Soal Pahlawan Nasional, Cak Imin: Yang Jadikan Demokrasi dan Reformasi adalah Gus Dur
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyambut baik usulan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
“
Gus Dur
diusulkan menjadi pahlawan tentu kita bangga, bersyukur, terima kasih,” kata Muhaimin di Kantor DPP
PKB
, Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
Pria yang karib disapa
Cak Imin
ini lantas menilai, pengakuan negara terhadap Gus Dur merupakan bentuk penghargaan atas jasa besar mantan Presiden yang dijuluki “Bapak Pluralisme” itu dalam memperjuangkan nilai kemanusiaan, kebebasan, dan demokrasi di Indonesia.
Sebagai tokoh sentral dalam masa transisi pasca-Reformasi, Gus Dur dikenal sebagai Presiden yang memperjuangkan pluralisme dan menegakkan prinsip demokrasi di tengah dinamika politik nasional.
“Karena memang demokrasi tumbuh kuat dan terakhir gong yang menjadikan reformasi dan demokrasi adalah Gus Dur,” ujar Cak Imin.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Kebudayaan (Menbud) sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon menyampaikan, ada 49 nama yang diusulkan menjadi
Pahlawan Nasional
.
Menurut Fadli Zon, dari 49 tokoh diusulkan menjadi penerima
gelar Pahlawan Nasional
. Sebanyak 24 orang di antaranya masuk dalam daftar prioritas.
“Ada 40 nama calon pahlawan nasional yang dianggap telah memenuhi syarat dan ada sembilan nama yang merupakan bawaan, carry over, dari yang sebelumnya. Jadi totalnya ada 49 nama,” kata Fadli Zon di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 5 November 2025
“Dan sekarang tentu karena kita juga mendekati Hari Pahlawan, kita telah menyampaikan ada 24 nama dari 49 itu yang menurut Dewan GTK memerlukan, telah diseleksi mungkin bisa menjadi prioritas,” ujarnya lagi.
Fadli menjelaskan, 24 nama prioritas itu akan diseleksi terlebih dahulu oleh Dewan GTK setelah dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat yang dibentuk oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Setelah itu, baru akan disampaikan lagi kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
“Ya, tentu akan diseleksi lagi. Termasuk oleh, oleh kami sendiri akan disortir lagi gitu ya. Kira-kira untuk disampaikan nanti kepada Presiden,” ucap Fadli.
Dia lantas memastikan bahwa nama-nama yang diusulkan sudah memenuhi syarat.
Menurut dia, seluruhnya memiliki perjuangan yang jelas. Begitu juga dengan belakang, riwayat hidup, dan riwayat perjuangannya yang sudah diuji secara akademik serta secara ilmiah secara berlapis-lapis.
Bahkan, Fadli menyebut, nama Presiden ke-2 Soeharto sudah diusulkan sebanyak tiga kali.
“Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan, ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menyampaikan 40 nama yang diusulkan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional kepada Ketua Dewan GTK, Fadli Zon.
Berikut ini daftar 40 nama tokoh yang diusulkan Kemensos ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan:
Usulan Baru 2025
Usulan Tunda 2024
Usulan Memenuhi Syarat Diajukan Kembali (2011-2023)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/11/09/69103bdded7c1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soal Pahlawan Nasional, Cak Imin: Yang Jadikan Demokrasi dan Reformasi adalah Gus Dur
-
/data/photo/2025/11/09/690f821b2a7c4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo
KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami perihal penganggaran ke pihak legislatif Kabupaten Ponorogo usai Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
“Kami juga akan mendalami ke sana (pihak legislatif), dari nilai-nilai yang ada di Kabupaten Ponorogo, apakah nanti ada penyimpangan atau tidak,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
KPK
, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Asep menjelaskan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, bupati selaku eksekutor atau eksekutif tidak bisa berjalan sendiri.
Sebab, perlu ada koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Misalnya, dalam pembahasan anggaran hingga keputusan untuk menjalankan suatu proyek.
“Karena, untuk adanya proyek dan lain-lain, itu ada persetujuan. Tidak hanya eksekutif tapi juga legislatif, di penganggaran di kabupaten ponorogo, ada kesepakatan-kesepakatan,” kata Asep.
Untuk itu, KPK membuka peluang untuk memeriksa pihak legislatif dari Pemkab Ponorogo terkait dugaan suap dalam penganggaran tersebut.
Diketahui,
Bupati PonorogoSugiri Sancoko
bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam sejumlah kasus suap di Pemkab Ponorogo.
Tiga orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Sugiri, Agus, Yunus, dan Sucipto,” kata Asep.
