Category: Kompas.com Nasional

  • Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar, dan Arsjad Rasjid Serukan Pesan Perdamaian di Roma

    Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar, dan Arsjad Rasjid Serukan Pesan Perdamaian di Roma

    Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar, dan Arsjad Rasjid Serukan Pesan Perdamaian di Roma
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Tiga tokoh Indonesia, yaitu Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar, dan Arsjad Rasjid, menyuarakan perdamaian dunia dalam acara Daring Peace – International Meeting for Peace 2025 di Roma, Italia, pada Senin (27/10).
    Ketiganya membawa perspektif berbeda, tetapi saling melengkapi soal politik, spiritualitas, dan ekonomi. Perspektif tersebut merepresentasikan wajah Indonesia sebagai negara plural yang menjunjung dialog dan kemanusiaan.
    Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla menyampaikan, perdamaian bukan sekadar ketiadaan perang, melainkan keberanian untuk memilih jalan dialog dan solidaritas.
    “Perdamaian adalah keberanian untuk meletakkan senjata, baik fisik maupun ideologis, dan memilih keadilan serta kemanusiaan,” katanya.
    Jusuf Kalla yang dikenal sebagai mediator konflik di Poso dan Aceh, juga mengatakan bahwa masjid dapat menjadi pusat pembinaan moral dan sosial umat. 
    “Masjid tidak boleh hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga ruang sosial yang menumbuhkan keadaban dan solidaritas kemanusiaan,” ucapnya.
    Kemudian, Nasaruddin Umar yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agama sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, mengingatkan bahayanya politisasi agama yang dapat mengancam perdamaian.
    Menurutnya, ancaman terbesar bagi perdamaian bukan agama, melainkan penyalahgunaan agama.
    Ia juga menekankan pentingnya Islam sebagai rahmat bagi semesta alam dan mengajak dunia meneladani Indonesia sebagai ‘laboratorium kerukunan’ atau tempat umat beragama hidup berdampingan secara harmonis.
    “Keberagaman Indonesia adalah warisan spiritual yang dapat dibagikan kepada dunia,” katanya.
    Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dan Ketua Dewan Masjid Indonesia Bidang Kewirausahaan Arsjad Rasjid membahas mengenai dimensi ekonomi dalam menjaga perdamaian. Menurutnya, ketimpangan ekonomi menjadi sumber laten konflik.
    “Ekonomi tanpa kemanusiaan adalah bentuk konflik tersembunyi,” ujarnya dalam sesi bertema Economy and Solidarity.
    Arsjad juga menyoroti pentingnya ekonomi berkeadaban dan pemberdayaan masyarakat berbasis solidaritas sosial.
    Ia menyerukan agar dunia usaha menjadi bagian dari solusi kemanusiaan dan perdamaian global.
    Diketahui, International Meeting for Peace 2025 di Roma merupakan forum lintas agama dan budaya yang mempertemukan ribuan tokoh dunia untuk membahas perdamaian global di tengah meningkatnya konflik dan ekstremisme.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Budi Arie Terpilih Jadi Ketum Projo 2025-2030 Secara Aklamasi

    Budi Arie Terpilih Jadi Ketum Projo 2025-2030 Secara Aklamasi

    Budi Arie Terpilih Jadi Ketum Projo 2025-2030 Secara Aklamasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi kembali ditetapkan sebagai ketua umum (ketum) DPP Relawan Projo periode 2025-2030.
    Penetapan ini dilakukan dalam penutupan Kongres ke-3 Projo di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (2/11/2025).
    Pimpinan sidang Fredy Damanik mengeklaim penunjukan kembali Budi Arie ini berdasarkan hasil kesepakatan bersama atau aklamasi.
    “Hasil kesepakatan bersama atau aklamasi seluruh peserta Kongres Projo ke-3, memutuskan, menetapkan Budi Arie Setiadi sebagai Ketum DPP Projo periode 2025 sampai 2030,” ujar Fredy.
    Fredy menjelaskan, Budi Arie juga menjadi ketua merangkap anggota tim formatur untuk menyusun kepengurusan Projo.
    “Dan sebagai ketua formatur mengatur kepengurusan DPP Projo. Sepakat ya?” ucapnya.
    “Sepakat,” seru para hadirin.
    Projo awalnya merupakan sebuah organisasi relawan yang terbentuk untuk mendukung Jokowi sebagai calon presiden pada pemilihan presiden (Pilpres) 2014.
    Nama Projo kerap disebut sebagai kepanjangan dari “Pro Jokowi”. Projo mulai aktif sejak 2013, di mana mereka berfungsi sebagai jaringan dukungan relawan untuk memenangkan Jokowi dalam kontestasi Pilpres.
    Sedangkan Budi Arie awalnya merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta periode 1998-2001.
    Karier politiknya di PDI-P terus menanjak setelah didapuk menjadi Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan DPD PDI-P DKI Jakarta periode 2005 sampai 2010.
    Pada Agustus 2013, Budi Arie menjadi sosok penting berdirinya Projo yang merupakan kelompok relawan terbesar yang mendukung Jokowi.
    Projo dinilai memainkan peran krusial dalam menggalang dukungan untuk pencalonan Jokowi sebagai presiden pada 2014-2019 dan 2019-2024.
    Hingga kini, ia menjabat sebagai Ketua Umum Projo. Namun pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Projo menjatuhkan dukungannya kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
    Saat mendeklarasikan dukungannya pada 2023, Projo menilai bahwa Prabowo merupakan sosok yang layak meneruskan kerja Jokowi.
    Budi Arie sendiri pernah menempati sejumlah posisi menteri di pemerintahan Jokowi maupun Prabowo.
    Namanya pernah mengisi pos Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada era Jokowi. Setelah kemenangan Prabowo pada Pilpres 2024, ia mengisi kursi Menteri Koperasi.
    Namun, Budi Arie kemudian terkena reshuffle dan digantikan oleh Ferry Juliantono pada Senin (8/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aktif di Forum Internasional, Prabowo Disebut Sedang Cicil “Utang Sejarah” Kemerdekaan Palestina

