Category: Tribunnews.com Kesehatan

  • Indonesia Dinilai Bisa Contoh Selandia Baru dan Inggris untuk Tekan Prevalensi Perokok – Halaman all

    Indonesia Dinilai Bisa Contoh Selandia Baru dan Inggris untuk Tekan Prevalensi Perokok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra menekankan pendekatan pengurangan risiko dapat memainkan peranan penting dalam menekan prevalensi atau jumlah perokok di Indonesia. 

    Menurut dia, dengan mendorong perokok beralih ke produk rendah risiko, dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dapat diminimalkan. 

    Selain itu, strategi ini juga berpotensi menciptakan perbaikan kualitas kesehatan publik secara menyeluruh.

    Apalagi, beberapa negara seperti Inggris, Jepang, Selandia Baru, dan Filipina telah mengambil langkah progresif dengan mendorong perokok beralih ke produk tembakau alternatif. 

    “Di Indonesia Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab kematian tertinggi, seperti penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes. PTM ini disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, di antaranya kebiasaan merokok. Maka biaya kesehatan yang diakibatkan oleh PTM ini pastilah sangat besar dan membebani biaya kesehatan nasional,” kata Dimas, Senin (24/2/2025).

    “Di negara-negara tersebut, upaya menurunkan prevalensi merokok dilakukan dengan mendorong pemanfaatan produk tembakau alternatif sebagai upaya mengurangi bahaya merokok. Hal tersebut mereka lakukan karena adanya dukungan dari hasil penelitian dan kajian ilmiah di negaranya,” sambung dia.

    Diketahui, mendorong perokok beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, seperti rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan, dapat berkontribusi dalam menurunkan biaya perawatan kesehatan. 

    Fakta tersebut diungkapkan dalam kajian ilmiah yang dilakukan Prof. Francesco Moscone dari Brunel University London dengan tajuk “Does Switching to Reduced Risk Products Free up Hospital Resources? A Reflection using English Regional Data”.

    Melalui penelitian yang diterbitkan dalam British Journal of Healthcare Management, Moscone menunjukkan bahwa beralih ke produk tembakau alternatif berpotensi dalam menurunkan risiko penyakit akibat kebiasaan merokok hingga 70 persen. 

    Penelitian ini sekaligus untuk mengevaluasi potensi penghematan biaya kesehatan bagi Layanan Kesehatan Nasional (National Health Service/NHS) di Inggris jika sebagian perokok beralih ke produk rendah risiko. 

    “Kanker, penyakit jantung, stroke, bronkitis kronis, dan emfisema adalah lima kategori penyakit utama yang disebabkan kebiasaan merokok. Penyakit-penyakit tersebut memberikan beban yang signifikan pada NHS, yang kita tahu sudah berada di bawah tekanan yang semakin meningkat,” tulis Moscone.

    Kebiasaan merokok telah menyebabkan sekitar 74.600 kematian per tahun di Inggris. Antara 2019 dan 2020, terdapat 506.100 pasien yang dirawat di rumah sakit karena merokok. 

    Biaya kesehatan akibat merokok yang dikeluarkan NHS mencapai GBP 2,5 miliar per tahun. Dengan skenario setengah dari jumlah perokok beralih ke produk rendah risiko, NHS diperkirakan akan menghemat anggaran sekitar GBP 518 juta dalam setahun. 

    “Jika perokok beralih ke produk rendah risiko, tekanan pada NHS akan berkurang secara signifikan dan sumber daya rumah sakit yang sangat dibutuhkan akan terbebas untuk perawatan lain,” jelas Moscone.

    Maka dari itu, Dimas berharap pemerintah juga dapat mempertimbangkan produk tembakau alternatif, yang merupakan implementasi dari konsep pengurangan risiko, sebagai salah satu strategi untuk menekan biaya kesehatan akibat merokok. 

