Category: Kompas.com Nasional

  • Reformasi Kejaksaan: Ketika Kejagung Disebut Heboh di Depan, Melempem di Belakang

    Reformasi Kejaksaan: Ketika Kejagung Disebut Heboh di Depan, Melempem di Belakang

    Reformasi Kejaksaan: Ketika Kejagung Disebut Heboh di Depan, Melempem di Belakang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dorongan pembenahan menyeluruh di tubuh Kejaksaan Agung mencuat setelah Komisi III DPR RI resmi menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Reformasi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
    Kesepakatan itu lahir dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Jaksa Agung Asep Mulyana, dan Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Suradi pada Selasa (18/11/2025).
    Di forum itu, anggota Komisi III Widya Pratiwi menegaskan bahwa agenda pembenahan lembaga penegak hukum tidak bisa lagi ditunda.
    Menurutnya, publik menuntut perubahan yang lebih cepat dan lebih nyata.
    “Komisi III DPR RI menilai percepatan reformasi kepolisian RI, kejaksaan RI, dan pengadilan sangat mendesak,” ujarnya saat membacakan kesimpulan rapat.
    Pembentukan panja disebut sebagai langkah awal untuk memastikan pengawasan politik berlangsung lebih intensif.
    Di antara berbagai isu yang mencuat, kinerja Kejaksaan turut menjadi salah satu sorotan.
    Wakil Ketua Komisi III Rano Alfath secara terbuka menilai Kejagung tampil impresif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar, namun tidak diimbangi dengan pemulihan kerugian negara yang memadai.
    “Menjadi persoalan itu adalah pengembalian dari aset-aset pidana korupsi itu tidak maksimal, Pak. Jauh banget,” kata Rano.
    Ia mencontohkan sejumlah kasus besar yang memancing perhatian publik, tetapi nilai aset yang berhasil dipulihkan justru jauh di bawah ekspektasi awal.
    Kondisi itu membuat kinerja Kejaksaan tampak timpang: keras di depan, tetapi tumpul saat harus mengejar aliran uang korupsi.
    “Ini yang seringkali membuat masyarakat cenderung melihat Kejaksaan kali ini heboh di depan, tapi di belakang akhirnya melempem,” ujarnya.
    Tak berhenti di situ, Rano juga mengungkap bahwa Komisi III kerap menerima laporan mengenai oknum jaksa yang diduga melakukan pelanggaran etik hingga perbuatan pidana.
    Namun ia menilai penanganan terhadap oknum tersebut belum mencerminkan ketegasan yang diharapkan publik.
    “Ini yang lagi ramai. Ini ada jaksa-jaksa atau oknum yang nakal tapi tidak dilakukan tindakan yang keras, hanya pindah. Tidak ada pemecatan, tidak ada pidana,” katanya.
    Menanggapi kritik dari DPR, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
    Kejaksaan Agung
    , Anang Supriatna, mengatakan lembaganya tidak menutup mata terhadap kelemahan yang disebutkan para wakil rakyat.
    “Kami mengapresiasi dan menghormati kepedulian dari DPR berupa kritikan, masukan konstruktif termasuk dengan usulan pembentukan Panja
    Reformasi Kejaksaan
    ,” kata Anang kepada Kompas.com, Rabu (19/11/2025).
    Menurut Anang, publik sebenarnya dapat melihat perubahan signifikan Kejaksaan dalam lima tahun terakhir, mulai dari peningkatan kepercayaan publik hingga keberhasilan penanganan perkara prioritas.
    Ia merujuk pada sejumlah survei yang menempatkan Kejaksaan sebagai salah satu lembaga hukum paling dipercaya masyarakat.
    “Kami menyadari dan tidak menutup mata bahwa saat ini masih ada beberapa oknum pegawai kejaksaan yang bermasalah hukum dan melakukan tindakan tercela namun jumlah prosentasenya sangat kecil dan jauh berkurang dibanding jumlah pegawai Kejaksaan yang seluruhnya sekitar 15.000 orang,” ujarnya.
    Anang menolak anggapan bahwa jaksa-jaksa bermasalah hanya dipindahkan tanpa sanksi berarti.
    Ia menyebut Kejaksaan telah melakukan penindakan melalui sidang etik hingga proses pidana jika kesalahannya memenuhi unsur.