    Aktif di Forum Internasional, Prabowo Disebut Sedang Cicil “Utang Sejarah” Kemerdekaan Palestina

    Aktif di Forum Internasional, Prabowo Disebut Sedang Cicil “Utang Sejarah” Kemerdekaan Palestina
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Anis Matta menyebut langkah Presiden Prabowo Subianto yang aktif di berbagai forum internasional adalah bagian dari upaya menuntaskan “utang sejarah” Indonesia terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina.
    Menurut Anis, dukungan Indonesia terhadap Palestina bukan hanya amanat konstitusi atau kewajiban moral semata, tetapi juga kelanjutan dari semangat perjuangan bangsa yang lahir sejak Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.
    “Kita enggak bisa diam melihat pembantaian seperti itu. Jadi dalam konteks amanat konstitusi, kewajiban agama, kewajiban kemanusiaan, dan menuntaskan utang sejarah ini, yang kita lakukan secara cicilan hingga sekarang. Inilah yang dilakukan oleh Presiden Prabowo,” ujar Anis dalam siniar Gaspol Kompas.com, Minggu (2/11/2025).
    Anis menjelaskan, Indonesia sejak masa Presiden Soekarno telah memainkan peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
    KAA 1955 yang digagas Indonesia bersama negara-negara lain, lanjut Anis, menjadi momentum lahirnya semangat solidaritas global melawan penjajahan dan imperialisme.
    “Semangat Bandung atau ruhnya Bandung itu waktu itu datang dengan satu narasi tunggal, kemerdekaan melawan imperialisme. Karena banyak dari anggotanya yang masih belum merdeka sampai tahun itu, dan kita juga baru 10 tahun merdeka,” kata Anis.
    Anis menerangkan, dalam kondisi baru merdeka dan masih menghadapi agresi Belanda, Indonesia justru berani memprakarsai forum internasional yang menginspirasi banyak negara memperjuangkan kebebasan.
    Dari semangat itu, kata Anis, hampir semua negara di Asia dan Afrika akhirnya meraih kemerdekaan pada dekade 1960-an.
    “Yang tersisa dari semangat Bandung itu sebenarnya tinggal satu ini, Palestina. Itu artinya masih ada utang sejarah yang kita belum tuntaskan. Dan menuntaskan utang sejarah inilah yang sedang dilakukan oleh Pak Prabowo sekarang,” ungkap Anis.
    Anis meyakini bahwa Prabowo memahami bahwa dukungan terhadap kemerdekaan Palestina memiliki dimensi sejarah dan nilai kemanusiaan yang mendalam.
    Oleh karena itu, keaktifan Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo di berbagai forum internasional menjadi bentuk konkret dari tanggung jawab moral dan historis bangsa.
    “Ini utang sejarah. Di luar dari fakta bahwa ini adalah amanat konstitusi, kewajiban agama, dan kewajiban kemanusiaan, ini juga adalah utang sejarah. Inilah satu-satunya negara yang belum merdeka sekarang,” pungkas Anis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Belanja APBD yang Selalu Menumpuk di Akhir Tahun