    “Hal ini dapat mengurangi beban biaya kesehatan untuk pengobatan penyakit-penyakit tersebut. Namun, pemerintah juga perlu berhati-hati dalam mengimplementasikan konsep pengurangan risiko. Sebagai contoh, pemerintah harus tetap mengatur batasan umur pengguna, agar memastikan produk alternatif tidak diakses oleh anak-anak,” tandasnya.

  • 10 Hari Dirawat di Rumah Sakit, Kondisi Paus Fransiskus Masih Kritis, Ini Penyakit yang Dialaminya – Halaman all

    10 Hari Dirawat di Rumah Sakit, Kondisi Paus Fransiskus Masih Kritis, Ini Penyakit yang Dialaminya – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Memasuki hari kesepuluh dirawat di rumah sakit sejak 14 Februari 2025 lalu, pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus masih dalam keadaan kritis.

    Paus dirawat di rumah sakit Gemelli Roma seperti dilaporkan Kantor Pers Takhta Suci.

    “Kondisi Bapa Suci masih kritis, tetapi sejak kemarin malam, ia tidak mengalami krisis pernapasan lebih lanjut,” tulis Vatikan, dikutip dari Vatican News.

    Paus menjalani beberapa tes darah, dimana hasilnya menunjukkan bahwa dia mengalami gagal ginjal ringan dan dini.

    “Bapa Suci tetap waspada dan berorientasi dengan baik,”

    “Kompleksitas situasi klinis dan waktu yang dibutuhkan agar perawatan farmakologis menunjukkan hasil mengharuskan prognosis tetap dijaga,” terang Vatikan.

    Dokterdari Orlando Health Medical Group Urology Jamin Brahmbhatt mengatakan kepada CNN, bahwa kondisi terkini Vatikan tentang kesehatan ginjal Paus tidak perlu dikhawatirkan.

    “Ginjal itu sendiri adalah organ yang sangat rapuh tetapi juga sangat tangguh,” kata Brahmbatt.

    Ia mengatakan, pada orang dewasa tua, infeksi dapat memburuk dengan cepat jika respons imun tubuh meningkat secara berlebihan atau disebut sepsis.

    Ketika pneumonia menyebabkan sepsis, peradangan yang meluas dapat merusak banyak organ, termasuk ginjal.

    “Dalam kasus Paus Fransiskus, hal itu terlihat sebagai gagal ginjal ringan. Kerusakan ginjal bisa bersifat sementara dan membaik dengan pengobatan, atau bisa juga permanen,” kata dia.

    PAUS FRANSISKUS – Seorang anak menyalami Paus Fransiskus saat berkunjung ke Kantor Konferensi Waligereja Indonesia, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Paus Fransiskus bertemu dengan para penerima manfaat dari organisasi amal. (INDONESIA PAPAL VISIT COMMITTEE/ADRYAN YOGA PARAMADWYA)

    Meski kritis, pria berusia 88 tahun ini tetap mengikuti Misa Kudus bersama dengan para perawat.

    “Pagi ini, di apartemen lantai sepuluh, ia mengikuti Misa Kudus bersama dengan mereka yang telah merawatnya selama hari-hari dirawat di rumah sakit,” ungkap pernyataan itu.

    Sebelumnya Paus masuk rumah sakit karena pneumonia ganda.

    Ia menggunakan kanula hidung untuk memberikan oksigen aliran tinggi dan dilanjutkn dengan pemeriksaan klinis lainnya.

    Paus mengalami krisis pernafasan seperti asma dengan intensitas yang berkepanjangan, sehingga memerlukan pemberian oksigen aliran tinggi.

    Tes darah juga menunjukkan adanya trombositopenia, yang berhubungan dengan anemia, sehingga memerlukan pemberian transfusi darah.

    Pada konferensi pers di rumah sakit Jumat sore,  kepala tim yang merawat Paus Dr Sergio Alfieri dan Wakil Direktur layanan kesehatan Vatikan Dr Luigi Carbone menuturkan bahwa Paus akan dirawat di rumah sakit setidaknya sepanjang minggu depan.

  • Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia Ungkap Tantangan Cek Kesehatan Gratis di Daerah – Halaman all

    Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia Ungkap Tantangan Cek Kesehatan Gratis di Daerah – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES)
    Dr. Moh. Subuh, MPPM menilai, pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di daerah-daerah masih menemui tantangan tersendiri.

    Namun demikian, secara umum dinas-dinas kesehatan di seluruh Indonesia siap melaksanakan CKG.

    Ia mengatakan, masih banyak masyarakat yang belum tahu secara detail terkait program CKG.

    Kemudian, masih terbatasnya tenaga kesehatan maupun medis serta fasilitas pemeriksaan yang belum merata di seluruh provinsi di Indonezia.

    “Memang ada 10 ribu lebih puskesmas yang dilibatkan, tetapi melihat dari kapasitas daerah, kompetensi dan fasilitas  itu belum memadai.

    Saya baru saja pulang dari Nusa Tenggara Barat, ternyata itu bervariasi antara satu kabupaten dengan kabupaten lain. Itu dalam satu provinsi, itu bervariasi,” kata dia saat ditemui baru-baru ini.

    Lebih lanjut, banyak pula masyarakat yang  enggan memeriksakan kesehatan karena dihantui perasaan takut jika mengetahui penyakit yang dialami. 

    Apalagi, jika rumah sakit atau fasilitas rujukan tidak tersedia dan jauh.

    “Ini perlu diedukasi pada masyarakat. Prinsipnya  saya teman-teman Adinkes seluruh Indonesia untuk pelaksanaan CKG ini siap. Artinya siap, tinggal bagaimana melibatkan masyarakat secara keseluruhan,” ungkap Subuh.

    Pemerintah kata dia, tengah berupaya mempersiapkan fasilitas rujukan kasus.

    Sejauh pelaksanaan CKG ini, penyakit seperti hipertensi dan diabetes banyak ditemukan di masyarakat pasca melakukan CKG.

    “Ini hampir rata-rata ya, teman-teman dinas melaporkan itu. Insya Allah bisa menurunkan kasus dengan mengintervensi faktor risiko ini, maka kasus agar flat dan tidak akan cenderung banyak lagi,” harap dia.

    Pemeriksaan kesehatan sudah bisa dirasakan masyarakat mulai Senin 10 Februari 2025.

    Cek kesehatan gratis bisa dilakukan di puskemas maupun klinik yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI).

    Melalui deteksi yang lebih awal, diharapkan meningkatkan angka kesembuhan pada penyakit seperti jantung dan kanker, serta menurunkan angka kematian akibat penyakit-penyakit tersebut.

  • Mengenal Gangguan Mata Kering yang Dipicu Perubahan Gaya Hidup di Era Digital – Halaman all

    Mengenal Gangguan Mata Kering yang Dipicu Perubahan Gaya Hidup di Era Digital – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perubahan gaya hidup di era digital yang semakin padat dengan perangkat elektronik seperti ponsel pintar, komputer, dan televisi mempengaruhi kesehatan mata, terutama meningkatnya durasi waktu atau screen time layar yang dihadapi seseorang setiap hari.

    Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan waktu hingga 7 jam 38 menit per hari di depan layar, yang berdampak pada berkurangnya frekuensi kedipan mata dan membuat permukaan mata menjadi kering. 

    Kondisi ini dikenal dengan istilah dry eye atau mata kering, yang jika tidak ditangani dengan tepat, bisa menyebabkan kerusakan pada permukaan mata, dari yang ringan hingga permanen.

    Ketua Dry Eye Service JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Nina Asrini Noor, SpM, menyebutkan bahwa gangguan mata kering terus meningkat, terutama karena banyak orang tidak menyadari gejalanya. 

    Kondisi ini bisa muncul akibat kebiasaan menatap layar dalam waktu lama dan faktor eksternal seperti polusi dan AC.