    “Kejaksaan sendiri sudah berbenah diri untuk perbaikan mengambil tindakan tegas berupa tindakan dengan memproses melalui sidang komite etik dan pidana sesuai dengan kadar kesalahannya yang prosesnya dilakukan secara transparan,” tegasnya.
    Di sisi lain, kritik DPR mengenai lemahnya pemulihan aset juga tidak dibantah. Menurut Anang, Kejaksaan sedang memperkuat struktur dan metode penelusuran aset (asset tracing), tidak hanya pada tahap penyidikan, tetapi juga selama persidangan dan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
    Upaya itu, kata dia, mulai menunjukkan hasil, terbukti dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pemulihan kerugian negara yang tahun ini mencapai lebih dari Rp 15 triliun.
    “Capaian PNBP Kejaksaan dari hasil pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi dari tahun ke tahun melampui target. Bahkan untuk tahun ini sudah mencapai lebih dari Rp 15 triliun,” kata Anang.
    “Ini membuktikan keseriusan Kejaksaan dalam melakukan pemulihan aset untuk menggantikan kerugian negara tidak hanya semata-mata mempidanakan orangnya atau badan hukum atau korporasi,” ucapnya.
    Anang menegaskan bahwa Korps Adhyaksa berkomitmen fokus pada penanganan kasus tindak pidana korupsi yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti korupsi di bidang energi, lingkungan hidup.
    Saat ini, Kejaksaan Agung juga tengah memproses kasus korupsi CPO (Crude Palm Oil) terkait pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya yang terjadi pada tahun 2021–2022, kasus pengolahan minyak dan pengadaan laptop.
    Tak hanya itu, kata Anang, Kejaksaan juga memperluas program pencegahan korupsi seperti penyuluhan hukum, program Jaga Desa, pendampingan hukum proyek strategis nasional, hingga memanfaatkan lahan sitaan untuk ketahanan pangan.
    “Kejaksaan sangat terbuka terhadap masukan dan kritik dan akan menjadi bahan evaluasi untuk bekerja lebih baik,” imbuhnya.
    Dari perspektif pengawasan eksternal, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi menilai bahwa pembenahan Kejaksaan harus menyentuh dimensi struktural. Salah satu titik kritis yang ia soroti ialah pemulihan aset hasil korupsi.
    Dalam wawancara dengan Kompas.com, Pujiyono bilang, selama penyidik masih memikul dua tugas sekaligus membuktikan tindak pidana dan menelusuri aset kinerja pemulihan kerugian negara akan sulit optimal.
    Ia mendorong pembentukan unit khusus penelusuran aset (asset tracing) yang berdiri sendiri di bawah Kepala Badan Pemulihan Aset. Unit ini, kata dia, perlu ditingkatkan menjadi eselon II dan dipimpin oleh seorang kepala pusat (kapus).
    “Yang
    tracing
    harus ada jadi satu kapus sendiri. Jadi ditentukan, kaki tangannya tidak begitu panjang untuk kemudian bekerja memulihkan aset itu,” ujarnya.
    Pujiyono menilai pembagian fungsi tersebut penting untuk mengatasi ketimpangan besar antara estimasi nilai kerugian negara dan aset yang benar-benar berhasil dipulihkan.
    Tidak hanya aspek struktur organisasi, ia juga menyoroti faktor kultur di tubuh Kejaksaan yang menurutnya masih memerlukan penguatan mulai dari keberanian jaksa, kualitas kepemimpinan di setiap satuan kerja, hingga konsistensi pengawasan.
    Selain itu, berdasarkan temuan Komjak, sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur penunjang kerja-kerja jaksa di daerah juga masih terbatas. Ia pun mendorong pemerintah untuk ikut memperhatikan keterbatasan di institusi Korps Adhyaksa guna perbaikan tata kelola lembaga tersebut.
    “Dalam kepemimpinan Pak ST Burhanuddin menunjukkan arah perubahan dan perbaikan yang sudah serius dilakukan. Buktinya, public trust terus meningkat,” kata Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu.