    Belanja APBD yang Selalu Menumpuk di Akhir Tahun

    Belanja APBD yang Selalu Menumpuk di Akhir Tahun
    Praktisi Pemerintahan
    SEKARANG
    ini, siapa pun bisa dengan mudah memantau kinerja belanja APBD setiap pemerintah daerah. Tidak perlu akses khusus, tidak butuh data dari orang dalam. Cukup buka Google, ketik portal APBD DJPK, lalu klik tautan yang muncul di hasil pencarian. Dalam hitungan detik, kita bisa melihat bagaimana kinerja belanja daerah di seluruh Indonesia, mulai dari tingkat nasional hingga ke kabupaten dan kota.
    Transparansi fiskal kini betul-betul ada di ujung jari. Itulah yang saya lakukan beberapa waktu lalu. Saya penasaran: bagaimana sebenarnya kinerja belanja APBD sampai dengan triwulan III tahun ini?
    Ketika saya memilih tampilan nasional di portal tersebut, datanya cukup menggelitik. Realisasi belanja daerah secara nasional baru mencapai 52,38%. Jika diuraikan, komposisinya adalah belanja pegawai 61,81%, belanja barang 49,85%, belanja modal 29,13%, dan belanja lainnya 56,49%.
    Kalau kita bandingkan dengan waktu yang sudah berjalan—tiga perempat tahun—angka tersebut jelas rendah. Idealnya, realisasi belanja daerah pada triwulan III sudah mencapai 70% dari total pagu anggaran. Artinya, pemerintah daerah baru menghabiskan separuh dari anggaran yang mereka miliki.
    Yang paling mengkhawatirkan adalah belanja modal—komponen yang paling berdampak langsung pada pembangunan fisik dan ekonomi masyarakat—karena realisasinya hanya 29,13%.
    Lambatnya realisasi belanja modal ini bukan sekadar angka di laporan. Ia mencerminkan lambatnya perputaran ekonomi di daerah, tertundanya pembangunan infrastruktur, dan berkurangnya peluang kerja. Uang publik yang seharusnya mendorong aktivitas ekonomi, justru mengendap di kas daerah.
    Rasa penasaran saya tidak berhenti di situ. Saya ingin tahu, provinsi mana yang paling cepat dan mana yang paling lambat menyerap anggaran. Apakah ada yang sudah mencapai target 70% itu? Syukurlah, portal DJPK tidak hanya menampilkan data nasional, tetapi juga menyediakan pilihan untuk melihat realisasi belanja per provinsi, bahkan sampai ke level kabupaten dan kota.
    Saya pun membuka satu per satu data per provinsi. Hasilnya cukup menarik, meski sekaligus memprihatinkan. Provinsi dengan kinerja belanja APBD tertinggi hanya mencapai 61,86%, dan itu satu-satunya yang berhasil menembus angka di atas 60%. Sementara yang terendah hanya 40,24%. Dari 38 provinsi, lebih dari separonya—tepatnya 23 provinsi—mencatat kinerja di bawah rata-rata nasional (52,38%). Bahkan, 16 provinsi masih di bawah 50%.
    Artinya, sebagian besar daerah belum menunjukkan progres yang menggembirakan dalam pelaksanaan anggaran. Padahal, pada triwulan III, seharusnya mesin belanja pemerintah daerah sudah bekerja lebih cepat.
    Kalau ditelisik lebih dalam lagi berdasarkan jenis belanja, situasinya makin jelas. Secara nasional, belanja modal—yang digunakan untuk membangun jalan, jembatan, fasilitas publik, dan sarana ekonomi lainnya—hanya 29,13%.
    Di tingkat provinsi, angka tertinggi 40,96%, dan hanya satu provinsi yang bisa menembus angka 40%. Yang paling rendah bahkan hanya 15,87%. Dari 38 provinsi itu, sebanyak 25 provinsi memiliki kinerja belanja modal di bawah rata-rata nasional.
    Jadi, apa maknanya? Satu kesimpulan sederhana: belanja daerah masih menumpuk di akhir tahun. Fenomena ini bukan hal baru. Setiap tahun, pola yang sama berulang. Awal tahun sibuk dengan perencanaan, pertengahan tahun lamban dalam pelaksanaan, dan menjelang akhir tahun baru dikejar-kejar realisasi.
    Proyek-proyek baru digarap di bulan November atau Desember, dikebut agar anggaran terserap. Tak jarang, hasilnya jauh dari optimal—entah karena kualitas pekerjaan menurun, atau karena pelaksanaan yang terburu-buru.
    Ada banyak penyebab mengapa hal ini terus terjadi. Pertama, proses perencanaan yang tidak matang. Banyak daerah yang terlambat menyelesaikan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA), bahkan setelah tahun anggaran berjalan. Akibatnya, kegiatan baru bisa dimulai di pertengahan tahun.
    Kedua, proses pengadaan barang dan jasa yang lambat dan birokratis. Meski sistem
    e-procurement
    sudah diterapkan, tahapan administrasi tetap panjang. Tak jarang, lelang gagal karena peserta tidak memenuhi syarat, dan prosesnya harus diulang.
    Ketiga, faktor kehati-hatian yang berlebihan. Setelah berbagai kasus hukum menjerat pejabat daerah karena persoalan administrasi keuangan, banyak pejabat kini lebih memilih “aman” daripada “cepat”. Akibatnya, belanja ditunda-tunda, dan realisasi tertahan di akhir tahun.
    Padahal, dari sisi ekonomi, penyerapan anggaran pemerintah adalah salah satu motor penggerak utama. Ketika belanja daerah rendah, perputaran uang di masyarakat ikut melemah. Proyek tidak jalan, pekerja tidak terserap, konsumsi masyarakat turun.
    Belanja publik seharusnya bisa menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi daerah, bukan justru menjadi angka statis di laporan keuangan.
    Pemerintah pusat sebenarnya sudah berulang kali mengingatkan soal ini. Setiap tahun, Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri mendorong percepatan realisasi APBD. Namun, tampaknya imbauan itu belum cukup menggugah perubahan di lapangan.
    Maka, jika melihat data realisasi hingga triwulan III tahun ini, kita tidak bisa menutup mata: mayoritas daerah masih belum efisien dalam mengelola belanja publiknya. Transparansi data di portal DJPK memang membuka akses bagi publik untuk melihat kinerjanya, tetapi transparansi tanpa akuntabilitas hanya akan melahirkan keterbukaan tanpa perubahan.
    Selama pola ini tidak berubah, cerita klasiknya akan terus berulang: realisasi rendah di awal tahun, menumpuk di akhir tahun, lalu semua berpacu dengan waktu demi mengejar angka serapan. Anggaran terserap, ya. Tapi efektivitasnya? Belum tentu. Dan pada akhirnya, publik pun kembali bisa menebak akhir ceritanya: belanja APBD masih menumpuk di penghujung tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pertamina untuk Rakyat, Bukan Mafia

