Budi Arie Ajak Relawan Doakan Kesehatan Jokowi di Kongres III Projo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum (Ketum) relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi mengajak para relawan untuk mendoakan kesehatan Presiden ke-7 Joko Widodo.
Ajakan ini disampaikannya usai mengetahui Jokowi tidak hadir dalam Kongres III Projo yang digelar di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2025).
“Marilah kita berdoa bersama semoga Pak Jokowi diberi kesehatan,” kata Budi Arie dalam Kongres III Projo, Sabtu.
Budi mengatakan, dirinya sempat menyambangi Jokowi di kediamannya pada Minggu lalu. Saat itu, kondisi Jokowi sudah lebih pulih.
Namun ia memahami adanya anjuran dokter yang membuat Jokowi tidak dapat hadir dalam Kongres III.
“Mungkin pertimbangan kesehatan, pertimbangan dokter untuk berkumpul dalam kerumunan belum dimungkinkan,” ucap Budi.
Namun yang pasti, lanjutnya, semangat Jokowi tetap ada di ruangan tempat kongres berlangsung.
“Tapi yang pasti semangat itu ada di ruangan ini, bahwa kesetiaan kita adalah kepada rakyat,” tutur dia.
Lebih lanjut ia menyampaikan permohonan maaf lantaran Kongres sempat tertunda cukup lama.
Seharusnya, Kongres III diselenggarakan pada Desember 2024 tahun lalu.
“Kita tertunda hampir cukup lama, hampir setahun, kita baru bisa menyelenggarakan Kongres III Projo. Sekali lagi, saya atas nama DPP Projo mengucapkan permohonan maaf karena kita menunda Kongres ini hampir satu tahun lamanya,” tandas Budi.
Sebelumnya diberitakan, Presiden ke-7 Joko Widodo batal menghadiri Kongres relawan Pro-Jokowi (Projo) yang terselenggara pada Sabtu (1/11/2025) sore ini.
Ketidakhadiran Jokowi dikonfirmasi ajudannya, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah, Sabtu.
“Beliau belum dapat menghadiri Kongres III Projo,” kata Syarif kepada Kompas.com, Sabtu.
Syarif mengatakan, hal ini mempertimbangkan saran dari tim dokter pribadi Jokowi.
“Karena pertimbangan tim dokter yang menganjurkan Bapak (Jokowi) untuk beristirahat dan tidak beraktivitas di luar ruangan,” ucap dia.
Namun sebagai gantinya, Jokowi akan mengirim ucapan singkat melalui video dalam Kongres III tersebut.
“Sebagai gantinya, Bapak telah mengirimkan video singkat berisi pesan dan semangat bagi seluruh Keluarga Besar Projo dan peserta kongres,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/11/01/6905c7020d437.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Budi Arie Ajak Relawan Do”akan Kesehatan Jokowi di Kongres III Projo
-
/data/photo/2025/11/01/69059815792e6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Megawati: Anak Muda Jangan Tergila-gila dengan AI
Megawati: Anak Muda Jangan Tergila-gila dengan AI
Tim Redaksi
BLITAR, KOMPAS.com –
Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengimbau generasi muda agar tidak terlena dengan kemajuan teknologi kecerdasan buatan atau
artificial intelligence
(AI).
Megawati mengatakan, secanggih apa pun AI, kemampuan teknologi tersebut tak akan pernah bisa menggantikan otak dan perasaan manusia.
“Sekarang saja saya lihat kecenderungan AI itu kepada sesuatu yang bisa merusak,” ujar Megawati dalam seminar internasional peringatan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Museum Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
“Jadi menurut saya, keilmuan itu juga ada batasnya. Sehingga menurut teman-teman yang ada, saya mohon jangan anak-anak muda tergila-gila dengan AI, karena apa pun juga tetap (nunjuk dada),
feeling
kita ini datangnya dari Allah, dari
God
,” kata Megawati melanjutkan.
Megawati mengatakan, kemajuan teknologi tidak boleh membuat manusia kehilangan kendali dan arah moral.
Menurut dia, teknologi hanyalah alat yang diciptakan manusia, bukan sebaliknya.