    “Selain itu, kemauan Pak Jaksa Agung menerima masukan dari berbagai pihak juga sangat kuat, termasuk melalui pengawasan bersama media, Komjak dan Komisi III,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Radikalisme Gen-Z dan Budaya Literasi

    Radikalisme Gen-Z dan Budaya Literasi

    Radikalisme Gen-Z dan Budaya Literasi
    Pustakawan Berprestasi Terbaik Tingkat ASEAN, Peraih medali emas CONSAL Award
    DENSUS
    88 Anti-Teror Polri melaporkan bahwa 110 remaja usia 11-18 tahun diduga terekrut jaringan terorisme (
    Kompas
    , 18 November 2025). Sebelumnya juga viral tentang ledakan bom yang dilakukan oleh siswa SMA 72 Jakarta.
    Berdasarkan laporan BNPT, radikalisasi pada generasi Z tercatat 10,4 persen menurut Indeks Potensi
    Radikalisme
    (IPR) tahun 2022. (
    AntaraNews
    , 22 April 2025). Angka ini lebih tinggi dibanding Gen Milenial (10,3 persen) dan Gen X (9,4 persen) menurut data yang sama.
    Humas Polri menyebutkan bahwa anak-anak sangat rentan terpengaruh karena berbagai faktor, seperti
    bullying
    , kondisi keluarga
    broken home,
    kurang perhatian orangtua, pencarian jati diri, marginalisasi sosial, hingga minimnya literasi digital dan pemahaman agama. Dan media utama penyebaran faham ekstremisme melalui media sosial.
    Kelompok ekstremis kini memanfaatkan platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan forum anonim untuk menarik simpati generasi muda.
    Konten yang disebarkan sering kali dikemas dalam bentuk: video sinematik bertema heroik, meme yang menormalisasi kekerasan, narasi emosional tentang ketidakadilan, dan pesan privat yang terstruktur layaknya grooming.
    Generasi Z tumbuh dalam dunia yang serba cepat, terkoneksi, dan penuh banjir informasi. Internet memberi peluang besar bagi perkembangan kreativitas dan pengetahuan, tapi sekaligus membuka ruang bagi penyebaran paham ekstremisme dan terorisme.
    Salah satu penyebab kerentanan generasi Z terhadap radikalisasi adalah minimnya
    budaya literasi
    , terutama literasi digital, literasi informasi, dan literasi kritis.
    Keterkaitan antara terorisme dan literasi tidak hanya tentang membaca buku, tetapi bagaimana seseorang memahami, mengolah, dan menilai informasi yang diterimanya.
    Ketika generasi muda tidak memiliki kemampuan literasi yang kuat, mereka lebih mudah percaya pada propaganda, narasi palsu, atau manipulasi ideologis.
    Generasi muda sering kali terpapar banjir informasi tanpa dibekali kemampuan untuk membedakan fakta dan propaganda. Akibatnya, narasi ekstrem yang tampak logis atau emosional dapat diterima tanpa proses berpikir kritis.
    Budaya literasi tidak hanya sebatas kemampuan membaca dan menulis, melainkan mencakup kemampuan memahami, memfilter, mengkritik, dan merefleksikan informasi.
    Dalam konteks pencegahan terorisme, ada beberapa aspek penting.
    Pertama, literasi digital. Literasi digital membekali generasi Z dengan pemahaman tentang cara kerja internet, algoritma, jejak digital, dan pola manipulasi online.
    Individu yang melek digital akan lebih mampu: Mengenali konten ekstremis, menghindari jebakan propaganda, menilai kredibilitas sumber, memahami motif di balik narasi radikal.
    Kedua, literasi informasi. Kemampuan untuk mengidentifikasi sumber yang valid, memverifikasi data, dan membandingkan informasi dari berbagai perspektif sangat krusial.
    Literasi informasi membantu generasi Z untuk tidak menelan mentah-mentah narasi yang mengajak kebencian atau kekerasan.
    Ketiga, literasi kritis. Literasi kritis menekankan kemampuan berpikir reflektif dan analitis. Melalui literasi ini, generasi Z dapat: memahami konteks sosial-politik suatu isu, mendeteksi bias dan manipulasi, dan menilai dampak jangka panjang dari ideologi ekstrem.
    Kemampuan ini merupakan “vaksin kognitif” yang efektif untuk mencegah radikalisasi.
