Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • Program Cek Kesehatan Gratis Dipuji WHO, Tedros Serukan Negara Lain Meniru Indonesia – Halaman all

    Program Cek Kesehatan Gratis Dipuji WHO, Tedros Serukan Negara Lain Meniru Indonesia – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji, program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang baru saja diluncurkan Indonesia pada Senin (10/2/2025).

    Tedros berharap, negara lain turut membuat program cek kesehatan serupa sebagai upaya pencegahan beragam penyakit.

    Hal itu disampaikan Tedros melalui media sosial X yang dikutip Tribun, Selasa (11/2/2025).

    “Sebuah inisiatif hebat dari Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dan Kemenkes – Kesehatan adalah hadiah terbaik bagi semua warga negara,” tulis Tedros.

    “Kami menyerukan semua negara untuk melakukan pencegahan penyakit dan deteksi dini,” lanjut dia.

    Diketahui, CKG resmi dilaksanakan di seluruh puskesmas di Indonesia.

    WHO PUJI INDONESIA – Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus memuji, program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang baru saja diluncurkan Indonesia pada Senin (10/2/2025). (x.com/Dr Tedros)

    Dengan total sasaran mencapai 280 juta, program ini menjadi program terbesar yang dijalankan kemenkes.

    Tentang cek kesehatan gratis

    Masyarakat bisa memanfaatkan tiga momentum ini untuk bisa mengikuti CKG.

    Pertama, PKG saat ulang tahun yang akan dimulai 10 Februari diperuntukan bagi mereka yang berusia 0-6 tahun dan 18 tahun ke atas.

    CEK KESEHATAN GRATIS – Seorang warga sedang melakukan pemeriksaan tekanan darah di puskesmas Tanah Abang saat cek kesehatan gratis yang dimulai Senin (10/2/2025). (Tribunnews.com/Rina Ayu)

    Pemeriksaan ini bisa dilakukan di puskesmas dan klinik.

    Kedua, PKG sekolah dimulai Juli 2025 untuk mereka yang berusia 7-17 tahun. PKG sekolah ini akan dilakukan saat tahun ajaran baru di sekolah.

    Ketiga, PKG khusus diperuntukan bagi ibu hamil dan balita di puskesmas dan posyandu.

    Tujuan utama program ini adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dengan identifikasi faktor risiko, deteksi kondisi pra penyakit dan deteksi penyakit lebih awal.

     

    Diawasi

    Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, meminta agar pelaksanaan program cek kesehatan gratis oleh pemerintah perlu diawasi secara ketat.

    Cucun menilai, hal tersebut penting agar tidak ada oknum-oknum yang berusaha mencari keuntungan dari program cek kesehatan gratis.

    “Pengawasan harus dilakukan secara terpadu, terutama untuk mengantisipasi tindakan ilegal seperti adanya pungli (pungutan liar) yang justru membebani rakyat,” kata Cucun dalam keterangannya, Selasa (11/2/2025).

    Karenanya, dia mendorong pelaksanaan cek kesehatan gratis diawasi hingga ke daerah-daerah terpencil.

    “Jangan sampai program yang baik ini ditunggangi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Maka pengawasan terhadap teknis-teknis di lapangan harus dilakukan dengan ketat sehingga program CKG betul-betul dirasakan manfaatnya oleh rakyat,” ujar Cucun.

    PROGRAM CKG DIMULAI – Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi mengecek pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Puskesmas Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Senin, 10 Februari 2025. Pemerintah resmi memulai Program CKG sebagai upaya memperkuat SDM menuju Indonesia Emas. (Dok. Kantor Komunikasi Kepresidenan)

    Cucun pun mengapresiasi program Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini.

    “Ini menjadi wujud kehadiran Negara di APBN 2025! Kami melihat pemerintahan Pak Prabowo Subianto terus melakukan berbagai penguatan dalam hal kesejahteraan rakyat (Kesra), termasuk program CGK ini menjadi peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat,” ucapnya.

    Dia berharap, program cek kesehatan gratis dapat membuat masyarakat semakin memiliki kesadaran untuk bisa hidup lebih sehat. 

    “Karena lewat program ini, masyarakat bisa mengantisipasi berbagai penyakit karena skrining kesehatan kini mudah diakses,” tegas Cucun.