    “Penyandang mata kering diprediksi terus bertambah karena banyak yang tidak menyadari sedang mengalami dry eye,” ujarnya saat pembukaan layanan JEC Dry Eye Service di RS Mata JEC @ Kedoya, Jakarta Barat, belum lama ini.

    Menurut laporan Revealing Average Screen Time Statistics dari Backlinko tahun 2024, rata-rata screen time masyarakat Indonesia mencapai 7 jam 38 menit per hari.

    Selain screen time yang berlebihan, faktor eksternal seperti paparan AC dan polusi udara juga memperburuk kondisi mata.

    Data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menunjukkan bahwa prevalensi mata kering secara global berkisar antara 5 persen hingga 50%, sedangkan di Asia Tenggara angkanya mencapai 20% hingga 52,4%.

    Di Indonesia sendiri, prevalensi mata kering tercatat sebesar 27,5%.

    “Di jaringan JEC Eye Hospitals and Clinics saja, dalam dua tahun terakhir (2023–2024), kami telah menerima lebih dari 72.000 kunjungan pasien dengan keluhan mata kering,” tambah Nina.

    Penyebab dan Gejala Mata Kering

    Dry eye adalah penyakit atau gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan dan kestabilan komponen air mata, serta kerusakan atau peradangan pada permukaan mata.

    Gejala yang umum dirasakan penderita antara lain mata terasa tidak nyaman, sensasi mengganjal, kemerahan, berair atau justru kering.

    Kemudian mata terasa berpasir dan timbul kotoran, mata terasa lengket dan sering mengucek mata.

    Selain screen time berlebihan dan lingkungan yang kurang mendukung (misalnya udara berdebu, kering, berpolusi, atau banyak asap rokok).

    Ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko mata kering, antara lain usia di atas 50 tahun, terutama perempuan pasca-menopause, riwayat operasi mata atau penyakit lain yang dapat memicu dry eye. 

    Kemudian penggunaan obat-obatan tertentu, baik oral maupun tetes mata, pemakaian lensa kontak dalam jangka panjang dan penyakit metabolik, seperti diabetes melitus.

    Mata kering (NET)

    Nina menegaskan, kehidupan modern memaksa mata bekerja dalam kondisi yang tidak alami, sehingga sangat penting untuk memberikan waktu istirahat yang optimal bagi mata.

    Sebagai solusi, JEC Eye Hospitals and Clinics menawarkan layanan dry eye spa, yang tidak hanya berfokus pada penanganan medis, tetapi juga memberikan relaksasi layaknya perawatan spa untuk meningkatkan kenyamanan mata.

    “Pendekatan ini menjawab kebutuhan masyarakat modern yang memiliki rutinitas padat dan membutuhkan jeda untuk mengistirahatkan mata. Kami membantu proses penyembuhan mata dengan cara yang lebih nyaman,” ujar Nina.

    Sebelum menjalani terapi, pasien akan diperiksa terlebih dahulu oleh tim medis dan dokter subspesialis dry eye untuk memastikan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. 

     

     

     

     

     

     

       

     

  • IDAI Soroti Kasus Gangguan Pendengaran pada Anak yang Tidak Terdeteksi Sejak Dini – Halaman all

    IDAI Soroti Kasus Gangguan Pendengaran pada Anak yang Tidak Terdeteksi Sejak Dini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jaya, Prof Dr dr Rismala Dewi SpA mengungkapkan gangguan pendengaran pada anak masih sering tidak terdeteksi sejak dini.

    Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya kesadaran orangtua terhadap pentingnya pemeriksaan pendengaran.

    “Banyak orangtua yang tidak menyadari bahwa gangguan pendengaran bisa berdampak pada keterlambatan bicara anak,” ujar Rismala dalam acara Pekan Bakti Sosial di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, Minggu (23/2/2025).

    “Padahal, jika seorang anak tidak bisa bicara dengan baik, bisa jadi penyebabnya adalah karena ia tidak dapat mendengar dengan jelas,” lanjutnya.
     