    Keempat, literasi budaya dan toleransi. Selain fokus pada informasi, budaya literasi juga mencakup pemahaman terhadap keragaman budaya, agama, dan sosial.
    Generasi yang memahami keberagaman lebih cenderung memiliki sikap inklusif dan kebal terhadap narasi kebencian yang sering digunakan kelompok ekstremis.
    Untuk mempraktikan pentingnya budaya literasi, kami membuat program Gerakan Literasi Muhammadiyah dengan nama MENTARI (Muhammadiyah Membaca Setiap Hari).
    Melalui program MENTARI, literasi tidak lagi dimaknai sebatas kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, serta menilai informasi secara kritis.
    Muhammadiyah sebagai organisasi pendidikan yang berorientasi pada pencerahan merespons tantangan ini dengan mengembangkan berbagai gerakan literasi, salah satunya melalui program MENTARI (Muhammadiyah Membaca Setiap Hari).
    Program ini hadir bukan sekadar sebagai rutinitas membaca, tetapi sebagai strategi pembentukan karakter, kecakapan berpikir, dan penguatan nilai keagamaan yang berkemajuan di sekolah maupun pesantren Muhammadiyah.
    Manfaat yang dirasakan dari program ini di antaranya:
    Pertama, program MENTARI memberikan manfaat besar dalam menanamkan kebiasaan membaca yang konsisten kepada peserta didik.
    Melalui kegiatan membaca setiap hari selama beberapa menit sebelum pelajaran dimulai, siswa dilatih untuk mencintai buku dan menjadikan aktivitas membaca sebagai bagian dari gaya hidup.
    Melebihi ekspektasi kami, ternya ada siswa yang mampu membaca 67 buku dalam 10 bulan.
    Pembiasaan ini membangun disiplin, meningkatkan fokus, serta menumbuhkan rasa ingin tahu. Dalam jangka panjang, rutinitas membaca harian akan membentuk pribadi pembelajar sepanjang hayat, karakter penting yang dibutuhkan dalam dunia modern yang terus berubah.
    Kedua, MENTARI berkontribusi secara signifikan dalam meningkatkan kemampuan literasi dasar siswa.
    Dengan kebiasaan membaca yang teratur, siswa mengalami peningkatan kemampuan memahami teks, memperkaya kosakata, serta mengembangkan kemampuan menulis.
    Kemampuan-kemampuan ini akan berdampak langsung pada pencapaian akademik mereka. Siswa yang memiliki literasi kuat cenderung lebih mudah memahami materi pelajaran, mengerjakan tugas dengan lebih efektif, dan memiliki daya analisis yang baik.
    Dengan demikian, MENTARI bukan hanya gerakan literasi, tetapi juga merupakan motor peningkatan mutu akademik.
    Ketiga, program ini berperan penting dalam memperkuat pemahaman keagamaan yang moderat dan berkemajuan.
    Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang menekankan nilai pencerahan, rasionalitas, dan toleransi.
    Melalui MENTARI, peserta didik sering kali diarahkan untuk membaca bahan bacaan keislaman, Al-Qur’an, tafsir, maupun literatur Kemuhammadiyahan.
    Pemahaman yang literat terhadap agama membantu siswa menghindari penafsiran tekstual yang sempit dan menguatkan sikap keberagamaan yang inklusif.
    Dalam konteks maraknya penyebaran paham radikal dan intoleransi di ruang digital, MENTARI menjadi benteng ideologis yang penting bagi peserta didik.
    Jangankan terlibat radikalisme atau terorisme, kini di lingkungan sekolah dan pesantren tidak ada prilaku perundungan (bullying).
    Keempat, MENTARI membantu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Ketika siswa membaca berbagai jenis bacaan—baik fiksi maupun nonfiksi—mereka belajar melihat suatu isu dari berbagai perspektif.
    Proses ini mendorong mereka untuk bertanya, menganalisis, dan membuat penilaian yang didasarkan pada pemahaman.
    Kemampuan berpikir kritis sangat penting di era informasi yang rentan dengan hoaks dan manipulasi.
    Melalui program ini, siswa belajar menjadi pembaca yang aktif, bukan pasif, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan.
    Kelima, gerakan ini juga memiliki dimensi pembentukan karakter. Melalui kegiatan membaca yang teratur, siswa belajar disiplin, teliti, dan tekun.