    Pertamina untuk Rakyat, Bukan Mafia

    Pertamina untuk Rakyat, Bukan Mafia
    Mahasiswa Pascasarjana Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Wasekjend Dewan Energi Mahasiswa, Wakil Bendahara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
    ISU
    dugaan penyalahgunaan penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang terjadi beberapa minggu terakhir telah mengguncang kepercayaan publik terhadap tata kelola energi nasional.
    Munculnya konten masyarakat di berbagai media sosial mengenai dugaan penurunan kualitas bahan bakar yang berakibat pada kerusakan mesin di sejumlah daerah bukan hanya  kerugian ekonomi bagi pengguna, tetapi juga mengancam kredibilitas Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang memikul tanggung jawab strategis dalam menjamin ketersediaan energi bagi seluruh rakyat Indonesia.
    Dugaan praktik manipulasi kualitas bahan bakar, yang diduga melibatkan jaringan mafia migas di tingkat distribusi, menjadi refleksi nyata lemahnya pengawasan internal dan potensi penyimpangan yang telah berulang kali menghantam sektor energi nasional.
    Ketika masyarakat sebagai konsumen menghadapi kenyataan bahwa bahan bakar yang mereka beli tidak sesuai dengan standar mutu yang dijanjikan, maka kepercayaan publik terhadap institusi pengelola energi negara pun terancam runtuh.
    Dalam konteks hukum, persoalan ini dapat dibaca melalui kacamata Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang menegaskan prinsip dasar tentang itikad baik antara pelaku usaha dan konsumen. Pasal 7 huruf a mengatur kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam menjalankan usahanya, sementara Pasal 5 huruf b mengatur kewajiban konsumen untuk beritikad baik dalam melakukan transaksi.
    Penerapan asas itikad baik ini merupakan jaminan hukum agar tidak terjadi pelanggaran yang merugikan salah satu pihak. Dalam konteks Pertamina, asas ini bermakna bahwa perusahaan negara wajib menjaga keaslian, keamanan, dan mutu produk bahan bakar yang didistribusikan kepada publik.
    Ketika terjadi penurunan kualitas bahan bakar akibat penyalahgunaan wewenang atau manipulasi di tingkat tertentu, maka sesungguhnya telah terjadi pelanggaran terhadap prinsip perlindungan konsumen yang diatur undang-undang.
    Pengguna Pertamina, sebagai konsumen, berhak memperoleh perlindungan hukum atas kerugian yang mereka alami akibat turunnya kualitas bahan bakar yang seharusnya dijamin oleh negara. Masalah ini tidak dapat dilepaskan dari persoalan klasik dalam tata kelola energi di Indonesia, yakni lemahnya pengawasan dan penetrasi kelompok kepentingan dalam rantai distribusi BBM.
    Mafia migas bukanlah istilah baru, mereka adalah jaringan kepentingan ekonomi dan politik yang beroperasi di ruang abu-abu antara kebijakan, birokrasi, dan bisnis energi. Praktik manipulasi stok, penurunan kadar oktan, hingga dugaan praktik-praktik pengoplosan bahan bakar merupakan manifestasi dari kegagalan sistem pengawasan internal dan lemahnya integritas tata kelola di lapangan.
    Ketika praktik seperti ini dibiarkan berulang tanpa tindakan tegas, maka negara sejatinya telah gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap kekayaan publik yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat.
    Penerapan prinsip
    good corporate governance
    (tata kelola perusahaan yang baik) menjadi batu ujian utama dalam menilai kredibilitas Pertamina sebagai perusahaan milik rakyat. Prinsip ini meliputi transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan keadilan, yang keseluruhannya harus menjadi panduan dalam setiap lini operasional perusahaan.
    Ketika salah satu prinsip itu diabaikan, seperti dalam kasus lemahnya pengawasan kualitas BBM, maka integritas perusahaan menjadi dipertanyakan. Pertamina harus menegakkan transparansi bukan hanya dalam pelaporan kinerja keuangan, tetapi juga dalam mekanisme produksi, distribusi, dan pengawasan mutu produk.
    Dalam konteks akuntabilitas, setiap penyimpangan dalam rantai distribusi harus dapat ditelusuri dan diusut hingga ke akar permasalahan, termasuk apabila ditemukan indikasi keterlibatan oknum internal. Teori tata kelola perusahaan menegaskan bahwa pengawasan internal yang lemah akan membuka ruang bagi terjadinya
    fraud
    (kecurangan) yang sistemik.
    Oleh karena itu, reformasi tata kelola Pertamina harus diarahkan pada penguatan sistem audit internal, digitalisasi rantai pasok, dan pengawasan mutu berbasis teknologi agar tidak ada lagi celah manipulasi. Sistem digitalisasi distribusi bahan bakar seperti
    fuel tracing
    dan
    real-time monitoring
    harus menjadi instrumen wajib dalam memastikan keaslian produk dan integritas rantai distribusi.
    Selain itu, penguatan peran masyarakat dan lembaga pengawas independen perlu ditingkatkan agar pengawasan terhadap Pertamina tidak hanya bersifat internal, melainkan partisipatif dan terbuka. Dalam konteks perlindungan konsumen, peran pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menjadi sangat penting. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap bentuk pelanggaran terhadap mutu bahan bakar mendapatkan sanksi tegas dan proses hukum yang transparan.
    Pertamina sebagai badan usaha milik negara harus diberikan dukungan politik dan kelembagaan untuk melakukan reformasi struktural tanpa intervensi kelompok kepentingan, karena pelemahan Pertamina berarti pelemahan kedaulatan energi nasional itu sendiri. Dalam situasi ini, penguatan Pertamina harus berjalan seiring dengan penegakan hukum terhadap mafia migas yang selama ini menjadi parasit dalam tubuh industri energi nasional.
    Usut tuntas mafia migas bukan hanya jargon moral, melainkan kewajiban konstitusional dalam menjaga kekayaan negara agar tidak dikuasai oleh segelintir orang. Asas itikad baik dalam UU Perlindungan Konsumen juga perlu dipahami sebagai prinsip moral dan hukum yang membangun relasi etis antara negara, pelaku usaha, dan masyarakat.
    Itikad baik pelaku usaha bukan hanya soal kepatuhan formal terhadap aturan, tetapi juga kesadaran moral bahwa setiap produk yang dijual adalah bagian dari tanggung jawab sosial untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan publik.
    Dalam konteks ini, Pertamina harus memperkuat nilai-nilai etik korporasi yang berpijak pada semangat kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab sosial. Hanya dengan cara itulah Pertamina dapat menjaga posisinya sebagai perusahaan energi yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga berkeadilan secara sosial.