    Rismala menjelaskan gangguan pendengaran pada anak bisa terjadi akibat berbagai faktor, salah satunya adalah kondisi kesehatan sejak lahir.

    “Bayi yang lahir prematur, mengalami perawatan intensif dengan oksigen dalam waktu lama, atau ibunya menderita infeksi saat hamil, berisiko mengalami gangguan pendengaran. Karena itu, bayi-bayi dengan risiko tinggi harus menjalani screening pendengaran sejak dini,” jelasnya.

    Ia menambahkan deteksi dini sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap perkembangan anak.

    “Jika gangguan pendengaran tidak segera terdeteksi, anak bisa mengalami kesulitan dalam belajar dan berkomunikasi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hidupnya,” ujar Rismala.

    Menurutnya, penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan agar lebih banyak anak bisa mendapatkan pemeriksaan sejak dini.

    “Kegiatan seperti Pekan Bakti Sosial ini sangat bermanfaat untuk membantu screening anak-anak yang berisiko mengalami gangguan pendengaran. Peran media juga penting untuk menyebarluaskan informasi agar semakin banyak orang tua yang sadar akan kesehatan pendengaran anak mereka,” pungkasnya.

  • Kisah Petugas Kesehatan Alatnya Ambyar saat Tangani Pasien Darurat Gara-gara Tas Medis Tak Standar – Halaman all

    Kisah Petugas Kesehatan Alatnya Ambyar saat Tangani Pasien Darurat Gara-gara Tas Medis Tak Standar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  – Dalam dunia medis, kesiapan peralatan menjadi faktor krusial dalam menangani kondisi darurat.

    Namun, banyak petugas kesehatan di lapangan menghadapi kendala akibat tas medis yang tidak memadai.

    Sebut saja pengalaman Diana, seorang petugas medis lapangan berbagi pengalamannya saat harus bergerak cepat menuju lokasi kejadian, namun mengalami kendala karena tas medis yang kurang kokoh.

    Alat-alat di dalam tas yang dibawanya pun seketika ambyar dan beserkan di dalamnya. Tentu ini langsung memengaruhi kerjanya.

    “Waktu itu, saya harus segera menangani pasien dalam kondisi darurat. Sayangnya, tas medis yang saya bawa tidak cukup kuat, sehingga beberapa peralatan penting berserakan di dalamnya. Hal itu benar-benar menghambat pekerjaan saya,” ungkapnya.

    Kejadian serupa bukan hal yang asing bagi tenaga medis di lapangan. Oleh karena itu, pemilihan tas medis yang tepat menjadi aspek penting guna menunjang efektivitas kerja petugas kesehatan.

    Kriteria tas medis yang ideal

    Berdasarkan pengalaman para praktisi, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam memilih tas medis, di antaranya:

    1. Material Tahan Air dan Mudah Dibersihkan
    Tas medis harus terbuat dari bahan yang dapat melindungi peralatan dari cairan dan cuaca ekstrem.

    Material berkualitas tinggi juga memudahkan dalam pembersihan dan perawatan.

    2. Kompartemen yang Terorganisir

    Peralatan medis memerlukan ruang penyimpanan yang tertata dengan baik agar mudah diakses dalam situasi darurat.

    Tas dengan pembagian ruang yang tepat akan membantu tenaga medis dalam bekerja lebih cepat dan efisien.

    3. Ergonomi dan Kenyamanan

    Petugas medis sering membawa tas dalam waktu lama, sehingga tas yang nyaman dan mudah dibawa menjadi kebutuhan utama.

    Desain ergonomis akan mengurangi beban berlebih pada tubuh pengguna.

    Tas medis ideal buatan Indonesia

    Melihat kebutuhan tas medis produsen tas asal Indonesia, Esprobags hadir dengan tas berkualitas yang telah digunakan oleh berbagai institusi kesehatan.

    Ada berbagai varian tas medis, termasuk tas emergency untuk ambulans hingga tas kunjungan bagi tenaga kesehatan home care. Semua produk dirancang untuk memberikan fungsionalitas maksimal serta durabilitas tinggi.