    Buku-buku yang mereka baca pun menjadi media pembentukan nilai-nilai moral seperti kejujuran, empati, rendah hati, dan rasa tanggung jawab.
    Di sekolah dan pesantren Muhammadiyah, pembentukan karakter adalah bagian integral dari proses pendidikan. MENTARI hadir sebagai metode yang efektif dalam menginternalisasi nilai-nilai tersebut secara alami dan menyenangkan.
    Selain itu, program MENTARI juga berperan dalam meningkatkan kecakapan literasi digital. Banyak sekolah dan pesantren Muhammadiyah kini memadukan kegiatan membaca dengan pemanfaatan e-book, perpustakaan digital, atau artikel daring.
    Hal ini membantu siswa memahami bagaimana menggunakan teknologi secara bijak, menilai kredibilitas sumber informasi online, dan menghindari konten berbahaya.
    Literasi digital ini sangat penting untuk membekali siswa menghadapi tantangan dunia maya yang kompleks.
    Akhirnya, MENTARI menciptakan lingkungan sekolah dan pesantren yang berbudaya ilmu. Ketika seluruh warga sekolah—kepala sekolah, guru, ustaz/ustazah, hingga siswa/santri—terlibat dalam budaya membaca, suasana belajar menjadi lebih kondusif, dialogis, dan intelektual.
    Lingkungan seperti ini mendorong pertumbuhan ide-ide baru dan membentuk identitas sekolah atau pesantren sebagai pusat pencerahan.
    Kehadiran program MENTARI memperkuat peran Muhammadiyah dalam membangun generasi yang unggul secara intelektual, matang secara spiritual, dan kuat secara karakter.
    MENTARI bukan hanya gerakan literasi, tetapi juga fondasi penting dalam mempersiapkan generasi berkemajuan yang siap berperan dalam masa depan bangsa.
    Terorisme di kalangan generasi Z adalah ancaman nyata yang diperkuat oleh dinamika digital dan rendahnya budaya literasi.
    Namun, dengan memperkuat kemampuan literasi digital, informasi, kritis, dan budaya, generasi Z dapat memiliki ketahanan mental yang kokoh untuk menolak propaganda ekstrem.
    Budaya literasi bukan hanya alat pengetahuan, tetapi benteng peradaban. Ketika generasi muda mampu membaca dunia dengan kritis, propaganda kebencian tidak akan lagi menemukan tempat subur untuk tumbuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi

    Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi

    Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi
    Tim Redaksi
    PALU, KOMPAS.com –
    Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bertekad untuk menang besar pada Pemilu 2029, khususnya di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
    Ketua Umum (Ketum) PSI
    Kaesang Pangarep
    pun memerintahkan PSI untuk menjadi pionir di Sulteng pada 2029 mendatang.
    “Saya ingin menyampaikan, di acara rakorwil perdana dari Partai Solidaritas Indonesia ini, saya ingin
    Sulawesi Tengah
    menjadi pionir dari PSI di 2029,” ujar Kaesang dalam Rakorwil PSI Se-Sulteng di Palu, Sulteng, Rabu (19/11/2025).
    “Dan saya juga ingin menegaskan, saya hadir di sini, kita bukan untuk main-main. Kita hadir di sini, DPP hadir di sini untuk mempersiapkan kita bisa menang di 2029,” sambungnya.
    Kaesang pun mengingatkan agar para kader PSI memperkuat struktur akar rumput sebelum 2029.
    Sebab, kata dia, mereka harus lolos verifikasi terlebih dahulu sebelum menjadi peserta pemilu.
    “Sebelum kita menuju 2029, kita akan menghadapi yang namanya verifikasi. Jadi saya minta tolong kepada seluruh jajaran pengurus di tingkat DPW, DPD, DPC, maupun nanti kalau sudah ada DPRT-nya, saya minta tolong strukturnya dibuat sebaik mungkin. Harus lebih baik dari partainya punyanya Pak
    Ahmad Ali
    sebelumnya (Nasdem),” kata Kaesang.
    Dalam kesempatan ini, Kaesang turut mengungkapkan harapannya, di mana pada 2029 nanti, PSI sudah bisa mengusung gubernur sendiri.