    Dalam perspektif ideologis, penguatan tata kelola Pertamina dan pemberantasan mafia migas harus dikembalikan pada nilai fundamental Pancasila sebagai pedoman etika dan politik ekonomi nasional. Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” memberikan fondasi moral dan filosofis bahwa setiap kebijakan pengelolaan sumber daya alam, termasuk energi, harus berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat, bukan keuntungan segelintir pihak.
    Pancasila menegaskan bahwa sumber daya alam yang dikuasai negara bukanlah komoditas politik, melainkan amanah konstitusional untuk kemakmuran bersama. Karena itu, ketika terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan energi, maka yang dirugikan bukan hanya masyarakat sebagai konsumen, melainkan juga martabat ideologi bangsa.
    Keadilan sosial dalam pengelolaan energi menuntut adanya sistem tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel. Negara, melalui Pertamina, memiliki mandat moral dan hukum untuk memastikan bahwa setiap tetes bahan bakar yang dikonsumsi masyarakat mencerminkan keadilan ekonomi dan kejujuran dalam pengelolaan.
    Ketika mafia migas memanipulasi sistem untuk memperoleh keuntungan pribadi, maka mereka sejatinya sedang mencederai keadilan sosial dan mengkhianati amanah rakyat. Oleh karena itu, pemberantasan mafia migas harus ditempatkan sebagai agenda nasional dalam membangun kemandirian energi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
    Tanpa penegakan hukum yang tegas terhadap mafia migas, semua upaya reformasi tata kelola hanya akan menjadi kosmetik tanpa makna substantif.
    Belajar dari negara lain seperti Norwegia, yang sukses mengelola sumber daya minyak melalui Norwegian Government Pension Fund Global, dapat menjadi cermin bagi Indonesia. Norwegia menunjukkan bahwa integritas sistem, transparansi kebijakan, dan pengawasan publik yang kuat dapat menghindarkan industri energi dari praktik korupsi dan penyalahgunaan.
    Semua penerimaan negara dari minyak dikelola secara terbuka, dengan mekanisme pelaporan publik yang dapat diakses setiap warga negara. Prinsip ini sejalan dengan konsep
    good governance
    yang menempatkan rakyat sebagai pemilik sah sumber daya negara, bukan sekadar penerima manfaat pasif.
    Dalam konteks Indonesia, penguatan Pertamina harus diarahkan pada model tata kelola yang sejalan dengan semangat tersebut yakni terbuka, profesional, dan berpihak kepada rakyat. Lebih jauh, pemerintah sebagai pemegang kendali kebijakan energi harus menegaskan kembali posisi Pertamina bukan sebagai entitas bisnis semata, melainkan sebagai perusahaan rakyat yang mengemban fungsi sosial dan ekonomi strategis.
    Pertamina tidak boleh dibiarkan berkompetisi dalam logika pasar bebas yang brutal tanpa perlindungan politik negara, karena energi adalah urat nadi kehidupan bangsa. Negara wajib hadir untuk melindungi Pertamina dari penetrasi kepentingan mafia dan oligarki bisnis yang selama ini menunggangi kebijakan energi demi keuntungan pribadi.
    Keberpihakan kepada Pertamina bukan berarti menutup kritik, melainkan menguatkan fondasi moral dan kelembagaan agar perusahaan ini dapat benar-benar menjadi instrumen kedaulatan energi nasional.
    Dalam kerangka yang lebih luas, teori
    good governance
    yang dikemukakan Sachs (2021) juga menegaskan bahwa keberhasilan negara-negara Skandinavia dalam mengelola sumber daya publik terletak pada kombinasi antara transparansi, pengawasan ketat, dan partisipasi masyarakat. Prinsip ini sejalan dengan kebutuhan Indonesia untuk menegakkan tata kelola energi yang inklusif dan berbasis keadilan sosial.
    Negara tidak boleh hanya menjadi regulator yang pasif, melainkan harus aktif memastikan bahwa pengelolaan energi dilakukan secara etis, transparan, dan berpihak pada rakyat kecil. Dalam konteks ini, pemberantasan mafia migas harus menjadi prioritas bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil. Mafia migas tidak boleh lagi dibiarkan hidup di ruang abu-abu antara kebijakan dan keuntungan pribadi, karena mereka adalah simbol pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
    Penguatan Pertamina dan pemberantasan mafia migas sejatinya adalah dua sisi dari satu mata uang: kedaulatan energi nasional. Tanpa tata kelola yang bersih, Pertamina akan terus menjadi korban infiltrasi kepentingan ekonomi-politik yang menggerogoti kemampuan negara untuk berdiri di atas kaki sendiri dalam sektor energi.
    Reformasi tata kelola Pertamina harus diarahkan pada pembenahan struktural yang mencakup integritas manajemen, efisiensi operasional, serta pengawasan publik yang kuat. Pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada Pertamina untuk membenahi diri, sekaligus memastikan bahwa praktik mafia migas dibongkar hingga ke akar-akarnya melalui penegakan hukum yang tegas, transparan, dan tanpa kompromi.
    Pertamina perlu memperluas inovasi dengan memanfaatkan teknologi digital dalam seluruh aspek bisnisnya, mulai dari produksi, distribusi, hingga pelayanan publik. Transparansi berbasis data akan menjadi benteng utama melawan praktik manipulatif di sektor distribusi. Sistem pelaporan digital yang terintegrasi antara kilang, terminal, dan SPBU akan menutup ruang bagi pelaku kejahatan energi yang selama ini memanfaatkan celah informasi.
    Selain itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Pertamina harus menjadi prioritas agar tercipta budaya korporasi yang berintegritas dan profesional. Pada akhirnya, penguatan Pertamina dan pemberantasan mafia migas bukan hanya soal manajemen perusahaan, melainkan juga soal keberpihakan negara terhadap rakyatnya.
    Energi adalah hak dasar setiap warga negara, bukan komoditas yang dapat dimonopoli oleh kelompok tertentu. Maka, memperjuangkan tata kelola energi yang bersih berarti memperjuangkan kedaulatan bangsa itu sendiri.
    Pertamina harus berdiri kokoh sebagai simbol kemandirian dan keadilan sosial dalam sektor energi. Hanya dengan cara itulah cita-cita Pancasila, khususnya sila kelima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dapat benar-benar terwujud dalam praktik pengelolaan sumber daya alam nasional. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Budi Arie Pilih Gerindra Ketimbang PSI, Pengamat: Jokowi Tak Lagi Menarik