Sebelum ditetapkan tersangka, Sugiri dan para tersangka lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.
Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
KPK mengungkapkan, kasus ini bermula pada awal 2025. Saat itu, Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Sugiri.
Untuk mempertahankan posisinya, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar Asep.
Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
“Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” kata Asep.
Dia menjelaskan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar. Lalu, pada 6 November, Sugiri kembali menagih uang.
Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya.
“Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” ungkap Asep.
Saat ini, KPK tengah menyelidiki dugaan suap pengurusan jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
Asep mengatakan, penyidik juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
fee
kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
“Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sugiri melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata Asep.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
“Bahwa pada periode 2023-2025, diduga Sugiri menerima uang senilai Rp 225 juta dari Yunus. Selain itu, pada Oktober 2025, Sugiri juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar Asep.
Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
“Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” katanya.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi..
Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/09/690ff5a07a9fe.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Cucu: Mohon Doa dan Restu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Cucu Presiden Ke-2 RI Soeharto, Danty I Purnamasari, meminta doa dan restu usai kakeknya diusulkan menjadi pahlawan nasional.
“Mohon doa (dan) restunya dari semuanya. Mudah-mudahan Pak Harto mendapatkan gelar pahlawan,” kata Danty di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
Saat ditanya, apakah keluarga sudah mendapatkan undangan untuk pengumuman gelar
pahlawan nasional
, dia pun enggan menjawabnya.
“Kalau itu, saya belum bisa jawab ya,” ungkapnya.
Terkait dengan polemik usulan tersebut, Dany meminta masyarakat agar melihat sisi positif dari
Soeharto
.
“Beliau sudah bisa membangun selama 32 tahun, menurut saya, itu adalah sesuatu yang luar biasa,” tegas dia.
“Jadi kita (masyarakat) harus mengapresiasikan itu juga,” lanjutnya.
Namun, Danty menyadari bahwa tidak sedikit orang menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
“Namanya manusia juga tidak luput dari kesalahan. Tapi kan kita harus melihat beliau itu (dari) hal positifnya pun juga banyak gitu ya, dan banyak pembangunan itu dirasakan oleh masyarakat.
“Dulu kita pernah swasembada pangan, dulu ada Kelompok Capir sehingga para petani juga tahu harus seperti apa. Kalau namanya pro dan kontra, itu adalah hak setiap manusia,” tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah kini tengah menggodok 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
Di antara deretan nama itu, beberapa mencuri perhatian publik. Di antaranya, Presiden Ke-2 RI Soeharto, Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga aktivis buruh Marsinah.
Usulan itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga lembaga pusat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/09/690fe973767e4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Surya Paloh: Tak Masalah
Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Surya Paloh: Tak Masalah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum (Ketum) Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh, menyatakan bahwa pihaknya sepakat dengan usulan Presiden Ke-2 Republik Indonesia (RI), Soeharto, menjadi pahlawan nasional.
“
NasDem
sudah kasih
statement
, sepakat itu. Enggak ada masalah,” kata
Surya Paloh
usai kegiatan Fun Walk peringatan HUT ke-14 NasDem di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
Dia pun menyadari adanya pro kontra dalam pengusulan
Soeharto
sebagai
pahlawan nasional
. Namun, NasDem melihat jasa Soeharto selama 32 tahun memimpin Indonesia.
“Saya pikir, dengan perjalanan waktu masa jabatan 32 tahun yang cukup lama, sukar juga kita menghilangkan objektivitas bahwasannya sosok Presiden Soeharto telah memberikan posisi dan peran,” ujar dia.
“Arti keberadaan beliau sebagai presiden yang membawa progres pembangunan nasional kita yang cukup berarti, seperti apa yang kita nikmati hari ini,” tambah dia.
Terlepas dari itu, NasDem juga menyadari tidak sedikit kekurangan yang dimiliki oleh Soeharto.
“Tapi sekali lagi memang, ya, kalau kita mau membawa gerakan perubahan, tentu kita mencoba untuk bisa selalu menempatkan faktor objektivitas,” tegas dia.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah kini tengah menggodok 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
Di antaranya ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hingga aktivis buruh Marsinah.
Usulan itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga lembaga pusat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/09/690fe659acc6d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sahroni dan Nafa Urbach Disanksi MKD, Surya Paloh: Kami Hormati
Sahroni dan Nafa Urbach Disanksi MKD, Surya Paloh: Kami Hormati
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum (Ketum) Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh, menghormati putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
“Itu mekanisme DPR yang harus kami hormati,” kata Surya Paloh usai Fun Walk peringatan HUT ke-14
NasDem
di NasDem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/11/2025).