    Selain itu, dia juga meyakini PSI bakal mendapatkan jatah anggota DPR dari Sulteng.
    Lantas, apa saja strategi Kaesang untuk memenangkan PSI di 2029?
    Kaesang mengatakan, tanpa ‘isi tas’, maka elektabilitas tinggi menjadi sia-sia dalam kontestasi pemilu.
    Kaesang pun meminta agar PSI Sulteng bekerja keras agar bisa menjadi penyumbang suara dalam Pemilu 2029 mendatang.
    Lalu, terkhusus Sulteng, jika ada masalah dengan ‘isi tas’, Kaesang menyerahkan persoalan itu kepada Ketua Harian PSI Ahmad Ali.
    “Teman-teman, saya pingin Sulawesi Tengah ini menjadi salah satu penyumbang suara terbesar nanti di pemilu. Jadi saya minta tolong kerja kerasnya, jangan lupa ini juga, turun ke masyarakat,” ujar Kaesang.
    “Percuma juga punya elektabilitas tinggi, tapi enggak punya isi tas. Loh iya dong, masa isi tas enggak punya? Kalau saya kan enggak bawa tas. Yang bawa Bendum semua. Kalau ada apa-apa terkhusus Sulawesi Tengah, masalah isi tas kita ke Ayahanda kita (Ahmad Ali) ya,” sambungnya disambut tepuk tangan hadirin.
    Kemudian, Kaesang mengingatkan agar kader PSI tidak melakukan gerakan tambahan.
    Menurutnya, arahannya kerap berubah ketika sudah sampai di kader tingkat bawah.
    “Saya ingatkan sekali lagi, enggak usah ada gerakan-gerakan tambahan. Biasanya kan gitu. Saya ketika perintah ke Ketua Harian, A, ketika Ketua Harian menyampaikan ke sini, A, ketika mulai turun lagi A plus plus. Turun lagi A plus plus plus plus. Ada selalu kegiatan tambahan yang enggak begitu berguna,” ucap Kaesang.
    Kaesang pun meminta kader PSI untuk menyempurnakan struktur partai di masing-masing daerah.
    Dia mengeklaim tidak akan meminta apa-apa lagi sampai tahun 2027.
    Sementara itu, Ketua Harian PSI Ahmad Ali meminta agar baliho PSI sudah terpasang di semua kecamatan di Sulteng.
    Ali menegaskan PSI sudah membeli dua mesin cetak untuk memproduksi baliho tersebut.
    Dia memerintahkan agar baliho-baliho mulai dimasukkan ke desa-desa.
    “Semua kecamatan sudah harus terpasang baliho Partai Solidaritas Indonesia. Mesin cetak kita sudah punya dua. Saya minta bendahara untuk mengoperasikan mesin percetakan baliho, dan semua DPC paling tidak setiap kecamatan ada lima baliho ukuran 3×4 yang sudah harus terpasang, dan pelan-pelan masuk ke tiap-tiap desa,” ujar Ali.
    Ali menyampaikan bahwa format baliho harus terpampang wajah Kaesang Pangarep, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), dan dirinya selaku Ketua Harian PSI.
    Khusus di Sulteng ini, Ali menyatakan dirinya terkenal, sehingga wajahnya juga perlu dipampang.
    “Foto standarnya Ketua Umum, Ketua Harian, dan Pak Jokowi. Minta maaf, pengurus lain, karena yang dikenal di Sulawesi Tengah ini, Ketua Umum dan Ketua Harian, Pak Jokowi. Karena ini kampung saya,” jelasnya.
    Lalu, Ali membeberkan bahwa sosok Jokowi sangat penting bagi PSI.
    Dia kembali mengungkit bahwa Jokowi kini merupakan patron PSI.
    “Kenapa kita ingin memasang Pak Jokowi? Pak Jokowi adalah contoh hidup bagi rakyat jelata. Pak Jokowi adalah harapan bagi para politisi yang tidak berasal dari keturunan pemilik partai,” kata Ali.
    “Pak Jokowi adalah contoh hidup bukan dari yang berasal dari keluarga kaya raya, yang kemudian meniti karirnya dari bawah sampai di pucuk pemerintahan. Pak Jokowi bukan dari keluarga ningrat, tapi dia bisa meniti karier dan sampai dengan Presiden Republik Indonesia,” sambungnya.