“Saya pernah diundang ke Universitas Saint Petersburg di Rusia untuk bicara soal AI. Bagi saya, namanya saja
artificial
, bukan manusia sendiri.
The best mind for me is my brain, because it is from God
,” kata Megawati.
Dengan nada jenaka, Megawati kemudian mencontohkan bagaimana AI tidak bisa menggantikan emosi dan rasa cinta manusia.
“Saya bilang, kalau saya bikin AI bernama Megawati. Satu sampai sepuluh, lalu saya menikah dengan nomor tiga yang paling tampan, apakah mereka bisa tahu rasa cinta itu?” tuturnya disambut tawa peserta seminar.
Ketua umum PDI Perjuangan ini juga menyinggung keterbatasan robot seraya menegaskan bahwa manusia tetap memiliki keunggulan dibanding mesin.
“Robot itu bisa garuk kupingnya sendiri enggak? Kalau patah siapa yang betulkan? Tetap manusia kan,” ucap Megawati.
Oleh karena itu, Megawati mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan nilai-nilai moral.
Menurut Megawati, hanya dengan tetap berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan dan Pancasila, generasi muda bisa memanfaatkan teknologi untuk kemajuan, bukan sebaliknya.
“Saya sekarang selalu teringat apa saja yang beliau (Bung Karno) katakan, mengapa harus ada yang namanya Pancasila, karena Pancasila itu betul seperti tadi yang saya katakan, itu hidup bagi dunia kita. Tidak akan bisa mengerti saya kalau nanti dunia perang dan perang, lalu hanya meningkatkan yang namanya teknologi-teknologi modern,” kata dia.
Diketahui, seminar peringatan 70 tahun KAA ini diikuti oleh puluhan akademisi dari 30 negara Asia dan Afrika.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/01/69059830e862b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Megawati Tawarkan Pancasila Jadi Etika Global: Muliakan Martabat Manusia, Tolak Penindasan
Megawati Tawarkan Pancasila Jadi Etika Global: Muliakan Martabat Manusia, Tolak Penindasan
Tim Redaksi
BLITAR, KOMPAS.com –
Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri menawarkan Pancasila sebagai etika global, dalam rangka memuliakan martabat manusia dan menolak segala bentuk penindasan.
Megawati menilai, di tengah krisis moral, ketimpangan global, dan konflik yang tak kunjung usai, dunia membutuhkan nilai universal baru yang berpijak pada kemanusiaan, bukan lagi kekuasaan.
“Pancasila bisa menjadi etika global yang memuliakan martabat manusia dan menolak segala bentuk penindasan,” ujar Megawati saat berpidato dalam seminar Peringatan 70 Tahun Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
Ia menjelaskan, Pancasila bukan hanya ideologi nasional, tetapi falsafah universal yang mampu menjembatani perbedaan ideologi, ras, dan kepentingan ekonomi di antara bangsa-bangsa.
“Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spirituil; antara hak individu dan tanggung jawab sosial; antara kedaulatan nasional dan solidaritas antarbangsa,” kata Megawati.
Megawati mengingatkan, tanpa dasar moral yang kuat, dunia akan terus terjebak dalam pertarungan hegemoni seperti yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina maupun krisis di Timur Tengah.
Ketua umum PDI Perjuangan ini juga menyinggung perjuangan bangsa Palestina yang sampai saat ini masih terus menghadapi ketidakadilan global.
“Isu Palestina menjadi ujian nyata bagi kemanusiaan dunia. Kemerdekaan yang sejati tidak bisa ditawar-tawar,” ujar Megawati.
Megawati kemudian menyinggung kembali pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB tahun 1960.
Dia mengatakan, Bung Karno telah lebih dulu menyerukan perlunya dunia baru yang berkeadilan.
“Dunia lama yang dibangun di atas kolonialisme dan imperialisme harus digantikan oleh dunia baru yang berkeadilan. Guna membangun dunia semacam itu, Bung Karno mempersembahkan Pancasila bagi dunia,” ucap dia.
Dalam pandangan Megawati, reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga penting dilakukan agar lebih demokratis dan mewakili seluruh bangsa di dunia.