    Seiring berkembangnya kebutuhan di sektor kesehatan, tas medis dilengkapi dengan fitur light reflector untuk meningkatkan visibilitas.

    Ke depan, juga ada material antibakteri guna menjaga kebersihan peralatan medis.

    “Kami percaya tas medis bukan sekadar wadah, tetapi perangkat pendukung vital dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, inovasi menjadi fokus utama kami,” ujar Edy Santoso, Manajer Produksi Esprobags.

    Tas medis yang tepat merupakan investasi penting bagi tenaga medis untuk bekerja lebih efektif dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat.

  • Pelaut Berisiko Tinggi Mengalami Gangguan Kesehatan Mental, Awak Kapal PIS Diberikan Pelatihan – Halaman all

    Pelaut Berisiko Tinggi Mengalami Gangguan Kesehatan Mental, Awak Kapal PIS Diberikan Pelatihan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelaut dan awak kapal memiliki kecenderungan lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan mental dibandingkan dengan pekerja di sektor lainnya.

    Hal itu diketahui studi dilakukanUniversitas Yale bekerja sama dengan International Transport Workers’ Federation (ITF) Seafarers’ Trust.

    Kecenderungan ini dipengaruhi berbagai faktor, termasuk tuntutan pekerjaan yang intens serta isolasi berkepanjangan dari keluarga dan orang terdekat.

    Selain itu, studi tersebut juga merinci jenis gangguan kesehatan mental yang kerap dialami oleh para pelaut.

    Berdasarkan survei yang dilakukan, kecemasan akut menjadi gangguan yang paling sering dialami oleh awak kapal, dengan 55 persen dari total responden melaporkan mengalami kondisi tersebut, diikuti oleh depresi yang dialami oleh 50% responden.

    Menyikapi hal itu, Direktur Armada PT Pertamina International Shipping (PIS) M. Irfan Zainul Fikri menyoroti korelasi antara gangguan kesehatan mental terhadap kinerja awak kapal di lapangan.

    “Gangguan kesehatan mental bukan hanya berdampak pada diri sendiri. Dalam industri perkapalan yang membutuhkan kerjasama yang tinggi, gangguan kesehatan mental dapat berakibat negatif pada pengambilan keputusan seorang awak kapal. Hal ini dapat berakibat fatal terutama dalam kondisi darurat di laut,” kata Irfan dikutip Minggu (23/2/2025).

    Menyadari tantangan khusus yang dihadapi oleh para awak kapal dalam menghadapi ancaman gangguan kesehatan mental, PIS turut berkolaborasi dengan ITF yang akan berfokus pada program komprehensif untuk meningkatkan kesehatan mental awak kapal di lapangan, termasuk pelatihan dan dukungan psikososial.

    Bersama dengan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), ITF juga telah meneken komitmen strategis dengan pemerintah Indonesia yang berfokus pada peningkatan taraf kesejahteraan pelaut di Indonesia.

    Head of Inspector ITF Steve Trowsdale menyampaikan, kesehatan mental memiliki pengaruh besar terhadap performa serta kesiapsiagaan awak kapal. Jika terjadi gangguan psikologis yang tidak tertangani dengan baik, hal ini dapat berdampak pada keselamatan kerja dan operasional kapal secara keseluruhan.

    “Oleh karena itu, pelatihan first responder menjadi krusial agar awak kapal dapat mengenali tanda-tanda awal gangguan mental, memberikan pertolongan pertama, serta mengetahui langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah dampak yang lebih serius,” katanya.

  • Pekan Bakti Sosial Peringati Hari Pendengaran Sedunia Diharapkan Tingkatkan Kesadaran Masyarakat – Halaman all

    Pekan Bakti Sosial Peringati Hari Pendengaran Sedunia Diharapkan Tingkatkan Kesadaran Masyarakat – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam rangka memperingati Hari Pendengaran Sedunia yang jatuh pada 3 Maret 2025, Kasoem Hearing Center bersama PERHATI-KL Cabang DKI Jakarta menggelar Pekan Bakti Sosial untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan pendengaran.

