Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dikaji dengan Cermat
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPR Puan Maharani mendorong adanya kajian yang cermat terkait pengusulan Presiden ke-2 Soeharto untuk menerima gelar pahlawan nasional.
Tegasnya, pemberian gelar
pahlawan nasional
memiliki makna historis dan moral yang besar bagi bangsa, bukan sekedar penghargaan simbolis.
“Karena juga penting bagaimana kemudian apakah hal tersebut memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan dan lain-lain sebagainya. Namun, hal itu tentu saja harus dikaji dengan baik dan cermat,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Pemerintah, kata Puan, perlu mencermati secara menyeluruh sebelum menetapkan seseorang menerima
gelar pahlawan nasional
. Termasuk soal rekam jejak
Soeharto
.
“Terkait rencana pemberian gelar pahlawan, kita hormati prosesnya. Namun, karena ini penting, ya harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang,” ujar Puan.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia memuji Soeharto yang pernah membawa negara ini menjadi macan Asia.
Kesuksesan tersebut dinilai Bahlil menjadi salah satu alasan mengapa Soeharto layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
“Waktu kedaulatan pangan, kedaulatan energi, ketika inflasi kita sekian ratus persen, Indonesia terkenal dengan Macan Asia di saat itu, itu adalah tidak bisa terlepas dari jasa Pak Harto,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/11/2025).
Bahlil juga menyampaikan, Partai Golkar sudah mengusulkan Soeharto untuk menerima gelar pahlawan nasional sejak beberapa tahun yang lalu.
Usulan tersebut kembali disampaikan Bahlil ketika bertemu dengan Presiden
Prabowo Subianto
pada Senin (3/11/2025).
“Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil.
Prabowo, klaim Bahlil, menerima dan mempertimbangkan usulan Partai Golkar agar Soeharto menerima gelar pahlawan nasional.
“Bapak Presiden Prabowo mengatakan bahwa saya menerima dan akan mempertimbangkan. Sudah barang tentu itu lewat mekanisme internal, kan ada, ada mekanisme yang harus dilalui,” ujar Bahlil.
Dok. KOMPAS/Charles Dharapak Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998.
Adapun Prabowo disebut tengah mempelajari daftar 40 nama yang diusulkan menerima gelar pahlawan nasional.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, Prabowo tentu akan mengumumkan nama yang akan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada waktunya.
“Nama pahlawan kami sudah menerima ya secara resmi dari Kemensos hasil dari Dewan Gelar dan Tanda Jasa. Sedang dipelajari oleh Bapak Presiden karena memang cukup banyak nama-nama yang diajukan,” ujar Prasetyo di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
“Jadi mohon waktu nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan kami umumkan,” sambungnya.
Prasetyo mengungkap, pada 10 November 2025 atau Hari Pahlawan diharapkan nama pahlawan nasional sudah diputuskan oleh Prabowo.
Namun, ia menyampaikan bahwa tidak ada angka pasti berapa nama yang akan ditetapkan untuk menerima gelar tersebut.
“Wah, tidak ada angka, angka yang baku mengatur harus berapa (dipilih), enggak,” ucap Prasetyo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/05/26/6834612044177.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dikaji dengan Cermat
-
/data/photo/2025/11/04/690a059918ce9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Prihatin Abdul Wahid jadi Gubernur Riau Keempat Terkait Kasus Korupsi
KPK Prihatin Abdul Wahid jadi Gubernur Riau Keempat Terkait Kasus Korupsi
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) prihatin lantaran Abdul Wahid menjadi Gubernur Riau keempat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang diusut lembaga antirasuah tersebut.
“Kami menyampaikan keprihatinan,” ujar Juru Bicara
KPK
Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11/2025) melansir
Antara
.
Ia pun mengingatkan Pemerintah Provinsi
Riau
untuk lebih serius membenahi dan memperbaiki tata kelola pemerintahan mereka.
Menurutnya, KPK siap mendampingi dan mengawasi secara intensif, melalui tugas maupun fungsi koordinasi dan supervisi untuk mengidentifikasi sektor pemerintahan yang berisiko tinggi terjadi tindak pidana
korupsi
.
“KPK kemudian memberikan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan kepada pemerintah daerah, termasuk juga melakukan pengukuran melalui survei penilaian integritas,” katanya.
Menurut dia, survei tersebut dilakukan dengan objektif dengan melibatkan para ahli maupun masyarakat sebagai pengguna layanan publik di pemerintah daerah untuk memetakan titik rawan terjadinya korupsi.
Diketahui, Gubernur Riau pertama yang diusut oleh KPK adalah Saleh Djasit terkait dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran.
Kedua, adalah Rusli Zainal yang terjerat dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau, dan penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman.
Ketiga, adalah Annas Maamun terkait kasus dugaan korupsi dalam alih fungsi lahan di Riau.