Hal tersebut pun sejalan dengan munculnya dukungan dari negara-negara anggota PBB yang mendukung pembatasan atau penghapusan hak veto.
Alasannya, karena menghambat penyelesaian konflik kemanusiaan, seperti di Gaza dan Ukraina.
“Dengan falsafah Pancasila, Bung Karno menyerukan pentingnya ‘demokratisasi’ di Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan menghapuskan hak veto agar setiap bangsa benar-benar setara,” tutur Megawati.
Megawati menutup pidatonya dengan mengingatkan kembali pesan Bung Karno untuk “
To Build the World Anew
”, membangun dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban.
“Dunia yang baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban,” kata Megawati.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2015/06/17/1536103011-fot0126780x390.JPG?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Perempuan di Jantung Parlemen
Perempuan di Jantung Parlemen
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
PUTUSAN
Mahkamah Konstitusi Nomor 169/PUU-XXII/2024 menjadi tonggak penting dalam sejarah demokrasi representatif Indonesia.
MK secara tegas memerintahkan agar seluruh alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR — mulai dari Badan Musyawarah, Komisi, Badan Legislasi, hingga Mahkamah Kehormatan Dewan — wajib memuat keterwakilan perempuan secara proporsional.
Tak hanya itu, komposisi pimpinan AKD kini harus menjamin keterlibatan perempuan paling sedikit 30 persen.
Putusan ini sejatinya bukan sekadar koreksi terhadap undang-undang yang abai terhadap kesetaraan, melainkan penegasan bahwa politik hukum Indonesia tidak boleh terus berwajah maskulin.
Selama dua dekade terakhir, keterwakilan perempuan di parlemen sering berhenti pada batas formal: ada kuota dalam daftar calon legislatif, tetapi kuota itu menguap ketika perempuan sudah duduk di kursi kekuasaan. Di balik jargon partisipasi, yang terjadi justru marginalisasi.
Melalui amar putusan ini, MK mengingatkan bahwa keadilan substantif tidak akan lahir dari demokrasi yang timpang gender.
Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan politik bukanlah kemurahan hati sistem, melainkan hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945.
MK bahkan menegaskan kembali prinsip
affirmative action
sebagai “kesepakatan nasional” — jalan menuju kesetaraan yang nyata, bukan seremonial.
Selama ini, wacana keterwakilan perempuan dalam politik sering terjebak dalam angka. Kuota 30 persen seolah menjadi garis finis perjuangan, padahal semestinya hal demikian menjadi titik awal menuju keadilan substantif.
Politik kuota tanpa distribusi peran hanyalah kosmetik demokrasi. Dalam banyak kasus, perempuan memang hadir di parlemen, tetapi tidak pada ruang-ruang strategis pengambilan keputusan—tidak di jantung kekuasaan, melainkan di pinggiran simbolik representasi.
Putusan MK kali ini mengubah arah politik hukum tersebut. MK tidak hanya menegaskan hak perempuan untuk duduk di kursi kekuasaan, tetapi juga mengintervensi struktur internal lembaga legislatif agar ruang pengaruh itu benar-benar terbuka bagi perempuan.
Inilah bentuk konkret dari
constitutional feminism
—pandangan bahwa Konstitusi harus aktif melindungi dan memberdayakan kelompok yang selama ini terpinggirkan.
Secara sosiologis, putusan ini menantang budaya politik patriarkal yang telah lama mengakar. DPR selama ini lebih sering dikuasai oleh logika fraksi dan patronase, posisi strategis kerap diberikan berdasarkan loyalitas politik, bukan perspektif kesetaraan.
Padahal, kehadiran perempuan bukan hanya soal keadilan numerik, melainkan soal kualitas kebijakan yang lebih inklusif, empatik, dan berpihak pada kepentingan publik yang lebih luas.
Dengan membuka ruang perempuan di seluruh AKD, MK sejatinya sedang mendorong redistribusi kekuasaan— langkah penting untuk memastikan bahwa demokrasi Indonesia bukan hanya prosedural, tetapi juga berkeadilan gender.