    Budi Arie Pilih Gerindra Ketimbang PSI, Pengamat: Jokowi Tak Lagi Menarik

    Budi Arie Pilih Gerindra Ketimbang PSI, Pengamat: Jokowi Tak Lagi Menarik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai sosok Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) bagi Ketua Umum relawan Projo, Budi Arie Setiadi tak lagi dianggap menarik.
    Hal inilah yang dinilai Dedi sebagai alasan Budi Arie lebih memilih Partai Gerindra ketimbang masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
    Daya tarik Jokowi yang menurun serta lemahnya posisi politik PSI, nilai Dedi, menjadi salah satu faktor Budi memilih Gerindra.
    “Jokowi sendiri tidak lagi menarik karena bukan penguasa, posisi Gibran (Gibran Rakabuming Raka) juga tidak berpengaruh, ini juga yang membuat PSI tidak cukup menarik bagi politisi pragmatis seperti Budi Arie, loyalitasnya bukan faktor Jokowi, melainkan soal untung rugi,” kata Dedi kepada Kompas.com, Minggu (2/11/2025).
    Menurut Dedi, hal itulah yang membuat PSI kehilangan magnet bagi politisi seperti Budi Arie.
    Dedi menilai keputusan Budi Arie merapat ke Gerindra merupakan langkah yang bersifat pragmatis, bukan ideologis.
    Ia menilai, loyalitas Budi Arie bukan lagi pada sosok Jokowi, melainkan pada kalkulasi untung rugi dalam menjaga karier politiknya.
    Tambahnya, Budi Arie tampak mempertimbangkan faktor perlindungan hukum dan politik yang hanya bisa diberikan oleh partai penguasa seperti Gerindra.
    Dedi membeberkan sejumlah kasus hukum yang membayangi Budi Arie yang membuatnya membutuhkan perlindungan politik.
    “Dengan bergabung ke PSI, Budi Arie tidak miliki perlindungan, tetapi Gerindra tentu berbeda, karena partai penguasa, sehingga alasan memilih Gerindra lebih pada soal suaka hukum,” jelas Dedi.
    Lebih jauh, Dedi menilai PSI belum dapat menawarkan jaminan politik bagi para tokoh yang ingin mempertahankan eksistensi mereka di pemerintahan.
    “Dari sisi politik, terhitung tepat bergabung ke Gerindra, selain partai penguasa, juga ada jaminan Gerindra menjaga karir kekuasaan Budi Arie. Sementara PSI, masih belum ada jaminan apapun,” kata Dedi.
    Sebelumnya, Budi Arie secara terbuka menyatakan keinginannya bergabung dengan Partai Gerindra dalam Kongres III Projo di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
    “Ya secepatnya (gabung Gerindra),” kata Budi Arie di sela-sela Kongres III Projo di Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2025).
    Budi bertekad untuk memperkuat partai yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Ia secara gamblang menyebut nama Partai Gerindra sebagai partai tujuannya.
    “Betul. Iya lah, pasti Gerindra. Nanti kita tunggu dinamika di Kongres ketiga ini. Yang pasti begini, satu, kita akan memperkuat dan mendukung agenda-agenda politik Presiden Prabowo,” tutur Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Minta Anak Muda Beternak Sapi, Ketua MPR: Bisa Bantu Program MBG