  • Bisa Jadi Alternatif Upaya Berhenti Merokok, Kemenkes Tunggu Hasil Riset Tobacco Harm Reduction – Halaman all

    Bisa Jadi Alternatif Upaya Berhenti Merokok, Kemenkes Tunggu Hasil Riset Tobacco Harm Reduction – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan data risiko merokok menjadi penyebab kematian terbesar kedua di Indonesia.

    Situasi ini memunculkan pentingnya keterbukaan terhadap strategi lain yang bisa diterapkan untuk menurunkan risiko akibat rokok hingga membantu perokok berhenti merokok.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menuturkan, penerapan Tobacco Harm Reduction (THR) bisa menjadi salah satu cara yang bisa diambil dalam mengatasi hal itu.

    “Kalau melihat definisinya, THR ini fokus pada mengurangi dampak risiko dari merokok. THR bisa menjadi salah satu alternatif dalam upaya berhenti merokok. Kami akan menunggu hasil risetnya untuk masukan kebijakan kita,” kata Siti Nadia Tarmizi dalam acara diskusi di Jakarta, dikutip Selasa (11/2/2025).

    Tobacco Harm Reduction merupakan salah satu metode alternatif untuk menurunkan risiko produk tembakau.

    Dia tidak menampik bahwa THR bisa menjadi salah satu alternatif dalam upaya berhenti merokok.

    Nadia mengatakan, peran Kemenkes dalam merumuskan kebijakan menjadi salah satu poin penting dalam upaya mengatasi dampak risiko akibat rokok.

    Hingga saat ini, Kemenkes masih berfokus pada penerapan Upaya Berhenti Merokok (UBM) melalui praktik konseling di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) dalam membantu orang berhenti merokok.

    “Secara strategi untuk mendorong masyarakat berhenti merokok kami punya UBM dan hotline berhenti merokok. Memang belum maksimal dan belum ada di semua tempat, ini masukan buat kami. Soal THR, kita lihat perkembangan studinya, apakah THR bisa jadi cara agar regulasi yang terbit bisa evidence-based,” kata Nadia.

    Kebijakan Berbasis Data

    Akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung dr. Ronny Lesmana menjelaskan, selama ini gerakan untuk mengajak orang berhenti merokok sudah masif dilakukan, tetapi belum efisien dalam menurunkan angka perokok.

    Menurutnya, diperlukan pendekatan dan strategi lain, salah satunya dengan menerapkan metode THR.

    “Kita tidak bisa hanya berdiam diri. Kalau THR diterapkan, maka kualitas hidup dan angka harapan hidup masyarakat akan lebih baik. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, dampak penggunaan produk rendah risiko menunjukkan toksisitas lebih rendah dan menurunkan inflamasi paru-paru. Ini data kami,” ujar Ronny.

    Uji toksisitas tersebut dilakukan dengan menguji sel molekuler pada perokok konvensional dan perokok produk alternatif rendah risiko dibanding konvensional.

    Kajian berbasis ilmiah yang dilakukan sesuai metodologi sangat dibutuhkan di Indonesia.

    Riset THR yang spesifik dengan dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama dalam mewujudkan kolaborasi bersama lembaga penelitian dan lembaga pendidikan.

    Nantinya, temuan tersebut akan menjadi basis data yang berperan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menyusun regulasi.

    Peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan World Health Organization (WHO) Prof. Tikki Pangestu menekankan pentingnya penelitian soal THR di Indonesia.

    Hasil penelitian tersebut akan menjadi basis awal dalam proses perumusan kebijakan agar hasilnya lebih efektif. Penelitian mengenai THR yang sebelumnya sudah dilakukan di luar negeri belum bisa sepenuhnya menggambarkan kondisi perokok sesungguhnya di Indonesia.

    “Penelitian lanjutan THR dalam konteks lokal harus diberi prioritas tinggi dan mendapat sokongan. Ini yang masih sangat kurang di Indonesia. Penelitian bisa berfokus pada dampak kesehatan dan dampak ekonomi, seperti apa perbandingannya antara rokok konvensional dengan produk alternatif,” kata Tikki.