    Mengusung tema Mengubah Pola Pikir: Berdayakan Diri untuk Perawatan Telinga dan Pendengaran bagi Semua, kegiatan ini telah berlangsung pada 17-23 Februari 2025 di lima lokasi strategis di DKI Jakarta, dengan acara puncak di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Minggu (23/2/2025).

    Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jakarta, Ani Ruspitawati, menekankan bahwa gangguan pendengaran masih sering tidak disadari oleh masyarakat. 

    “Sebagian dari kita belum menyadari bahwa ada masalah pendengaran sehingga lupa untuk melakukan pemeriksaan,” kata Ani Ruspitawati ditemui usai acara, Minggu.

    “Screening pendengaran di sekolah melalui program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) sudah dilakukan, namun perlu diperluas agar lebih banyak anak yang mendapatkan akses,” lanjutnya.

    Ia juga menambahkan masyarakat yang mengalami gangguan pendengaran dapat memanfaatkan layanan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan perawatan yang diperlukan. 

    “Tindakan operasi, pengobatan, atau pemberian alat bantu dengar bisa difasilitasi lewat BPJS,” jelasnya.

    Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jaya, Prof. Dr. dr. Rismala Dewi, SpA(K), menyoroti pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran pada anak. 

    Menurutnya, keterlambatan bicara sering kali berkaitan dengan masalah pendengaran yang tidak terdeteksi sejak dini. 

    “Bayi dengan risiko tinggi, seperti bayi prematur atau yang lahir dari ibu dengan infeksi selama kehamilan, harus menjalani screening pendengaran sejak awal,” ungkapnya.

    Ia juga menekankan penyuluhan dan edukasi melalui media sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 

    “Banyak orangtua yang belum memahami bahwa gangguan pendengaran ringan pun dapat berdampak besar pada perkembangan anak. Oleh karena itu, kegiatan seperti Pekan Bakti Sosial ini sangat bermanfaat untuk menjangkau lebih banyak orang,” tuturnya.

    Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 500 juta orang diperkirakan akan mengalami gangguan pendengaran yang membutuhkan rehabilitasi pada tahun 2030. 

    Lebih dari 1 miliar anak muda juga berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat paparan suara keras.

    Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan pendengaran dan melakukan pemeriksaan sejak dini untuk mencegah dampak jangka panjang.

     

  • Kadinkes Jakarta Imbau Masyarakat Rutin Periksa Pendengaran untuk Deteksi Dini Gangguan di Telinga – Halaman all

    Kadinkes Jakarta Imbau Masyarakat Rutin Periksa Pendengaran untuk Deteksi Dini Gangguan di Telinga – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Jakarta, Ani Ruspitawati, mengimbau masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan pendengaran dengan rutin melakukan pemeriksaan. 

    Menurutnya, banyak orang tidak menyadari mengalami gangguan pendengaran hingga kondisinya sudah cukup parah.

    “Sebagian dari kita belum menyadari adanya masalah pendengaran sehingga lupa untuk melakukan pemeriksaan,” kata Ani dalam acara Pekan Bakti Sosial di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, Minggu (23/2/2025).

    “Padahal, deteksi dini sangat penting agar bisa segera direncanakan pengobatan yang komprehensif,” lanjutnya. 

    Ani menjelaskan saat ini pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas pemeriksaan pendengaran, salah satunya melalui program Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). 

    “Di sekolah sudah ada screening kesehatan pendengaran, baik untuk mendeteksi gangguan fungsi pendengaran maupun sumbatan di liang telinga akibat kotoran. Ke depan, kami ingin menjangkau lebih banyak anak sekolah agar mereka mendapatkan kesempatan pemeriksaan ini,” ungkapnya.

    Selain itu, ia juga menyebutkan program Kesehatan Gratis Jakarta (CKG) turut menyediakan layanan screening pendengaran bagi masyarakat. 

