Prabowo Minta Kasus Bullying di Sekolah Diatasi
Tim Redaksi
BEKASI, KOMPAS.com –
Presiden RI Prabowo Subianto memberikan atensi terkait adanya kasus perundungan atau bullying di sekolah.
Prabowo menegaskan,
kasus bullying
harus diatasi.
“Itu harus kita atasi,” tegas Prabowo saat ditanya awak media di
SMPN 4 Kota Bekasi
, Jawa Barat, Senin (17/11/2025).
Sebagai informasi, kasus bullying baru-baru ini terjadi dan memakan
korban jiwa
.
Remaja inisial MH (13), siswa kelas I SMP Negeri di Tangerang Selatan, diduga menjadi korban perundungan (bullying) dan dikabarkan meninggal dunia di ruang ICU RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu (16/11/2025) pagi.
Sejak awal masuk sekolah, MH diduga mengalami perundungan.
Ia pun mengembuskan napas terakhir setelah kondisinya terus memburuk akibat luka serius di kepala.
MH diduga mengalami intimidasi oleh teman sekelasnya sejak Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Menurut ibunya, Y (38), perlakuan tersebut tidak hanya berupa ejekan, tetapi juga kekerasan fisik.
“Sering ditusukin sama sedotan tangannya. Kalau lagi belajar, ditendang lengannya. Asal nulis ditendang, sama punggungnya itu dipukul,” kata Y.
Puncak kekerasan terjadi pada Senin (20/10/2025), ketika kepala MH dihantam menggunakan kursi besi oleh rekan sekelasnya.
Sejak saat itu, kondisi korban terus menurun hingga harus menjalani perawatan intensif.
Awalnya, MH dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Tangerang Selatan.
Namun, karena kondisinya tidak membaik, ia dirujuk ke RS Fatmawati pada Minggu (9/11/2025).
Pada Selasa (11/11/2025), MH masuk ruang ICU dengan intubasi.
Sejak itu, kondisinya terus kritis.
Hingga pada Minggu (16/11/2025), pendamping dari LBH Korban, Alvian, menerima kabar duka sekitar pukul 06.00 WIB dari keluarga.
“Korban sudah tidak ada. Kalau jamnya kami kurang tahu, tapi kami dikabari pihak keluarga pas jam 06.00 WIB,” ujar Alvian.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/09/29/68da19bf7843a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?
Penyandang Disabilitas Mental Bebas dari Tanggung Jawab Pidana, Apakah Tepat?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pembahsaan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membuahkan sebuah ketentuan baru, yakni pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental atau intelektual berat tidak dapat dijatuhi pidana.
Komisi III DPR dan pemerintah telah sepakat bahwa pelaku dengan
disabilitas mental
tidak dipidana, melainkan akan dilakukan
rehabilitasi
atau perawatan.
“Poin ini merupakan usulan dari LBH Apik dan Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas. Mereka mengusulkan adanya pengaturan tambahan untuk menjamin pemberian keterangan secara bebas tanpa hambatan,” oleh perwakilan Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi
RUU KUHAP
, David, dalam rapat panitia kerja Komisi III dan pemerintah di Gedung DPR RI, Rabu (12/11/2025).
Dalam draf RUU KUHAP yang dibacakan David, usulan itu dituangkan dalam Pasal 137A.
Ayat (1) berbunyi, “Terhadap pelaku tindak
pidana
yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena penyandang disabilitas mental dan/atau intelektual berat sebagaimana dimaksud dalam KUHP, pengadilan dapat menetapkan tindakan berupa rehabilitasi atau perawatan.” Selanjutnya, ayat (2) mengatur bahwa tindakan tersebut ditetapkan dengan penetapan hakim dalam sidang terbuka untuk umum.
Ayat (3) menegaskan bahwa penetapan tindakan bukan merupakan putusan pemidanaan.
Adapun tata cara pelaksanaannya akan diatur melalui peraturan pemerintah (ayat 4).
Tim perumus menekankan bahwa ketentuan tidak adanya pertanggungjawaban pidana bagi penyandang disabilitas mental telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang bakal berlaku efektif pada 2 Januari 2026.
“Ini mengakomodir agar penyandang disabilitas mental mendapat rehabilitasi, bukan pemidanaan. Termasuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam KUHP,” kata David.
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menyatakan, pemerintah sependapat dengan usulan tersebut karena sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban pidana dalam KUHP baru.
