehingga dapat menyebabkan sesak napas hingga menganggu kualitas hidup.

    Lantas, apakah orang yang terlanjur mengalami fibrosis bisa sembuh?

    Terkait hal ini, Dokter Spesialis Paru dr. Arini Purwono, Sp.P beri penjelasan.

    Menurut dr Arini, pasien yang sudah mengalami fibrosis paru tetap menjalani pengobatan untuk seterusnya.

    “Dalam konteks fibrosis paru-paru, sebenarnya pengobatan terus-menerus, seumur hidup,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/12/2024).

    Nantinya, dokter akan melakukan evaluasi secara berkala.

    Ketika gejala yang muncul ada perbaikan, maka dokter akan menurunkan dosis obatnya.

    “Maka nanti kita akan pikirkan bagaimana kita menurunkan dosis obatnya, hingga jika memang dilepas.  Cuma jarang sih karena kebetulan kita seringnya ketemu pasien yang udah tahapan lanjut,” imbuhnya.

    Jadi penanganan yang dilakukan seterusnya adalah memastikan gejala tidak bertambah parah.

    Sehingga pasien bisa tetap menjalani aktivitas secara normal.

    “Tapi (obat) harus dikonsumsi, atau terapi harus seumur hidup,” tutupnya.

    Di sisi lain, ia juga menekankan adanya gaya hidup yang perlu diubah sembari melakukan pengobatan atau pemulihan.

    Seperti yang paling utama adalah berhenti merokok.

    Merokok diketahui menjadi salah satu faktor yang sangat besar dalam memperburuk kondisi fibrosis paru.

    Kemudian, berikutnya adalah pemenuhan asupan gizi yang tepat.

    “Jadi akan jauh lebih baik kalau komponennya gizi seimbang, komponen karbohidrat, lemak, protein. Ini menjadi faktor yang sangat penting,” lanjutnya.

    Selain itu, penting untuk mengontrol penyakit komorbid jika ada.

    Misalnya, pada penyakit jantung, kolestrol perlu dikurangi. Atau pada pasien diabetes, gula harus terkontrol.

    Terakhir, penting untuk menerapkan olahraga secara teratur. 

  • Jangan Diabaikan, Ketahui Apa Saja Komplikasi Akibat Fibrosis Paru-Paru – Halaman all

    Jangan Diabaikan, Ketahui Apa Saja Komplikasi Akibat Fibrosis Paru-Paru – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fibrosis paru adalah gangguan pernapasan akibat terbentuknya jaringan parut di organ paru-paru.

    Kondisi ini menyebabkan paru-paru tidak berfungsi fungsi secara normal.

    Jika fungsi paru-paru tidak normal, maka bisa membuat penderitanya mudah mengalami sesak napas.

    Namun, jangan diabaikan. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, ada risiko komplikasi yang bisa terjadi di kemudian hari.

    Hal ini diungkapkan oleh Dokter Spesialis Paru dr. Arini Purwono, Sp.P. Komplikasi pertama adalah terjadinya kerusakan pada paru-paru.

    “Paling sering pertama adalah kerusakan atau tadi jaringan parut di paru-paru. Maka akibatnya pertukaran oksigen akan terganggu,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/12/2024).

    Akibatnya, paru-paru tidak bisa menarik oksigen dengan kapasitas penuh.

    Jika tadinya paru-paru bisa menarik oksigen hingga 100 persen, Ketika ada kondisi fibrosis, kapasitasnya turun menjadi 50 persen saja.

    Kondisi ini, jika berlangsung secara bertahun-tahun bisa menimbulkan risiko komplikasi kedua yaitu gagal napas.

    “Namanya gagal napas ini tidak semerta-merta pasien kemudian sesak dan berhenti bernapas. Tapi tadi keluhan (awal) seperti cepat lelah,” lanjutnya.

    Ketiga, berisiko kegagalan fungsi pada organ yang lain.

    Akibat fungsi paru-paru terganggu, oksigen yang masuk ke dalam tubuh berkurang.

    “Dampaknya, oksigen yang dihantarkan ke otak, jantung dan organ vital lain akan menjadi rendah. Tentu saja akan terjadi kegagalan organ lainnya,” jelas dr Arini. 

    Sebagai contoh, gagal jantung. Paru-paru diketahui berdekatan dengan jantung, sehingga sangat berpengaruh.

    Akibat kadar oksigen yang rendah, maka jantung harus bekerja lebih keras. Sehingga kondisi dapat berujung menyebabkan  terjadinya komplikasi jantung. 

  • Jangan Sembarangan Dengarkan Musik Sebelum Tidur, Berikut Tips Agar Telinga Tetap Sehat – Halaman all

    Jangan Sembarangan Dengarkan Musik Sebelum Tidur, Berikut Tips Agar Telinga Tetap Sehat – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Sebagian orang punya kebiasaan mendengarkan musik relaksasi sampai tertidur. 

    Maka tidak jarang ada yang menggunakan alat bantu dengar seperti headset atau earphone. 

    Terkait hal ini, Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher, dr Abdillah Hasbi A, Sp THTBKL bagikan tips menjaga agar telinga agar pendengaran tetap sehat.