Sementara itu, KPK saat ini belum mengumumkan status
Abdul Wahid
setelah yang bersangkutan ditangkap pada 3 November 2025, yakni tersangka atau bukan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/27/68ff52061e7f1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Besok, KPK Umumkan Tersangka dari OTT di Riau
Besok, KPK Umumkan Tersangka dari OTT di Riau
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan sudah melakukan ekspose atau gelar perkara dan menetapkan tersangka terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Riau, yang turut menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid.
“Kami tadi sudah melakukan ekspose di level pimpinan dan sudah ditetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab dan menjadi tersangka dalam perkara ini,” kata Juru Bicara
KPK
Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Namun, menurut Budi, pengumuman terkait tersangka tersebut bakal diumumkan secara lengkap pada Rabu (5/11/2025) besok.
“Berapa yang menjadi tersangka dan siapa saja besok akan kami sampaikan dalam konferensi pers lengkapnya,” ujar Budi.
Kemudian, dia menyebut bahwa KPK masih memeriksa sepuluh orang terkait OTT tersebut di Gedung Merah Putih.
Dalam kesempatan tersebut, Budi menjelaskan bahwa OTT tersebut terkait dugaan pemerasan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Jadi dugaan tindak pemerasan ini terkait dengan penganggaran yang ada di Dinas PUPR,” katanya.
Bahkan, Budi mengungkapkan, ada modus jatah preman dalam kasus dugaan pemerasan di balik OTT yang melibatkan
Gubernur Riau
,
Abdul Wahid
.
“Terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR tersebut, kemudian ada semacam japrem/jatah preman sekian persen begitu untuk kepala daerah itu modus-modusnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan, dalam operasi senyap ini, KPK menyita uang Rp 1,6 miliar dalam pecahan mata uang Dollar Amerika Serikat (AS), Pound Sterling, dan rupiah.
Sebelumnya diberitakan bahwa KPK mengamankan 10 orang dalam
OTT di Riau
pada Senin, 4 November 2025.
Mereka di antaranya,
Gubernur Riau Abdul Wahid
, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, dan Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.
Kemudian, satu orang lain atas nama Dani M. Nursalam yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid menyerahkan diri pada Selasa, 4 Nobember 2025, petang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/08/68be624fa30b3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan
Koalisi Sipil Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Ungkit Korban HAM Berat Belum Dapat Keadilan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sejumlah koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) menyatakan bahwa ada hal yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah dibanding menyematkan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
Misalnya, memenuhi hak-hak korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang merupakan dampak dari keputusan dan kebijakan Soeharto.
“Saya rasa, lebih penting untuk mengedepankan keadilan bagi korban ketimbang memberikan secara simbolis gelar pahlawan untuk Soeharto,” ujar Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sekaligus anggota GEMAS, Andrie Yunus, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Andrie mengatakan, sejak awal,
koalisi masyarakat sipil
telah memberikan catatan dan menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
“Sebelumnya, kami telah mengirimkan surat terbuka kepada Kementerian Kebudayaan dan kepada Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Tanda Gelar dan Jasa. Termasuk juga, bahkan sejak namanya muncul di Kementerian Sosial, kami sudah tekankan bahwa Soeharto tidak layak diberikan gelar pahlawan,” tegas Andrie.
Ia menjelaskan, berdasarkan catatan Komnas HAM, terdapat sembilan peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori berat yang hingga kini tidak jelas kasusnya.
Para korban dalam peristiwa tersebut belum mendapatkan keadilan.
Selain itu, koalisi sipil juga menyoroti periode kepemimpinan Soeharto yang membuat militer masuk ke ranah-ranah di luar dinasnya, baik politik, bisnis, hingga jabatan-jabatan di sektor sipil.
“Soeharto telah merusak profesionalisme tentara, dan hingga kini bahkan sempat terasa pasca undang-undang baru disahkan. Karena itu, kami menilai Soeharto telah merusak profesionalisme tentara dan tidak layak menjadi pahlawan,” kata Andrie lagi.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Selasa (21/10/2025).
Dari 40 nama tersebut, terdapat tiga tokoh yang menarik perhatian publik, yakni Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
Masuknya nama Soeharto dalam daftar usulan memunculkan perdebatan di masyarakat.
Sejumlah pihak menilai bahwa pemerintah perlu berhati-hati menimbang usulan itu karena masih ada persoalan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan dari masa pemerintahannya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/22/68d119632b464.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cak Imin Sebut Akan Ada Registrasi Ulang Terkait Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Cak Imin Sebut Akan Ada Registrasi Ulang Terkait Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia (Menko PM) Muhaimin Iskandar menyebut, bakal ada registrasi ulang bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan.
Registrasi ulang tersebut terkait dengan rencana pemerintah menghapus tunggakan iuran
BPJS Kesehatan
yang bakal mulai dilakukan pada akhir tahun 2025 ini.