    Minta Anak Muda Beternak Sapi, Ketua MPR: Bisa Bantu Program MBG

    Minta Anak Muda Beternak Sapi, Ketua MPR: Bisa Bantu Program MBG
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan betapa pentingnya semangat anak muda untuk kembali mencintai dunia peternakan, baik di sektor sapi penggemuk maupun sapi perah.
    Menurut Muzani, langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menyukseskan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
    Hal tersebut Muzani sampaikan saat membuka acara Festival dan Expo Asosiasi Peternak dan Penggemuk Sapi Indonesia (APPSI) di Jember, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
    “Anak-anak muda kita harus makin semangat beternak. Karena apa? Karena beternak sapi itu sangat menguntungkan menghasilkan yang besar. Dan ini bermanfaat untuk membantu pemerintah mensukseskan program makan bergizi gratis. Karena hasil dari ternak sapi pedaging atau sapi perah bisa membantu kebutuhan pemerintah dalam program Makan Bergizi Gratis. Kita ingin pemerintah sukses meningkatkan SDM dan kecerdasan anak-anak kita melalui program MBG,” ujar Muzani dalam keterangannya, Minggu (2/11/2025).
    “Kehadiran Pak Mentan dalam kontes sapi ini sebagai wujud komitmen pemerintah untuk mensejahterakan para peternak, petani, dan masyarakat Indonesia,” sambungnya.
    Muzani menyampaikan, semangat para peternak menjadi bukti nyata bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari desa.
    Dia pun berterima kasih kepada para peternak dan penyuluh yang terus bekerja keras.
    “Juga kepada Pak Menteri Pertanian yang saking cintanya kepada peternak, rela datang ke Jember di hari Sabtu yang harusnya menjadi waktu libur bersama keluarga. Ini juga menjadi komitmen Pak Mentan dan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita,” tutur Muzani.
    Lalu, Muzani mengenang bagaimana Amran turun langsung membantu peternak saat wabah PMK melanda.
    “Pak Mentan sangat responsif. Saat itu (wabah PMK melanda) para peternak langsung mendapat vaksin gratis dari Kementan. Atas nama APPSI dan para peternak sapi di Indonesia, kami sampaikan terima kasih,” ucap Muzani.
    Sementara itu, Amran menegaskan bahwa dukungan kepada peternak ini merupakan bagian dari amanat Prabowo.
    Amran memberi bantuan berupa bibit jagung, tebu, irigasi, hingga bantuan hewan ternak kepada masyarakat Jember dalam kategori miskin ekstrim.
    “Ini adalah bantuan dari Presiden atas perintah Pak Ketua MPR. Mudah-mudahan dengan bantuan ini, kita tidak lagi dengar ada kemiskinan ekstrim di Jember,” jelas Amran.
    Amran juga menyampaikan komitmen pemerintah untuk memperkuat kedaulatan pangan sekaligus kepedulian kemanusiaan Indonesia.
    “Kita dukung pangan Indonesia berdaulat. Kita juga dukung Palestina merdeka, sambil menunggu kita kirim beras 10 ribu ton,” ungkap Amran.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pesan Jokowi untuk Projo: Terus Berbuat untuk Rakyat

    Pesan Jokowi untuk Projo: Terus Berbuat untuk Rakyat

    Pesan Jokowi untuk Projo: Terus Berbuat untuk Rakyat
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pesannya kepada kelompok relawan Projo untuk selalu bekerja sama untuk Indonesia.
    Hal itu disampaikannya lewat video ucapan yang ditayangkan dalam Kongres III Projo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
    “Mari kita terus bekerja bersama untuk Indonesia yang maju dan berdaulat, terus jaga semangat, jaga persaudaraan dan terus berbuat untuk rakyat,” pesan Jokowi dalam tayangan video.
    Tidak lupa, Jokowi menyampaikan salam hangat kepada seluruh keluarga besar relawan Projo yang dipimpin oleh Budi Arie Setiadi.
    “Saya menyampaikan salam hangat untuk seluruh keluarga besar relawan Projo, terima kasih atas semangat dan dedikasi yang terus dijaga untuk mendukung arah pembangunan bangsa,” ujar Jokowi.
    Diketahui, Jokowi batal menghadiri dan membuka Kongres III Projo secara langsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.
    Faktor kesehatan dan saran dari dokter menjadi alasan Jokowi tidak bisa menghadiri forum terbesar kelompok relawan tersebut.
    Ketua Umum Projo, Budi Arie mengajak para relawan untuk mendoakan kesehatan Jokowi.
    “Marilah kita berdoa bersama semoga Pak Jokowi diberi kesehatan,” kata Budi Arie dalam Kongres III Projo.
    Budi mengatakan, dirinya sempat menyambangi Jokowi di kediamannya pada Minggu lalu. Saat itu, kondisi Jokowi sudah lebih pulih.
    Namun ia memahami adanya anjuran dokter yang membuat Jokowi tidak dapat hadir dalam Kongres III. Lanjutnya, semangat Jokowi tetap ada di ruangan tempat kongres berlangsung.
    “Tapi yang pasti semangat itu ada di ruangan ini, bahwa kesetiaan kita adalah kepada rakyat,” ujar Budi Arie.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Digoda Prabowo, Budi Arie Merapat ke Gerindra?