Putusan Mahkamah Konstitusi ini pada dasarnya menegaskan kembali bahwa demokrasi sejati tidak hanya berbicara tentang siapa yang berkuasa, tetapi juga siapa yang diwakili dan didengar.
Demokrasi tanpa keterwakilan perempuan sejatinya adalah demokrasi yang pincang—demokrasi yang gagal menangkap kompleksitas sosial dalam proses pengambilan keputusan publik.
Dalam teori demokrasi deliberatif ala Jürgen Habermas, legitimasi politik tidak lahir semata dari hasil pemilihan umum, melainkan dari proses diskursif yang inklusif—yakni keterlibatan semua kelompok yang terdampak oleh kebijakan publik dalam proses pembentukannya.
Dengan demikian, absennya suara perempuan dalam alat kelengkapan Dewan berarti ada separuh warga negara yang tersingkir dari ruang deliberasi kebangsaan.
Dari perspektif teori keadilan ala John Rawls, prinsip
fair equality of opportunity
menuntut agar semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memengaruhi keputusan kolektif.
Namun, dalam praktiknya, struktur politik yang maskulin justru menciptakan apa yang disebut Nancy Fraser sebagai “subordinasi sistemik dalam representasi politik”, di mana perempuan hadir sebagai simbol, bukan subjek kekuasaan.
Putusan MK ini mencoba membalik arus tersebut. Dengan mewajibkan keterwakilan perempuan di setiap alat kelengkapan Dewan, Mahkamah sejatinya sedang mengubah arsitektur kekuasaan politik agar lebih adil dan reflektif terhadap realitas sosial.
Ini bukan semata langkah hukum, tetapi transformasi budaya politik — dari
politics of exclusion
menuju
politics of inclusion.
Tentu, keberadaan perempuan dalam struktur pengambilan keputusan bukan hanya memperkaya perspektif, melainkan juga memperkuat kualitas kebijakan publik.
Pelbagai studi, termasuk penelitian World Bank (2020) dan UN Women (2022), menunjukkan bahwa lembaga legislatif yang lebih seimbang secara gender cenderung menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan.
Dengan kata lain, keterwakilan perempuan bukan hanya persoalan moral atau etika politik, tetapi juga rasionalitas kebijakan.
Putusan MK Nomor 169/PUU-XXII/2024 dengan demikian harus dibaca sebagai upaya konstitusionalisasi keadilan sosial berbasis gender.
MK mengingatkan bahwa konstitusi bukan teks netral, melainkan instrumen emansipatoris yang harus berpihak pada kelompok termarjinalkan.
Di titik inilah, MK menjalankan fungsinya sebagai penjaga moral konstitusi — memastikan bahwa hukum tidak sekadar mengatur kekuasaan, tetapi juga menata ulang relasi kuasa agar lebih adil.
Putusan Mahkamah Konstitusi ini seharusnya tidak berhenti sebagai teks hukum, melainkan menjadi momentum politik untuk menata ulang cara bangsa Indonesia memaknai kekuasaan.
Perintah MK agar keterwakilan perempuan hadir di seluruh alat kelengkapan Dewan menuntut keberanian politik dari partai-partai untuk keluar dari pola lama: politik yang tertutup, hierarkis, dan maskulin.
Tanpa komitmen politik yang nyata, putusan konstitusional ini akan kembali menjadi simbol tanpa roh.
Jika dibaca dengan kacamata politik hukum, langkah MK ini menunjukkan bahwa hukum bukan hanya produk dari kekuasaan, tetapi juga alat korektif terhadap ketimpangan struktural.
MK menggunakan konstitusi sebagai instrumen
transformative justice
—keadilan yang tidak sekadar menghukum atau mengatur, tetapi mengubah relasi sosial agar lebih setara. Seperti dikatakan oleh jurist feminis, MacKinnon, hukum harus hadir bukan untuk “menyamakan perempuan dengan laki-laki”, melainkan untuk menghapus struktur dominasi yang membuat perempuan selalu berbeda secara sosial dan politis.