“Pemutihan utang peserta BPJS Kesehatan akan segera dilakukan dengan melalui registrasi ulang kepada para peserta BPJS Kesehatan, untuk bersiap-siap registrasi ulang. Dan registrasi ulang itu membuat para peserta aktif kembali,” kata Muhaimin di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Sebelumnya, Menko yang karib disapa
Cak Imin
ini mengungkapkan bahwa BPJS Kesehatan bakal memutihkan utang tunggakan iuran.
“Ya, otomatis dengan sendirinya tanggungan itu akan diambil alih oleh BPJS Kesehatan. Akhir tahun ini untuk BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Namun, menurut Cak Imin, nantinya ada sejumlah syarat yang diberikan pemerintah kepada penerima manfaat yang tunggakan iuran BPJS Kesehatannya akan dihapuskan.
Beberapa syaratnya adalah terdaftar dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), peserta beralih ke dalam kategori Peserta Bantuan Iuran (PBI), peserta dari kalangan tidak mampu, dan peserta dengan status PBPU dan BP nang diverifikasi Pemda.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana menghapus
tunggakan BPJS Kesehatan
. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengungkapkan sebanyak 23 juta peserta masih memiliki tunggakan dengan nilai lebih dari Rp 10 triliun.
“Dulunya di Rp 7,6 triliun, tapi sekarang sudah lebih dari Rp 10 triliun,” ujarnya di Yogyakarta pada Minggu, 19 Oktober 2025.
Ghufron memastikan, kebijakan penghapusan tunggakan ini tidak akan mengganggu arus kas BPJS Kesehatan selama pelaksanaannya tepat sasaran.
Menurut dia, pencatatan dilakukan melalui mekanisme write off atau penutupan buku sehingga bersifat administratif semata.
“Tidak akan mengganggu, asal tepat sasaran. Kalau tidak tepat sasaran baru bisa berdampak,” katanya.
Untuk mendukung kebijakan ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
“Tadi diminta dianggarkan Rp 20 triliun sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan,” kata Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta pada 22 Oktober 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/04/6909f6040afd0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Koops Habema Dirikan Posko, Bantu Korban Longsor dan Banjir Bandang di Nduga
Koops Habema Dirikan Posko, Bantu Korban Longsor dan Banjir Bandang di Nduga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komando Operasi (Koops) Habema mendirikan posko kemanusiaan untuk membantu korban tanah longsor dan banjir bandang di Distrik Dal, Kecamatan Yigi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Minggu (2/11/2025).
Pendirian posko itu dilakukan setelah sejumlah warga dilaporkan hanyut terbawa arus sungai akibat
bencana alam
tersebut.
Panglima
Koops Habema
, Mayor Jenderal TNI Lucky Avianto, menyampaikan duka cita atas hilangnya sejumlah warga yang hingga kini masih dalam proses pencarian.
“Koops Habema mendirikan
posko kemanusiaan
di lokasi terdampak untuk membantu proses pencarian, penyaluran bantuan, dan pelayanan kesehatan bagi warga,” ujar Lucky dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (4/11/2025).
Jenderal bintang dua itu mengatakan, hadirnya TNI di tanah Papua bukan hanya menjaga keamanan, tetapi juga bagian dari solusi kemanusiaan.
“Kami akan terus bekerja sama dengan pemerintah daerah, relawan, dan masyarakat untuk memastikan setiap warga terdampak mendapatkan bantuan dan perlindungan,” ucap dia.
Dia menjelaskan, posko kemanusiaan mempunyai empat fokus utama, yakni mendukung pencarian dan evakuasi korban, menyalurkan bantuan logistik dan kebutuhan pokok, serta memberikan layanan kesehatan darurat.
“Serta menjadi pusat koordinasi antara aparat TNI, pemerintah daerah, dan relawan masyarakat,” jelas dia.
Pendirian posko kemanusiaan ini merupakan wujud nyata komitmen TNI dalam membantu masyarakat Papua yang terdampak bencana.
Koops Habema juga telah menyiapkan personel dan peralatan lapangan untuk membantu akses distribusi bantuan di wilayah yang sulit dijangkau.
Adapun tragedi banjir dan longsor melanda Distrik Dal dan Distrik Mebrok, Kabupaten Nduga,
Papua Pegunungan
, pada Sabtu (1/11/2025) sekitar pukul 17.00 WIT.
Hujan deras dengan intensitas tinggi memicu banjir bandang dan tanah longsor di wilayah aliran Sungai Yuguru hingga menyebabkan 23 warga hilang terbawa arus.
Peristiwa tersebut disebut sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena baru pertama kali terjadi di Kabupaten Nduga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/04/6909ac38b5259.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/18/6801f91037022.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/04/6909e5f450536.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)