“Mohon maaf, Pak Ketua. Jadi, dalam KUHP itu Pasal 38 dan 39 tentang pertanggungjawaban pidana memang menyebutkan bahwa bagi penyandang disabilitas mental, mereka dianggap tidak mampu bertanggung jawab,” ujar Edward.
“Sehingga memang putusannya bukan pemidanaan, tetapi bisa merupakan suatu tindakan yang di dalamnya adalah rehabilitasi. Koalisi disabilitas juga sudah menemui kami, dan kami setuju dengan usulan dari LBH Apik ini,” ucap dia.
Sependapat dengan Eddy, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan aspek
mens rea
atau niat jahat sebagai faktor kunci.
Oleh sebab itu, Komisi III menilai, penyandang disabilitas mental tidak memiliki niat jahat ketika melakukan tindak pidana.
Namun, tidak semua pihak sependapat dengan kesepakatan DPR dan pemerintah tersebut.
Misalnya, Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), organisasi advokasi perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas mental (PDM) di Indonesia.
Kepada
Kompas.com
, Koordinator Advokasi PJS Nena Hutahaean menilai rumusan
revisi KUHAP
yang menyebut penyandang disabilitas mental atau intelektual berat “tidak dapat dipidana” adalah keliru dan justru memperkuat stigma.
“Saya menolak rumusan RKUHAP yang menyatakan penyandang disabilitas mental ‘tidak bisa dipidana’ karena formulasi tersebut menyuburkan stigma bahwa kami tidak mampu bertanggung jawab, tidak memahami salah dan benar, dan pada akhirnya dianggap layak dicabut kapasitas hukumnya,” kata Nena.
Nena menegaskan bahwa prinsip tersebut bertentangan dengan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), konvensi internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 2006.
Indonesia sudah meratifikasi CRPD melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
“Ini bertentangan dengan Pasal 12 CRPD yang menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas hukum yang sama dengan non-disabilitas dan tidak boleh dicabut dalam kondisi apa pun, termasuk dalam bahaya dan konteks pemidanaan,” ujar dia.
Menurut Nena, pemerintah juga keliru merujuk Pasal 38 dan 39 KUHP baru.
Dia menekankan bahwa dua pasal yang dijadikan acuan dalam rumusan Pasal 137A RUU KUHAP tidak mengatur secara eksplisit bahwa penyandang disabilitas mental tidak bisa dipidana.
“Bahkan Pasal 38 dan 39 KUHP baru, yang dijadikan dasar usulan Pasal 137A, tidak pernah menyatakan bahwa penyandang disabilitas mental tidak dapat dipidana. Kedua pasal tersebut hanya mengatur bahwa dalam kondisi kekambuhan akut dengan gambaran psikotik, pidana dapat dikurangi dan/atau diganti dengan tindakan, yang berarti kemampuan pertanggungjawaban pidananya tetap diakui,” kata Nena.
Dalam kesempatan ini, Nena pun menegaskan bahwa kondisi disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen.
“Kekambuhan pada disabilitas mental bersifat episodik, bukan permanen, sehingga tidak dapat dijadikan dasar seseorang tidak dapat dipidana,” kata dia.
Yang penting, kata dia, adalah menilai hubungan antara kondisi mental dan tindak pidananya.
“Yang harus dipastikan adalah apakah tindakan dilakukan karena gambaran psikotik (adanya halusinasi atau waham) atau dalam kondisi stabil dan sadar penuh. Hal ini krusial karena menentukan ada tidaknya
mens rea
. Tanpa penilaian ini, pemidanaan berisiko salah sasaran dan melanggar prinsip keadilan,” ujar Nena.
Di sisi lain, pakar hukum pidana Albert Aries menjelaskan bahwa konsep putusan berupa tindakan (
measure
) harus dipahami dalam konteks
double track system
yang diperkenalkan KUHP baru.
Hal ini dapat berlaku kepada penyandang disabilitas mental yang terjerat tindak pidana.
“Putusan berupa tindakan (
measure
) adalah konsekuensi dari sistem dua jalur (
double track system
) yang diperkenalkan dalam KUHP Baru. Jadi selain sanksi pidana (
punishment
) ada pula tindakan (
measure
),” ujar Albert.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menegaskan bahwa KUHP baru membedakan kondisi “tidak mampu” dan “kurang mampu” bertanggung jawab.
“KUHP Baru sudah membedakan antara tidak mampu dan kurang mampu bertanggung jawab bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual sebagaimana diatur dalam Pasal 38 dan 39 KUHP Baru,” katanya.
Dalam kondisi akut dengan gejala psikotik tertentu, kata Albert, pidana tidak dapat dijatuhkan kepada penyandang disabilitas.