Kini, tugas besar ada di tangan DPR dan partai politik. Mereka harus menindaklanjuti putusan ini dengan mekanisme konkret: penataan tata tertib DPR, kebijakan afirmatif dalam fraksi, hingga evaluasi rutin atas komposisi alat kelengkapan Dewan.
Pun, publik sipil dan gerakan perempuan perlu terus mengawal agar prinsip keadilan gender tidak berhenti di ruang sidang MK, tetapi berakar dalam praktik politik keseharian.
Jadi, keterwakilan perempuan di jantung parlemen bukan sekadar tentang menambah kursi, melainkan menambah cara pandang terhadap keadilan.
Demokrasi yang sejati hanya bisa hidup jika seluruh warga negara—tanpa terkecuali—dapat berpartisipasi secara bermakna dalam menentukan arah bangsa.
Putusan MK ini adalah panggilan konstitusional untuk memastikan bahwa politik Indonesia bukan lagi arena eksklusif “kekuasaan laki-laki”, tetapi ruang bersama untuk keadilan yang setara dan manusiawi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/17/68a130ff4aa2a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Megawati Perintahkan Kepala Daerah PDI-P Lebih Merakyat
Megawati Perintahkan Kepala Daerah PDI-P Lebih Merakyat
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com-
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kepada kepala daerah, khususnya yang berasal dari PDI-P, untuk lebih merakyat.
Hasto menyebutkan, dalam pertemuan dengan pengurus PDI-P di Jawa Timur, Megawati mengingatkan republik ini dibangun dengan pertaruhan jiwa raga rakyat Indonesia, misalnya peristiwa 10 November, kemudian Perang Diponegoro, rakyat kecil menjadi korban.
“Karena keyakinan Indonesia merdeka ini dilandasi semangat perjuangan untuk kepentingan rakyat, maka ibu tadi mengatakan agar kepala daerah untuk berbuat baik kepada rakyat, menyejahterakan rakyat, membahagiakan rakyat karena itu amanat yang diberikan oleh mereka yang telah berjuang bagi kemerdekaan Indonesia,” kata Hasto di Blitar, Jumat (31/10/2025), dikutip dari
Antara
.
Hasto menyebutkan, dalam pertemuan itu, Megawati juga menggembleng semangat para kepala daerah untuk turun ke akar rumput.
“Ibu menggembleng semangat kepala daerah agar di tengah persoalan yang tidak mudah saat ini semua bergerak turun ke bawah memberikan darma baktinya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan hadir membela kepentingan rakyat,” kata dia.
Selain melakukan konsolidasi dengan kader PDI-P, Megawati berkunjung ke Blitar untuk mengisi acara seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika pada Sabtu (1/11/2025).
Hasto menyebutkan,, Konferensi Asia Afrika ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia bagi dunia khususnya melalui visi Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dalam membangun tata dunia baru.
Seminar ini akan diikuti oleh 30 akademisi dari 30 negara.
“Ini juga menggugah satu kesadaran bahwa bangsa Indonesia harus bangga punya kontribusi besar bagi peradaban dunia. Semangat anti penjajahan itulah yang harus digelorakan termasuk penjajahan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, karena nilai itulah yang menunjukkan kemampuan Indonesia,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, pemikiran Bung Karno terkait hidup berdampingan secara damai, tidak ada campur tangan atas kedaulatan politik suatu negara masih sangat relevan hingga kini.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/31/6904cb287bef8.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soal Ketentuan Baru Royalti Musik, Armand Maulana: Transparansi Paling Penting
Soal Ketentuan Baru Royalti Musik, Armand Maulana: Transparansi Paling Penting
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Vokalis band Gigi, Armand Maulana menyambut baik tata kelola royalti musik yang diatur oleh Kementerian Hukum.
Armand mengatakan, kunci dari perbaikan tata kelola royalti musik di Tanah Air adalah transparansi.
“Dan transparansi itu adalah hal yang paling penting dari semua itu. Dan semuanya tadi sudah diakomodir oleh Pak Supratman (Menteri Hukum) dan tim. Jadi dari kami cukup sekian saja,” kata Armand usai acara Audiensi Menteri Hukum dengan pelaku industri musik di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Armand mengatakan, sengkarut tata royalti musik yang sudah terjadi hampir 12 tahun akhirnya dapat diperbaiki melalui Kementerian Hukum.