  • Menkes Budi Gunadi Minta Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun Ini, Ini Alasannya – Halaman all

    Menkes Budi Gunadi Minta Iuran BPJS Kesehatan Naik Tahun Ini, Ini Alasannya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan iuran BPJS Kesehatan sudah seharusnya naik tahun ini karena inflasi biaya kesehatan mencapai 15 persen setiap tahun.

    Karenanya, besaran iuran BPJS kesehatan juga perlu disesuaikan agar terjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan.

    “Setiap tahun naiknya 15 persen, kan tidak mungkin uang yang ada sekarang itu bisa menanggung kenaikan yang 15 persen itu,” kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, pada Selasa (11/2/2025).

    Budi menambahkan, iuran BPJS Kesehatan terakhir kali naik di tahun 2020 atau 5 tahun lalu. 

    Jika iuran BPJS kesehatan tidak disesuaikan, maka kondisi keuangan BPJS Kesehatan akan kritis dan tidak akan lagi mampu bertahan.

    “Sama aja kita ada inflasi 5 persen, kita bilang gaji pegawai negeri, menteri nggak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga, kalau kita bilang ke karyawan kita, supir kita gaji nggak naik selama 5 tahun, pada inflasi 15 persen, kan nggak mungkin,” ucapnya.

    Namun, Budi menyebut kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut harus dijalankan dengan adil tanpa menyasar masyarakat miskin. 

    Menurutnya, masyarakat miskin tetap mendapat bantuan pemerintah jika kenaikan iuran benar dilakukan.

    “Nah kalau naik sekarang kita mesti adil, gimana caranya yang miskin jangan kena, itu tugasnya kita kan. Itu sebabnya yang miskin tetap akan di cover 100 persen, PBI (Penerima Bantuan Iuran). Yang akan naik artinya bebannya pemerintah, dan pemerintah nggak apa-apa secara konstitusi kan tugas kita,” ujarnya.

    Budi mengatakan kenaikan iuran BPJS kesehatan bukanlah kebijakan populer, namun perlu segera diputuskan.

    Sebab, jika dibiarkan tanpa ada kenaikan, dikhawatirkan kondisi ini justru berbahaya bagi BPJS Kesehatan dan masyarakat.

    “Jadi memang ini bukan sesuatu yang populer, tapi somebody harus ngomong gitu kan, kalau enggak kita nanti di ujung-ujung meledak, malah bahaya,” ujarnya.

    “Lebih baik kita bilang secara jujur, bahwa dengan kenaikan inflasi kesehatan 10-15 persen per tahun, sedangkan tarif BPJS yang nggak naik 5 tahun, itu kan nggak mungkin, jadi harus naik,” tandasnya.

    Di sisi lain, Kemenkes akan mengubah sistem pembayaran klaim BPJS kesehatan ke rumah sakit. 

    Budi menjelaskan saat ini Indonesia menerapkan sistem INA-CBG’s dalam pembayaran klaim BPJS ke rumah sakit. 

    INA-CBG’S itu merupakan sistem pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

    Budi mengatakan model INA-CBG’s yang diimpor dari Malaysia tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di Indonesia, baik dari segi paket tarif maupun kecocokan dengan jenis layanan rumah sakit di tanah air.

    “Kita mau ubah menjadi Indonesia DRG Group. Kenapa? Karena kita ambil INA-CBG’S kita ambil itu modelnya model Malaysia, kita import saja. Jadi, banyak yang belum cocok dengan kondisi di Indonesia dan juga paket-paketnya juga enggak cocok,” kata Budi.

  • Menkes Targetkan Semua RS Terapkan Kelas Rawat Inap Standar pada Juni 2025 – Halaman all

    Menkes Targetkan Semua RS Terapkan Kelas Rawat Inap Standar pada Juni 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan, semua Rumah Sakit (RS) di Indonesia, mengimplementasikan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti Kelas I, II dan III dalam BPJS Kesehatan pada Juni 2025.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IX DPR pada Selasa (11/2/2025).

    “Juni ini kita harapkan semua rumah sakit sudah melaksanakan implementasi KRIS, dari 3.228 ada 115 rumah sakit yang kita tidak masuk kewajibannya untuk KRIS,” ujarnya.

    “Ada 3.113, nah ini setengah-setengah lah ya swasta lebih banyak sediki, kemudian ada rumah sakit pemerintah,” imbuhnya.