    “Pertama adalah gunakanlah speaker bluetooth atau speaker (jenis) apa pun. Kalau tidak ada, gunakan speaker yang dari handphone saja,” ungkapnya pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/12/2024).

    Kedua, kalau menggunakan earphone atau headphone, maka disarankan untuk mengikuti aturan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. 

    “Itu ada aturan yang namanya 60-60 yang selama ini juga oleh WHO. Disarankan untuk menggunakan aturan itu saat menggunakan device untuk mendengar,” imbuhnya. 

    Ia pun menjelaskan maksud dari aturan 60-60 ini. 

    Pertama, selalu menggunakan earphone atau headphone dengan volume 60 persen dari total range volume yang ada di device. 

    Diimbau pada pengguna headset untuk tidak menggunakan volume suara lebih dari 60 persen. 

    “Sebetulnya dalam smartphone atau smart device apapun itu sudah ada penangkalnya si volume itu akan berubah jadi merah kalau kita sudah melewati ambang batas yang disarankan,” lanjutnya. 

    Kedua, menggunakan earphone tidak boleh lebih dari 60 menit atau satu jam. 

    Namun, saat tidur mungkin pendengar sulit untuk menggunakan aturan ini. 

    Oleh karena itu, penggunaan kedua alat ini tetap harus dibatasi. 

    “Jadi, tetap saja walaupun kita atur volume-nya tetap tidak aman menurut saya. Nah belum alat itu kan makin lama makin digunakan itu makin panas, itu juga harus diperhatikan,” imbaunya. 

  • Rentan Stres, Ibu Pekerja Perlu Memperhatikan Diri Sendiri – Halaman all

    Rentan Stres, Ibu Pekerja Perlu Memperhatikan Diri Sendiri – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Psikolog dari Rumah Konsul Indonesia, Dian Sartika Sari, M.Psi., mengatakan, perempuan yang bekerja sekaligus mengurus rumah tangga rentan mengalami kondisi stres yang tinggi.

    Hal ini dikarenakan tuntunan pekerjaan dan dinamika keluarga.

    Karenanya, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara stres (distress) dan eustress dalam kehidupan sehari-hari.

    Bagaimana caranya?

    Ia merekomendasikan alokasi waktu 60 persen untuk aktivitas produktif dan 40 persen untuk istirahat.

    “Istirahat ini tidak harus berupa tidur, tetapi juga bisa dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti olahraga, meditasi, atau menekuni hobi,” ujarnya dikutip dari laman UGM.ac.id, Kamis (26/12/2024).

    Dian memaparkan, ada berbagai tantangan yang dihadapi ibu bekerja, termasuk bagaimana membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga, serta memberikan strategi untuk menjalankan peran ganda secara seimbang dan sehat.

    Dukungan sosial dan self-care penting bagi ibu bekerja.

    “Ibu bekerja lebih mampu memanage waktu. Ketika di kantor, mereka fokus pada pekerjaan, sementara di rumah, perhatian mereka terpusat pada anak dan keluarga. Hal ini membuat pembagian waktu mereka menjadi lebih efektif,” tutur dia.

    Berdasarkan penelitian, waktu yang dihabiskan antara ibu bekerja dan ibu tidak bekerja untuk keluarga sebenarnya relatif sama.

    Namun, masing-masing ibu memiliki cara berbeda dalam mengelola waktu dan menemukan kebahagiaan.

    “Ibu bekerja memang cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan ibu rumah tangga (IRT), tetapi kebahagiaan atau well-being mereka juga lebih baik,” katanya.

    Menurut Dian, kebahagiaan dan kualitas hidup yang lebih baik ini disebabkan karena ibu pekerja memiliki kesempatan untuk mengaktualisasi diri, bertemu teman baru, dan mendapatkan dukungan sosial.

    “Perbedaannya terletak pada apa yang membuat masing-masing ibu merasa bahagia. Kebahagiaan inilah yang nantinya menentukan kesehatan mental keluarga secara keseluruhan,” tambah dia.

    Meski demikian, apapun pilihan seorang ibu, baik bekerja maupun tidak bekerja, keduanya adalah baik selama dapat membawa kebahagiaan.

    “Kebahagiaan ibu sangat berpengaruh pada kesehatan mental keluarga. Penting bagi setiap ibu untuk menjaga keseimbangan dan memberikan perhatian pada diri sendiri. Lakukan apa yang membuat Ibu-Ibu sekalian bahagia,” harap Dian.

  • CISDI: Pemberian Susu Tinggi Gula dalam Program Makan Bergizi Gratis Tidak Tepat – Halaman all

    CISDI: Pemberian Susu Tinggi Gula dalam Program Makan Bergizi Gratis Tidak Tepat – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai pemberian susu Ultra High Temperature (UHT) tinggi gula pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak tepat.

    Pemberian susu UHT tinggi gula dinilai tidak selaras dengan semangat MBG untuk memberikan gizi optimal kepada anak-anak sekolah.