    “Sekarang ada CKG yang bisa dimanfaatkan untuk screening kesehatan, termasuk kesehatan pendengaran. Jadi, tidak perlu menunggu ada keluhan baru periksa,” ujar Ani.

    Ani juga mengingatkan masyarakat yang membutuhkan tindakan medis seperti operasi, pengobatan, atau alat bantu dengar bisa mendapatkannya melalui BPJS Kesehatan. 

    “Jika memang dibutuhkan tindakan lebih lanjut, BPJS bisa memfasilitasinya,” tuturnya.

    Adapu berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 500 juta orang diperkirakan akan mengalami gangguan pendengaran yang membutuhkan rehabilitasi pada 2030. 

    Lebih dari 1 miliar anak muda juga berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat paparan suara keras.

  • Terapi Sel Punca, Solusi untuk Berbagai Penyakit Degeneratif yang Sebelumnya Sulit Diobati – Halaman all

    Terapi Sel Punca, Solusi untuk Berbagai Penyakit Degeneratif yang Sebelumnya Sulit Diobati – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Inovasi dalam bidang medis semakin berkembang, dan terapi sel punca atau stem cell menjadi salah satu terobosan terbesar dalam dunia kesehatan.

    Kini, terapi canggih ini dapat diakses langsung di Indonesia, tanpa perlu pergi ke luar negeri.      

    Pendiri Celltech Stem Cell Centre, Prof. Dr. Deby Vinski, mengatakan terapi sel punca telah terbukti efektif dalam membantu mengobati lebih dari 80 jenis penyakit, termasuk gangguan neurologis seperti stroke, Alzheimer, dan Parkinson.

    Juga berbagai penyakit kronis seperti diabetes, autoimun, gagal ginjal, penyakit jantung, kanker, dan autisme.

    “Teknologi ini bekerja dengan menggantikan sel yang rusak dengan sel sehat yang memiliki kemampuan regenerasi tinggi, memberikan harapan baru bagi pasien yang sebelumnya sulit diobati,” kata Deby saat penandatanganan kerja sama dengan Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN) Panglima Besar Soedirman di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

    Acara penandatanganan ini dihadiri oleh Kepala Rumah Sakit Kolonel Ckm Dr. Markus Wibowo, Sp.OT., MARS beserta tim dari RSPPN, serta Prof. Dr. Deby Vinski, MSc, PhD bersama tim dari Celltech Stem Cell Centre.

    Kerja sama antara Celltech dan RSPPN adalah langkah penting dalam menyediakan solusi medis regeneratif yang berkelanjutan, yang diharapkan dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat Indonesia, membuka peluang baru dalam pengobatan, serta memperkuat ketahanan bangsa menuju Indonesia Emas.

    Dikatakan Deby, terapi sel punca memberikan solusi medis yang memungkinkan tubuh untuk memperbaiki atau mengganti sel-sel yang rusak, mempercepat proses penyembuhan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

    “Kami percaya bahwa terapi ini akan membuka peluang besar dalam pengobatan berbagai penyakit degeneratif, meningkatkan kualitas hidup, dan memperpanjang usia harapan hidup pasien,” ujar Deby Vinski.

    Ditambahkan Deby, salah satu aspek penting dalam pemanfaatan teknologi sel punca adalah penyimpanan tali pusat bayi saat lahir.

    “Tali pusat mengandung sel punca yang dapat diproses dan digunakan untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes, gangguan saraf, dan penyakit autoimun,” katanya.

    Kepala Rumah Sakit RSPPN Dr. Markus Wibowo, Sp.OT., MARS, menyatakan, pihaknya berharap melalui kolaborasi ini, teknologi sel punca dapat semakin dioptimalkan.

    “Pelayanan juga bisa dilakukan di RSPPN dengan stem cell dari Celltech untuk mendukung layanan kesehatan bagi anggota pertahanan negara dan masyarakat umum,” katanya.