    Budi menegaskan, tujuan KRIS bukan untuk penghapusan kelas.

    Namun untuk menghadirkan agar ada standar minimal untuk layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat.

    “Jadi tujuan utamanya bukan dari sisi kelas tapi layanan kesehatannya minimal sama dan standarnya terpenuhi,” ucapnya.

    Budi menjelaskan, ada 12 standar kriteria implementasi KRIS.

    Menurut Budi, ada empat kriteria yang masih banyak belum terpenuhi.

    Yakni ukuran pintu kamar mandi yang tidak muat dimasuki kursi roda, kelengkapan Nurse Call dan stop kontak, outlet oksigen di setiap tempat tidur dan ketersediaan kamar mandi di dalam ruangan.

    “Yang agak memerlukan effort tapi menurut kita sangat manusiawi adalah pasang kamar mandi di dalam. Jadi kamar mandinya enggak ush ke luar karena yang bersangkutan kan udah pasien sakit. Kalau bisa kamar mandinya di dalam ruangan tempat tidur mereka, seperti hotel lah,” pungkasnya.

     

  • DPR Minta Cek Kesehatan Gratis Diawasi, Khawatir Ada Pungli – Halaman all

    DPR Minta Cek Kesehatan Gratis Diawasi, Khawatir Ada Pungli – Halaman all

    DPR minta program cek kesehatan gratis oleh pemerintah perlu diawasi secara ketat hingga ke daerah terpencil agar tidak ada pungli. 

    Tayang: Selasa, 11 Februari 2025 13:12 WIB

    TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

    PEMERIKSAAN KESEHATAN GRATIS – Tenaga kesehatan memeriksa warga saat peluncuran program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) di Puskesmas Ciater, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Senin (10/2/2025). Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis sebagai bentuk apresiasi negara kepada masyarakat yang berulang tahun yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat serta menekan angka penyakit yang dapat dicegah. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal minta program cek kesehatan gratis oleh pemerintah perlu diawasi secara ketat agar tidak ada pungli. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, meminta agar pelaksanaan program cek kesehatan gratis oleh pemerintah perlu diawasi secara ketat.

    Cucun menilai, hal tersebut penting agar tidak ada oknum-oknum yang berusaha mencari keuntungan dari program cek kesehatan gratis.

    “Pengawasan harus dilakukan secara terpadu, terutama untuk mengantisipasi tindakan ilegal seperti adanya pungli (pungutan liar) yang justru membebani rakyat,” kata Cucun dalam keterangannya, Selasa (11/2/2025).

    Karenanya, dia mendorong pelaksanaan cek kesehatan gratis diawasi hingga ke daerah-daerah terpencil.

    “Jangan sampai program yang baik ini ditunggangi oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Maka pengawasan terhadap teknis-teknis di lapangan harus dilakukan dengan ketat sehingga program CKG betul-betul dirasakan manfaatnya oleh rakyat,” ujar Cucun.

    Cucun pun mengapresiasi program Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini.

    “Ini menjadi wujud kehadiran Negara di APBN 2025! Kami melihat pemerintahan Pak Prabowo Subianto terus melakukan berbagai penguatan dalam hal kesejahteraan rakyat (Kesra), termasuk program CGK ini menjadi peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat,” ucapnya.

    Dia berharap, program cek kesehatan gratis dapat membuat masyarakat semakin memiliki kesadaran untuk bisa hidup lebih sehat. 

    “Karena lewat program ini, masyarakat bisa mengantisipasi berbagai penyakit karena skrining kesehatan kini mudah diakses,” tegas Cucun.

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’61’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Warga yang Tidak Tinggal Sesuai Domisili KTP Bisa Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas Terdekat – Halaman all

    Warga yang Tidak Tinggal Sesuai Domisili KTP Bisa Cek Kesehatan Gratis di Puskesmas Terdekat – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) sudah resmi bisa didapatkan masyarakat mulai 10 Februari 2025.

    Pada awal program ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menargetkan, warga yang berulang tahun di bulan Januari, Februari dan Maret untuk bisa memanfaatkan momentum cek kesehatan gratis.

    Bagi warga yang saat ini tinggal tidak sesuai domisili KTP, misalnya sedang tugas lama di luar kota atau baru pindah, tetap bisa mengikuti CKG ini.

    Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi menuturkan, warga yang tidak tinggal sesuai domisili di KTP bisa melakukan cek kesehatan gratis di puskesmas terdekat.

    “Pemeriksaannya sesuai domisili warga, jadi kalau domisilinya di sini (Tanah Abang ) tapi KTP-nya di tempat lain itu masih bisa,” ungkap dia saat ditemui di Puskesmas Tanah Abang, Senin (10/2/2025).

    Masyarakat yang ingin melakukan cek kesehatan gratis bisa memilih Puskesmas terdekat via SATUSEHAT Mobile.

    Adapun pendaftaran CKG ini bisa dilakukan via online dan offline.

    Namun Kemenkes mengimbau, warga melakukan pendaftaran digital via aplikasi SATUSEHAT Mobile.  Hal ini berkaitan dengan manajemen penyediaan stok Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).

    Pada tahap awal ini, CKG dibatasi 30 orang per hari untuk yang melakukan pendaftaran digital.

    Kedepan, setelah dievaluasi akan ditingkatkan kuotanya.

    Endang menuturkan, Kemenkes juga akan menggandeng BPJS Kesehatan untuk lokasi cek kesehatan gratis berdasarkan faskes tingkat satu.

    “Kami sedang susun dan sedang dikerjakan nanti kami update kembali. Untuk sekarang di puskesmas dulu, nanti kalau pustu (puskesmas pembantu) bisa nanti akan ada muncul pilihan pustu atau klinik,” tutur dia.

     

  • Kemenkes Akan Ubah Sistem Pembayaran Klaim BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit, Ini Alasannya – Halaman all

    Kemenkes Akan Ubah Sistem Pembayaran Klaim BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit, Ini Alasannya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan RI akan mengubah sistem pembayaran klaim BPJS kesehatan ke rumah sakit. 

    Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, perubahan sistem pembayaran klaim BPJS ini, agar lebih efektif dan tepat sasaran. Budi menjelaskan, saat ini Indonesia menerapkan sistem INA-CBG’s dalam pembayaran klaim BPJS Kesehatan ke rumah sakit. 

    INA-CBG’S itu merupakan sistem pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

    Budi mengatakan model INA-CBG’s yang diimpor dari Malaysia tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi di Indonesia, baik dari segi paket tarif maupun kecocokan dengan jenis layanan rumah sakit di tanah air.

    Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, pada Selasa (11/2/2025).

    “Kita mau ubah menjadi Indonesia DRG Group. Kenapa? Karena kita ambil INA-CBG’S kita ambil itu modelnya model Malaysia, kita import saja.”

    “Jadi, banyak yang belum cocok dengan kondisi di Indonesia dan juga paket-paketnya juga enggak cocok,” kata Budi di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

    Budi mengatakan, dalam sistem yang ada, referensi rumah sakit kelas A seringkali didasarkan pada jumlah tempat tidur yang lebih banyak, padahal seharusnya berdasarkan tingkat keparahan penyakit pasien. 

    Misalnya, pasien kanker harusnya dirujuk ke rumah sakit kelas A, yang memiliki kompetensi lebih baik dalam menangani penyakit tersebut, bukan karena faktor kapasitas tempat tidur.

    “Semua presiden juga kalau semua sakit mata, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi ya ke Jakarta Eye Center, itu artinya dia harus kelas A.”

    “Jangan hanya karena kamarnya kecil cuma 50 dia kasih Klas B. Nah, itu yang akan kita ubah dan itu akan berpengaruh ke DRG’S. Kemudian nanti Klas KRIS juga masuk,” ujarnya. 

    Sistem akan beralih ke INA-DRG. Model INA-DRG merupakan sistem pembayaran klaim BPJS Kesehatan berdasarkan kesamaan klinis dan kemiripan penggunaan sumber daya dalam perawatan pasien.

    “Jadi kenapa kita mesti ubah? Karena nanti RS bapak ibu, sekarang kan rujukannya dibagi Klas A dirujuk, itu tempat tidurnya lebih banyak. Padahal harusnya rujukan itu penyakitnya yang lebih parah kan,” ucapnya. 