“Maka terhadap yang bersangkutan tidak dijatuhi sanksi pidana apa pun, tapi dapat dikenai tindakan misalnya berupa perawatan di lembaga tertentu atau menjalani pemulihan secara terpadu agar bisa melaksanakan fungsi sosial bermasyarakat sebagai perwujudan dari keadilan rehabilitatif,” kata dia.
Albert menekankan bahwa untuk kondisi “kurang mampu bertanggung jawab”, pemidanaan tetap dimungkinkan dilakukan terhadap penyandang disabilitas.
“Sedangkan bagi penyandang disabilitas mental dan disabilitas intelektual yang pada saat melakukan tindak pidana kondisinya kurang mampu bertanggung jawab, maka terhadap yang bersangkutan sanksi pidananya bisa dikurangi namun dikenai tindakan pula,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/22/68f8bf2f601b1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Respons Malaysia, Menko Zulhas: Durian Jelas Buah Nasional Indonesia
Respons Malaysia, Menko Zulhas: Durian Jelas Buah Nasional Indonesia
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com-
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menilai, Indonesia memiliki dasar yang jauh lebih kuat untuk mengklaim durian sebagai buah nasional, ketimbang Malaysia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024,
Zulhas
menyebutkan bahwa angka produksi buah
durian
di Indonesia jauh di atas Malaysia.
“Indonesia memproduksi hampir 2 juta ton durian pada 2024 menurut BPS. Angka ini jauh di atas Malaysia. Dengan fakta ini, saya kira Durian adalah Buah Nasional Indonesia,” ujar Zulhas dalam siaran pers, Minggu (16/11/2025).
Data BPS 2024 menunjukkan produksi durian Indonesia mencapai 1,96 juta ton, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Produksi terbesar berasal dari sentra-sentra durian di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Sementara itu, sejumlah laporan regional menyebut produksi Malaysia jauh lebih rendah, meski nilainya meningkat lewat ekspor varietas premium seperti Musang King.
Zulhas menambahkan bahwa durian bukan hanya komoditas, tetapi juga budaya dan sumber hidup jutaan petani.
“Kalau bicara simbol nasional, ya harus berdiri di atas data dan realitas. Durian Nusantara itu kekuatan kita di Asia. Menurut data BRIN, Indonesia punya 21 dari 27 spesies durian yang dikenal di dunia dan hingga 2024 sekitar 114 terdaftar varietas unggul baru,” kata Zulhas.
Demi memperkuat posisi Indonesia, pemerintah akan mendorong branding “Durian Nusantara”, meningkatkan standar produksi, dan memperluas potensi ekspor olahan durian ke pasar global.
Diberitakan, Durian yang mempunyai julukan “raja buah” diusulkan menjadi buah nasional Malaysia oleh Asosiasi Produsen Durian atau Durian Manufacturer Association (DMA).
Sebagai informasi, DMA berperan sebagai jembatan komunikasi antara pemerintah Malaysia dengan para produsen durian di negara tersebut.
Dikutip dari
The Straits Times
, Senin (10/11/2025), DMA secara resmi telah meminta Kementerian Pertanian dan Keamanan Pangan Malaysia untuk menetapkan durian sebagai buah nasional.
Presiden DMA Eric Chan menilai bahwa durian bukan sekadar buah biasa di Malaysia, melainkan identitas nasional.
“Setiap orang Malaysia, tanpa memandang latar belakang mereka, memiliki kisah tentang durian, sebuah kenangan, sebuah tradisi. Inilah satu hal yang mempersatukan kita semua,” ujar Chan.
Varietas premium seperti Musang King (D197), Black Thorn (D200), dan D24 telah banyak dikenal secara global.
Hal itu menempatkan Malaysia sebagai rumah bagi durian kelas dunia.
Status “geographical indication” (GI) durian Musang King yang diterbitkan oleh Perbadanan Harta Intelek Malaysia, baru-baru ini diperpanjang selama 10 tahun lagi hingga Maret 2034.
Hal tersebut menegaskan statusnya sebagai produk nasional yang dilindungi, mencegah negara lain mengklaim atau menggunakan nama tersebut.
“Perpanjangan GI ini seperti cap paspor bagi Musang King,” tutur Chan.
“Itu membuktikan bahwa durian ini benar-benar berasal dari Malaysia. Kita semua bisa bangga, karena ini menunjukkan bahwa para petani dan produsen kita telah membangun merek global dari akar lokal,” sambungnya.