“Jadi buat saya, buat kami stakeholder musik. Sekarang kita punya bapak, jadi apapun, punya seorang bapak yang bisa mengakomodir apa yang sebetulnya harusnya terjadi,” ujarnya.
Senada dengan Armand, Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) sekaligus Gitaris band Padi, Piyu mengapresiasi ketentuan baru mengenai tata kelola royalti musik tersebut.
“Karena ini baru pertama kali. Karena itu sebenarnya keresahan dari kami Pak,” kata Piyu.
Selain tata kelola royalti, Piyu juga menyinggung soal tarif royalti yang diberlakukan platform musik digital yang sangat jauh perbandingannya dengan musisi internasional.
“Agak sedikit diskriminatif kalau menurut saya. Karena jauh banget perbandingannya. Kalau
correct me if I’m wrong
. Kita ini hanya mendapat 0,8 dollar dari salah satu platform. Sedangkan kalau di US ini bisa 11 dollar. Jadi jauh banget,” ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya melakukan langkah jangka pendek untuk menghentikan polemik royalti musik di Tanah Air.
Supratman mengatakan, salah satu cara adalah membagi tugas Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
“Satu, yang sudah berjalan dari bagian dari transformasi yang kita lakukan, memperbaiki tata kelola, kita memisahkan antara yang memungut royalti dan yang mendistribusi kepada yang berhak. Dan itu sudah jalan sekarang,” kata Supratman di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Supratman mengatakan, LMKN bertugas memungut royalti musik. Sedangkan, LMK bertugas untuk mendistribusikan royalti kepada para pelaku industri musik.
“LMK sekarang tidak boleh memungut royalti, yang berhak memungut royalti adalah LMKN. LMKN tidak boleh mendistribusikan langsung kepada anggota LMK. Jadi mereka akan saling check and balance,” ujarnya.
Karenanya, Supratman mengatakan, semua LMK yang terdaftar, wajib melakukan digitalisasi terkait dengan anggota-anggota mereka.
Dia mengatakan, nama-nama anggota LMK harus dilengkapi dengan bukti KTP atau NPWP.
“Sehingga kita tahu bahwa yang disalurkan itu memang orang yang berhak. Jangan-jangan, dikasih kepada orang yang bukan musisi yang tidak berhak,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/05/68185bbc76658.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati
Kemenkum Sebut 500 Napi Menunggu Eksekusi Mati
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kementerian Hukum mengungkapkan setidaknya ada 500 orang narapidana di Indonesia yang menunggu eksekusi hukuman mati.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum Dhahana Putra mengatakan para napi tersebut masih menunggu eksekusi pidana mati lantaran belum adanya aturan kejelasan waktu pelaksanaan hukuman mati.
“Bisa dibayangkan orang terpidana mati yang tidak ada waktu kapan (eksekusinya) ya, ini penantian yang luar biasa dan menjadi suatu masalah besar,” ucap Dhahana dalam Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Jakarta, Jumat (31/10/2025), melansir
Antara
.
Maka dari itu, kata dia, pemerintah saat ini sedang memproses RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang dalam waktu dekat akan disampaikan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani.
Dalam RUU tersebut, Dhahana menyampaikan, diatur bahwa pelaksanaan pidana mati tidak lebih dari 30 hari sejak penetapan pelaksanaan putusan.
Adapun eksekusi akan akan dilaksanakan di tempat tertutup dan terbatas, serta diutamakan di daerah tempat terpidana mati menjalani pembinaan.
Saat pelaksanaan putusan hukuman mati, pemberitahuan disampaikan kepada terpidana mati dan keluarga, presiden, advokat, Mahkamah Agung, menteri luar negeri, menteri hukum, menteri imigrasi dan pemasyarakatan, kepolisian, serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Pemberitahuan itu disertai informasi upaya hukum, hasil pemeriksaan dan penilaian terpidana mati, dan keputusan penolakan permohonan grasi.