    “Orang sakit cancer enggak bisa di Klas B, ya kita rujuk ke Klas A, kenapa? Karena Klas A tempat tidurnya lebih banyak, ya salah dong. Harusnya dirujuk Klas A karena kompetensi dia menangani cancer lebih baik,” tandasnya. 

     

     

     

     

     

  • Menkes Beberkan Persoalan yang Bikin Sistem Iuran BPJS Kesehatan Perlu Diubah, Revisi Maret 2025 – Halaman all

    Menkes Beberkan Persoalan yang Bikin Sistem Iuran BPJS Kesehatan Perlu Diubah, Revisi Maret 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeberkan tiga persoalan yang membuat tarif iuran BPJS Kesehatan perlu direvisi.

    Persoalan pertama terkait dengan pembayaran asuransi kesehatan di Indonesia yang masih terbilang kecil.

    Budi mengungkapkan tiap tahunnya baru 32 persen belanja kesehatan yang dikeluarkan lewat asuransi.

    Dia pun berharap agar belanja kesehatan terus didorong selalu naik agar iuran BPJS Kesehatan bisa disesuaikan.

    “Itu (belanja kesehatan) harusnya naik sampai 80-90 persen. Sehingga, kita bisa memiliki tenaga untuk mendorong balik agar harga yang dikasih di supply side itu reasonable,” kata Budi dalam rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025), dikutip dari YouTube TV Parlemen.

    Lalu, persoalan kedua adalah, ketika belanja kesehatan tidak dikontrol, dalam 10 tahun akan terjadi masalah terkait anggaran.

    Budi mengatakan hal tersebut saat ini tengah dialami oleh Amerika Serikat (AS).

    “Dalam 10 tahun ke depan, Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan akan (terkena) problem. Karena ini akan menjadi isu politik yang sangat tinggi di mana kesehatan dan kematian itu prioritasnya tinggi di masyarakat.”

    “Jadi, politiknya akan tinggi, butuh belanjanya kalau nggak hati-hati akan kayak Amerika tuh. 79 tahun (di AS) butuh 11.000 dolar. Padahal, kalau di Kuba, 79 tahun hanya butuh 1.900 dolar,” katanya.

    Dengan paparan di atas, Budi mengatakan pihaknya ingin mengubah pengelompokan tarif BPJS Kesehatan yang semula berbasis INA-CBGs (Indonesian-Case Based Groups) menjadi INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related Groups).

    Pasalnya, ketika Indonesia masih memakai sistem INA-CBGs ternyata masih belum cocok secara situasinya.

    Ditambah, kata Budi, paket pembiayaan jaminan kesehatan masih banyak yang tidak sesuai.

    Sebagai informasi, sistem INA-CBGs merupakan sistem pengelompokan penyakit berbasis kasus yang saat ini digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk mengatur pembiayaan dan pemberian layanan kesehatan berdasarkan pada kelompok penyakit atau kasus yang serupa.

    Sementara, sistem INA-DRG adalah sistem klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis diagnosa penyaki serta tindakan yang dilakukan di rumah sakit yang dikaitkan dengan pembiayaan terhadap pasien dengan pertimbangan mutu dan efektivitas pelayanan.

    Adapun sistem INA-DRG justru dirasa bisa memberi manfaat bagi rumah sakit lantaran bisa meningkatkan standar pelayanan.

    Budi pun menargetkan sistem iuran BPJS ke INA DRG dapat selesai pada Maret atau April 2025.

    Dia menyebut perubahan ini bertujuan agar inflasi kesehatan di Indonesia di Indonesia terkendali pada 10-15 tahun ke depan.

    “Tujuannya apa? Agar inflasi kesehatan ini bisa terkendali 10-15 tahun ke depan. Karena kalau tidak, nanti akan berat sekali bebannya untuk negara baik pemerintah maupun individu masing-masing karena belanjanya akan berat sekali,” katanya.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

     

     

  • BPJS Kesehatan Potensi Alami Defisit, Dewas Ungkap Faktor Pemicunya – Halaman all

    BPJS Kesehatan Potensi Alami Defisit, Dewas Ungkap Faktor Pemicunya – Halaman all

    Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir, bicara mengenai potensi defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.