Direktur Jenderal Departemen Pertanian Malaysia, Nor Sam Alwi, membenarkan bahwa pemerintah telah menerima permohonan resmi dari DMA.
Ia menegaskan bahwa penetapan durian sebagai buah nasional memerlukan kajian komprehensif.
“Keputusan untuk menobatkan sebuah buah sebagai buah nasional harus melalui pertimbangan menyeluruh oleh berbagai lembaga pemerintah,” jelasnya kepada
The Star
.
Nor Sam menjelaskan, faktor-faktor seperti dampak sosial ekonomi, nilai ekspor, warisan budaya, penerimaan publik, serta kontribusi buah tersebut terhadap sektor pertanian nasional akan menjadi bahan pertimbangan utama.
“Saat ini, kementerian sedang meninjau usulan ini bersama departemen dan lembaga terkait untuk memastikan keputusan yang diambil dilakukan secara hati-hati dan menyeluruh,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/16/6919d393c0c70.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
HUT ke-11, PSI Tegaskan Selalu Pro Jokowi
HUT ke-11, PSI Tegaskan Selalu Pro Jokowi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menegaskan kembali komitmennya untuk tetap berada di garis politik mendukung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI,
Grace Natalie
, dalam acara syukuran Hari Ulang Tahun ke-11 PSI di Kantor DPP PSI, Jakarta Pusat, Minggu (16/11/2025) malam.
“PSI selalu Pro Jokowi. PSI selalu komitmen penuh untuk mengawal Prabowo-Gibran sampai tuntas,” kata Grace dalam kata sambutannya, Minggu malam.
Dalam sambutannya, Grace mengatakan bahwa perjalanan PSI selama 11 tahun telah melalui sejumlah titik penting, termasuk penyelenggaraan pemilihan ketua umum pertama partai dengan mekanisme
one man, one vote
yang terbuka dan diaudit oleh pihak ketiga yang independen.
“Di usianya 11, PSI sudah berhasil menyelenggarakan pemilihan ketua umum pertama, saya pikir, di Republik ini, yang
one man, one vote
, terbuka sistemnya,” ujar Grace.
“Bahkan diaudit oleh pihak ketiga yang independen, yang saya pikir belum pernah ada di Republik ini,” lanjutnya.
Ia menegaskan, konsep “partai super terbuka” yang diusung PSI bukan hanya slogan, melainkan praktik yang ditunjukkan melalui proses internal yang benar-benar melibatkan anggota.
Grace juga menyampaikan keyakinannya bahwa PSI berada pada jalur yang tepat menuju status sebagai partai besar.
Ia mengaku merasakan perubahan besar dalam psikologi politik internal PSI, terutama menyangkut kepercayaan diri menghadapi pemilu.
“Kalau dulu, setiap mau pemilu, ya baru dua kali ya, dulu sebelumnya kita itu, kalau mau pemilu, deg-degan. Kalau ada yang tanya, berapa nih targetnya? Itu pertanyaan paling dilematis. Karena kalau mau dijawab, sekian gitu ya, apalagi kalau tanya tinggi-tinggi,” ujar dia.
“Kita sendiri pun kayak, agak-agak enggak percaya diri untuk menyebut angka. Tapi sekarang ini kita sudah tidak bicara lagi soal ikut pemilu untuk lolos
threshold
. Tapi saya pikir dalam situasi hari ini, juga berdasarkan survei yang terakhir, soal angkanya, biar Mas Ketum aja menyampaikan kalau dia berkenan, kita sudah sangat layak untuk percaya bahwa PSI akan segera menjadi partai besar,” sambungnya.
Grace menutup pidatonya dengan menyampaikan terima kasih khusus kepada Jokowi, yang menurutnya memberikan dukungan penuh pada PSI dalam konferensi partai Juli lalu.
“Pada konferensi PSI yang terakhir di bulan Juli, Pak Jokowi menyatakan dengan sangat gamblang bahwa beliau akan mendukung penuh PSI, beliau siap untuk bekerja keras untuk PSI baik di DPP, DPD, sampai ke desa-desa. Ini ucapannya Pak Jokowi sendiri,” ungkapnya.
Menurut dia, sejak pernyataan tersebut disampaikan, jumlah tokoh dan simpatisan yang tertarik bergabung dengan PSI meningkat signifikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/17/691abc26aa60d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691aacccca390.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/17/691a9601d4a50.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2023/01/19/63c8ee5f1f55f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2020/05/27/5ece622536c64.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2017/10/05/1760956821.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)