Ia menuturkan presiden dapat memberikan pertimbangan pelaksanaan pidana mati dan harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Apabila dalam 90 hari sejak keputusan pelaksanaan pidana mati diterima oleh presiden telah lewat dan presiden tidak menetapkan keputusan perubahan pidana mati menjadi pidana penjara seumur hidup, usulan perubahan pidana mati dianggap dikabulkan secara hukum,” jelasnya.
Dengan demikian, tambah Dhahana, RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati akan memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan hukuman mati.
Meski begitu, Dhahana menekankan dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026, pidana mati ke depannya akan menjadi upaya terakhir dalam pemberian hukuman oleh pengadilan.
Dalam KUHP Nasional, diatur bahwa pidana mati bukan lagi pidana pokok yang diberikan kepada narapidana, melainkan pidana alternatif yang disepadankan dengan hukuman penjara seumur hidup maupun 20 tahun.
“Inilah politik hukum, sejatinya pidana mati itu kita terapkan asas
ultimum remedium
. Bahkan ada kecenderungan tidak dilaksanakan,” imbuh Dhahana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/31/6904819911eb6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KSAD Pesan Kadispenad Baru Lanjutkan Tradisi Corong Keterbukaan dan Kolaborasi dengan Media
KSAD Pesan Kadispenad Baru Lanjutkan Tradisi Corong Keterbukaan dan Kolaborasi dengan Media
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak berpesan agar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) yang baru, Kolonel Inf Donny Pramono, melanjutkan tradisi keterbukaan informasi dan kemitraan erat dengan media massa yang telah dibangun oleh Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, Kadispenad sebelumnya.
Pesan itu disampaikan Maruli kepada kedua perwira tersebut dalam rangkaian serah terima jabatan Kadispenad di Markas Besar TNI Angkatan Darat (Mabesad), Jakarta, Jumat (31/10/2025).
“Secara tidak langsung Bapak KSAD juga menyampaikan agar Pak Donny melanjutkan apa yang sudah berjalan selama ini, salah satunya untuk terus berkomunikasi aktif dengan teman-teman media,” kata Wahyu di hadapan awak media, Jumat.
Wahyu juga menitipkan pesan kepada penggantinya agar terus menjaga sinergi tersebut.
Ia menegaskan, selama satu tahun tiga bulan menjabat Kadispenad, komunikasi yang terbuka antara jajaran penerangan dan media menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kepercayaan publik terhadap TNI AD.
“Sekarang saya sampaikan lagi kepada rekan-rekan media, tentu akan semakin meyakinkan Kolonel Donny bahwa itu adalah kondisi yang harus dipertahankan pada masa-masa ke depan, yaitu terus membuka komunikasi aktif dengan rekan-rekan media, lalu bisa dihubungi setiap saat, dan siap untuk memberikan penjelasan apa yang dibutuhkan rekan-rekan media,” tutur Wahyu.
Sementara itu, Kadispenad yang baru, Kolonel Inf Donny Pramono, mengaku siap melanjutkan estafet kepemimpinan Brigjen Wahyu.
Ia menyebut jabatan ini sebagai amanah besar dan menegaskan pentingnya dukungan dari insan media.
“Saya tahu kepemimpinan dari Brigjen TNI Wahyu Yudhayana ini untuk Dinas Penerangan Angkatan Darat ini sungguh sangat luar biasa. Jadi saya penerusnya ini, saya mengakui cukup berat,” ungkap Donny.
“Namun saya mohon doa restu dari teman-teman media semuanya, untuk bisa membantu saya dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan Angkatan Darat ini,” tambahnya.
Ia menegaskan, pesan KSAD Maruli kepadanya adalah agar melanjutkan budaya transparansi dan kemitraan dengan media sebagai ‘corong resmi’ TNI AD.
“Pesan KSAD, yaitu yang tadi saya sampaikan, lanjutkan estafet kepemimpinannya Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, di mana sudah membawa Dinas Penerangan Angkatan Darat ini yang cukup luar biasa dikenal media, kemudian bisa menjadi corong Angkatan Darat dan semuanya tentunya by data dan kebenaran yang disampaikan,” ucap Donny.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/08/02/688dffb144139.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/01/69057bbf175b3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)