Sejauh ini, NasDem juga telah mengnonaktifkan
Ahmad Sahroni
dan
Nafa Urbach
sebagai anggota DPR RI sebelum adanya putusan
MKD
DPR RI.
“MKD melaksanakan prosesnya, sebagaimana mekanisme yang ada di dewan, saya pikir itu juga kita hormati,” tegasnya.
Terlepas dari itu, NasDem belum berencana melakukan pergantian antarwaktu terhadap keduanya.
Mahkamah Kehormatan Dewan
(MKD) DPR RI menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota dewan nonaktif, yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai NasDem, serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN.
Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian sementara tanpa menerima hak keuangan, baik gaji maupun tunjangan anggota dewan.
Dua nama lain yang turut diperiksa dalam rangkaian sidang etik, yaitu Adies Kadir dari Fraksi Golkar dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN, tidak dinyatakan melanggar kode etik.
Putusan itu dibacakan dalam sidang MKD DPR pada Rabu (5/11/2025), setelah sebelumnya alat kelengkapan dewan (AKD) ini memeriksa berbagai saksi dan ahli dalam sidang yang digelar pada Senin (3/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/09/690f821b2a7c4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duduk Perkara Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Jadi Tersangka Suap hingga Gratifikasi
Duduk Perkara Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Jadi Tersangka Suap hingga Gratifikasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan duduk perkara kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo yang menjerat Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Dalam perkara ini,
KPK
menetapkan empat tersangka, yaitu Bupati Ponorogo
Sugiri Sancoko
; Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto selaku rekanan
RSUD Ponorogo
.
Diketahui, keempat tersangka terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Ponorogo, pada Jumat (7/11/2025).
KPK mengatakan, kasus ini bermula pada awal 2025.
Saat itu, Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo, mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti.
Dia mengatakan, pergantian tersebut akan dilakukan oleh Sugiri selaku Bupati Ponorogo.
Yunus kemudian langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko, dengan tujuan agar posisinya tidak diganti.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Dengan demikian, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
“Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” tutur dia.
Asep mengungkapkan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar.
Kemudian pada 6 November, ia kembali menagih uang.
Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta.
Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya.
“Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” kata dia.
Asep mengatakan, Tim KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
Dia mengatakan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
fee
kepada Yunus sebesar 10 persen atau senilai Rp 1,4 miliar.
“YUM (Yunus) kemudian menyerahkan uang tersebut kepada SUG (Sugiri) melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata dia.
Selain itu, Tim KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
“Bahwa pada periode 2023-2025, diduga SUG (Sugiri) menerima uang senilai Rp 225 juta dari YUM (Yunus). Selain itu, pada Oktober 2025, SUG (Sugiri) juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar dia.
Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025, sampai dengan 27 November 2025.
“Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” tutur dia.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/09/690f821b2a7c4.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Tetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Jadi Tersangka Suap Pengurusan Jabatan
KPK Tetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Jadi Tersangka Suap Pengurusan Jabatan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo, pada Minggu (9/11/2025) dini hari.
Sugiri Sancoko
sebelumnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan
KPK
di Ponorogo, pada Jumat (7/11/2025).
KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu SUG (Sugiri Sancoko selaku
Bupati Ponorogo
), AGP (Agus Pramono selaku Sekda Ponorogo), YUM (Yunus Mahatma selaku Dirut RSUD Dr. Harjono Ponorogo), dan SC (Sucipto selaku Rekanan RSUD),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu.
Asep mengatakan, kasus ini bermula pada awal 2025, ketika Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti.
Dia mengatakan, pergantian tersebut akan dilakukan oleh Sugiri selaku Bupati Ponorogo.
Oleh karena itu, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko dengan tujuan agar posisinya tidak diganti.
“Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar dia.
Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
Dengan demikian, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
“Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” tutur dia.
Asep mengungkapkan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar.
Kemudian pada 6 November, ia kembali menagih uang.
Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta.
Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya.
“Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” kata dia.
Asep mengatakan, Tim KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
Dia mengatakan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
fee
kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
“YUM (Yunus) kemudian menyerahkan uang tersebut kepada SUG (Sugiri) melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata dia.
Selain itu, Tim KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
“Bahwa pada periode 2023-2025, diduga SUG (Sugiri) menerima uang senilai Rp 225 juta dari YUM (Yunus). Selain itu, pada Oktober 2025, SUG (Sugiri) juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar dia.
Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
“Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” tutur dia.
Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/09/69104d1bd5e15.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/07/690dc764e8e30.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)