    Usai Digoda Prabowo, Budi Arie Merapat ke Gerindra?

    Usai Digoda Prabowo, Budi Arie Merapat ke Gerindra?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum (Ketum) relawan Pro Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi, mengaku ingin segera bergabung dengan Partai Gerindra yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
    Ia menyatakan komitmennya untuk memperkuat serta mendukung agenda-agenda politik pemerintahan Prabowo-Gibran.
    “Ya secepatnya (gabung Gerindra),” kata Budi Arie di sela-sela Kongres III Projo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11/2025).
    Budi menegaskan, langkah politiknya itu merupakan bentuk kesetiaan terhadap arah kepemimpinan Presiden Prabowo.
    “Kita akan memperkuat dan mendukung agenda-agenda politik Presiden Prabowo,” ujar Budi.
    Dalam pernyataannya, Budi Arie tak menutup-nutupi ke mana arah politiknya berlabuh. Ia secara gamblang menyebut Gerindra sebagai partai tujuannya.
    “Betul. Iya lah, pasti Gerindra. Nanti kita tunggu dinamika di Kongres ketiga ini,” ujarnya.
    Isyarat bergabungnya Budi Arie ke Partai Gerindra sebenarnya sudah muncul beberapa waktu lalu.
    Dalam Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo, Jawa Tengah, Minggu (20/7/2025), Prabowo sempat menggoda Budi Arie yang kala itu masih menjabat Menteri Koperasi.
    “Menteri Koperasi, Saudara Budi Arie Setiadi. Ini masuk PSI kau? Bukan? PSI atau Gerindra kau?” canda Prabowo disambut tawa para peserta kongres.
    Budi Arie sempat merespons candaan Prabowo itu dengan mengaku siap ikut perintah Presiden.
    “Ikut perintah Presiden, ikut presiden,” kata Budi di Kompleks Istana, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
    Menanggapi kabar rencana bergabungnya Budi Arie, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyambut positif hal itu.
    Ia menegaskan bahwa Gerindra selalu terbuka terhadap siapa pun yang ingin memperkuat perjuangan partai.
    “Kalau Gerindra siap, gelombang besar dari manapun. Ya kita namanya aspirasi, tentu kita akan pertimbangkan untuk diakomodir,” jelas Dasco.
    Dasco juga mengingatkan bahwa Projo sejak awal telah mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    “Projo ini dari awal mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, sebelum malah. Nah, sehingga kita apresiasi. Untuk itu, makanya kita hadir pada hari ini sebagai sahabat Projo yang diundang pada acara Kongres,” tandas Dasco.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Presiden Prabowo Tiba di Indonesia Usai Hadiri KTT APEC 2025 di Korsel

    Presiden Prabowo Tiba di Indonesia Usai Hadiri KTT APEC 2025 di Korsel

    Presiden Prabowo Tiba di Indonesia Usai Hadiri KTT APEC 2025 di Korsel
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto tiba di Indonesia usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC di Korea Selatan, pada Sabtu (1/11/2025) pukul 18.55 WIB.
    Dikutip dari keterangan pers Sekretariat Presiden, pesawat Garuda Indonesia-1 yang ditumpangi Prabowo lepas landas dari Bandara Internasional Gimhae, Busan, Korea Selatan.
    Setibanya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Prabowo disambut oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Pangdam Jaya Mayjen TNI Deddy Suryadi, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Asep Edi Suheri, dan Danlanud Halim Perdanakusuma Marsma TNI Erwin Sugiandi.
    Selama berada di Gyeongju sejak 30 Oktober, Presiden mengikuti dua sesi APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM), melakukan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin ekonomi anggota APEC, serta menghadiri jamuan resmi oleh Presiden Republik Korea, Lee Jae Myung.
    Dalam AELM, Prabowo menyerukan penguatan kepercayaan dan kerja sama konkret di Asia Pasifik, pentingnya sistem perdagangan terbuka dan adil, serta kolaborasi dalam teknologi tinggi, kecerdasan buatan, dan ketahanan pangan.
    Kepala Negara juga menekankan penguatan pendidikan, keterampilan digital, dan transisi energi berkelanjutan untuk masa depan kawasan yang inklusif.
    Turut mendampingi Presiden Prabowo dalam penerbangan kembali ke Jakarta yakni Menteri Luar Negeri Sugiono dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.