    Karena itu CEO dan founder CISDI, Diah Satyani Saminarsih menyebut susu tersebut tidak disarankan diberikan pada anak-anak.

    “Jadi susu UHT itu tinggi gula. Dan itu yang kita selalu hindari karena [susu] itu akhirnya masuknya ke dalam kategori minuman berpemanis dalam kemasan,” ujar Diah ditulis Kamis (26/12/2024).

    Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan susu UHT digunakan saat melakukan uji coba program MBG.

    Wakil presiden Gibran Rakabuming Raka  terlihat membagikan susu itu kepada anak-anak dalam berbagai kegiatannya.

    Diah juga turut menyoroti tujuan dan target yang ingin dicapai melalui program MBG.

    Ia meminta agar pemerintah secara gamblang menjelaskan sasaran dalam program unggulan Prabowo ini.

    “Apa yang mau dikoreksi (dari MBG)? untuk usia berapa? dan ingin mengurangi makanan yang tinggi gula garam lemaknya? Perlu perjelas program ini seperti apa?” tutur Diah.

    Hal yang tidak kalah penting juga menurut Diah adalah penerapan standar gizi dari program MBG, lantaran pemerintah memutuskan program ini dipatok Rp10.000 per porsi.

    “Rp10.000 itu standarnya apa? Apa angka kecukupan gizinya sudah dihitung? Bukan hanya untuk membuat perut kenyang saja, namanya juga makan bergizi gratis,” ungkap Diah.

    Mengutip Survei Kesehatan Indonesia 2023, 47,5 persen masyarakat Indonesia masih mengonsumsi minuman berpemanis lebih dari satu kali dalam sehari.

    Kemudian, 91,3 persen masyarakat juga mengaku mudah mengakese miuman tinggi gula dan pangan olahan ultra.

    Untuk diketahui susu UHT atau susu ultra-heat treatment adalah susu yang dipanaskan pada suhu lebih dari 135° Celsius selama beberapa detik.

    Meski dianggap lebih steril, namun konsumsi susu UHT harus sangat diperhatikan, karena susu UHT tidak diperuntukkan untuk segala usia, khususnya bayi.

    Adapun kandungan susu UHT seperti zat besi cukup rendah. Padahal, zat besi memiliki peranan penting mencegah terjadinya anemia dan menjaga kesehatan sel-sel tubuhnya.

  • Ketahui Tanda Adanya Fibrosis dan Kapan Harus Segera ke Memeriksakan Diri ke Dokter – Halaman all

    Perokok Hingga Penderita Penyakit Metabolik Rentan Alami Fibrosis pada Paru-Paru – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fibrosis paru adalah gangguan pernapasan akibat terbentuknya jaringan parut di organ paru-paru. 

    Kondisi ini menyebabkan paru-paru tidak berfungsi secara normal.

    Jika fungsi paru-paru tidak normal, maka bisa membuat penderitanya mudah mengalami sesak napas.

    Bahkan, orang tersebut bisa kesulitan walau hanya melakukan aktivitas ringan, seperti berjalan kaki. 

    Menurut Dokter Spesialis Paru dr. Arini Purwono, Sp.P, ada beberapa kelompok orang yang rentan mengalami fibrosis ini. 

    Di antaranya perokok, orang dengan riwayat keluarga, hingga mereka yang memiliki penyakit metabolik. 

    “Yang paling rentan sudah pasti perokok, apalagi perokok berat ya. Dan sebenarnya, perokok pun bukan hanya membahayakan diri sendiri, tapi juga orang terdekatnya,” ungkap dr Arini pada talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan, Kamis (26/12/2024). 

    Kemudian orang yang rentan mengalami fibrosis adalah pekerja di lingkungan yang berisiko, seperti di sekitar debu atau asap. 

    Risiko itu terus meningkat jika pekerja tersebut tidak menggunakan alat pelindung yang baik dan sesuai saat bekerja. 

    “Sehingga pajanan di sekitar dia itu dengan mudahnya masuk dan menetap bertahun-tahun,” imbuhnya. 

    Selanjutnya, kemunculan fibrosis juga dipengaruhi oleh faktor genetik. 

    Misalnya, seseorang memiliki bapak perokok berat, atau ibu yang mempunyai bawaan genetik penyakit interstisial lung disease.

    Maka, anaknya punya kemungkinan cukup besar untuk mengalami fibrosis. 

    Mungkin di kemudian hari,  usia lanjut, atau mungkin bisa pada usia muda.

    “Jadi, beberapa penyakit, kita bilang idiopatik pulmonary fibrosis, itu justru faktor risiko terbesarnya adalah rokok, dan juga ribuan penyakit keluarga yang memiliki penyakit yang sama, seperti itu. Jadi genetik ada,” paparnya. 

    Kemudian selain itu, orang dengan penyakit komorbid seperti diabetes hingga jantung juga bisa meningkatkan risiko terjadinya fibrosis. 

    “Jadi pasien dengan gula, diabetes terutama tidak terkontrol, penyakit jantung, penyakit keganasan, enggak harus kanker paru, keganasan apapun, itu juga menjadi faktor risiko,” pungkasnya.