    Tayang: Selasa, 11 Februari 2025 13:23 WIB

    BPJS Kesehatan

    BPJS KESEHATAN DEFISIT – Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir, bicara mengenai potensi defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan Abdul Kadir, bicara mengenai potensi defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan.

    Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai pemicunya. Yang pertama, kata dia, adanya peningkatan beban jaminan kesehatan pasca Covid-19.

    Demikian disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Selasa (11/2/2025).

    “Kita semua memahami bahwa pasca Covid-19 itu terjadi rebound effect di mana utilisasi rumah sakit, utilisasi klinik semakin meningkat. Tentunya juga disebabkan ada perubahan pola tarif JKN sebagaimana Permenkes Nomor 3 tahun 2023,” ujarnya di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta.

    Pemicu kedua, yakni tingkat keaktifan peserta BPJS yang masih rendah.

    Adapun nerdasarkan data pada 31 Desember 2024, tercatat ada 55 juta peserta yang tidak aktif kepesertaan BPJS-nya.

    “Masih banyak anggota kita, peserta BPJS Kesehatan yg non-aktif yang berdampak pada pengumpulan iuran sehingga nantinya juga mempunyai defisit,” ucapnya.

    Pemicu terakhir adalah penanganan fraud belum optimal.

    “Maka ini kemudian ini berpengaruh terhadap potensi defisit BPJS Kesehatan,” pungkasnya.

     

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’61’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Fitur Cek Kesehatan Gratis Tidak Muncul di Aplikasi SATUSEHAT Mobile, Bagaimana Solusinya? – Halaman all

    Fitur Cek Kesehatan Gratis Tidak Muncul di Aplikasi SATUSEHAT Mobile, Bagaimana Solusinya? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Pemerintah resmi meluncurkan program Cek Kesehatan Gratis (GKG) pada Senin 10 Februari 2025.

    Untuk bisa mendapatkan cek kesehatan gratis, masyarakat harus mengunduh aplikasi SATUSEHAT Mobile.

    Melalui aplikasi itu, masyarakat bisa mengakses program pemeriksaan kesehatan gratis.

    Masyarakat dapat mengunduh aplikasi SATUSEHAT Mobile secara gratis di Google Play Store untuk Android.

    Sementara untuk pengguna Iphone, saat ini belum tersedia di Apple Store.

    Dalam pelaksanaan hari pertama cek kesehatan gratis, ditemui warga yang masih sulit mengakses digital program CKG ini.

    Warga mengeluhkan fitur cek kesehatan gratis yang tidak muncul di aplikasi SATUSEHAT Mobile.

    Bagaimana solusinya? Berikut penjelasan dari Kemenkes yang dikutip dari laman SATUSEHAT.

    1. Pastikan menggunakan perangkat Android (untuk iOs segera)

    2. Periksa apakah aplikasi SATUSEHAT Mobile sudah diperbarui ke versi terbaru (7.8.0)

    Jika sudah, coba keluar dari aplikasi dan masuk kembali

    Jika belum, silakan masuk ke Play Store, cari “SATUSEHAT” dan tekan ‘Update’

    3. Fitur Cek Kesehatan Gratis akan muncul di Beranda

    APLIKASI SATUSEHAT -Untuk bisa mendapatkan cek kesehatan gratis, masyarakat harus mengunduh aplikasi SATUSEHAT Mobile.

    Jika belum muncul, silakan log out terlebih dahulu dan log in kembali
    Cek kesehatan gratis menyasar lebih dari 200 juta penduduk Indonesia, dari bayi hingga lansia.

    Masyarakat dapat memanfaatkan 3 momentum ini.

    Pertama, PKG saat ulang tahun yang akan dimulai 10 Februari diperuntukkan bagi mereka yang berusia 0-6 tahun dan 18 tahun ke atas.

    Pemeriksaan ini bisa dilakukan di puskesmas dan klinik.

    Kedua, PKG sekolah dimulai Juli 2025 untuk mereka yang berusia 7-17 tahun. PKG sekolah ini akan dilakukan saat tahun ajaran baru di sekolah.

    Ketiga, PKG khusus diperuntukkan bagi ibu hamil dan balita di puskesmas dan posyandu.

    Cek kesehatan gratis ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dengan identifikasi faktor risiko, deteksi kondisi pra penyakit dan deteksi penyakit lebih awal.