    Ali berharap, dengan Jokowi dijadikan patron PSI, anak-anak muda ke depannya bisa melihat politik sebagai harapan.
    Dia ingin anak-anak muda berpikir bahwa menjadi pejabat tidak harus jadi orang kaya atau anak ketua partai terlebih dahulu.
    “Cukup punya konsistensi dan menanamkan nilai-nilai baik pada diri dan masyarakat, Insya Allah masyarakat akan mendorong dan partai-partai politik akan mengejar kamu,” imbuh Ali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Reposisi Polri: Menjaga Presiden atau Demokrasi?

    Reposisi Polri: Menjaga Presiden atau Demokrasi?

    Reposisi Polri: Menjaga Presiden atau Demokrasi?
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    REFORMASI
    Polri sudah lama digembar-gemborkan. Namun, publik melihat seperti berjalan di tempat.
    Pertanyaannya bukan lagi apakah Polri butuh reformasi, melainkan ke mana arah reformasi itu akan dibawa.
    Apakah Polri akan direposisikan untuk semakin dekat dengan presiden atau semakin dekat dengan demokrasi?
    Di sinilah titik krusial reformasi sektor keamanan saat ini: bukan semata-mata soal profesionalitas teknis, melainkan pilihan besar mengenai konfigurasi kekuasaan dalam sistem presidensial Indonesia.
    Konstitusi memberikan mandat kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Namun dalam sistem presidensial yang sehat, kekuasaan eksekutif — termasuk alat pemaksa negara — harus dikendalikan, bukan diabsorbsi.
    Dan di titik itulah persoalan reposisi Polri menjadi sangat menentukan masa depan demokrasi Indonesia.
    Tak dapat dimungkiri, Polri kini menjadi lembaga negara dengan kewenangan paling luas: dari penyelidikan, penyidikan, intelijen keamanan, pengaturan lalu lintas, pengamanan unjuk rasa, hingga penindakan terorisme dan kejahatan lintas negara.
    Semua itu berada dalam satu rantai komando yang langsung bermuara kepada presiden.
    Di atas kertas, konsentrasi kewenangan ini dimaksudkan untuk koordinasi yang efisien. Dalam praktiknya, konsentrasi kekuasaan koersif dalam satu tangan selalu menyimpan risiko.
    Dalam sejumlah negara presidensial, kekuatan polisi menjadi penanda maturitas demokrasi. Semakin polisi menjadi perpanjangan tangan presiden, semakin tipis garis pemisah antara pemerintahan dan kekuasaan atas warga negara.
    Apalagi dalam negara kesatuan yang terpusat seperti Indonesia, ketika pusat salah arah, tidak ada “polisi negara bagian” atau “polisi kota” yang dapat menjadi penyeimbang sebagaimana di sejumlah negara federal.
    Polri adalah mata, telinga, dan tangan negara — sekaligus instrumen paling menentukan antara keamanan dan penindasan.
    Tidak ada yang salah dengan kekuasaan kepolisian bila seluruh mandat dijalankan dengan pendekatan hukum dan hak asasi manusia.
    Persoalannya muncul ketika mandat diperluas tanpa pengawasan memadai. Prosedur hukum bisa berubah menjadi legitimasi kekuasaan, dan dalih keamanan dapat sewaktu-waktu menjelma menjadi justifikasi represivitas.
    Pada titik ini,
    reformasi Polri
    bukan hanya soal meningkatkan kompetensi, tetapi mendefinisikan ulang mandat: apakah Polri bertugas menjaga stabilitas pemerintahan atau menjaga kebebasan warga negara?
    Dua tugas itu seolah dapat dipadukan, tetapi sejarah politik Indonesia justru menunjukkan bahwa ketika yang dijaga adalah stabilitas kekuasaan, kebebasan warga menjadi pihak pertama yang dikorbankan.
    Dalam demokrasi, kekuasaan tanpa pengawasan selalu bermasalah. Namun, pengawasan terhadap Polri hingga saat ini belum memadai.
    Mekanisme internal berada dalam lingkup tertutup dan hirarkis; mekanisme eksternal masih lemah dan sering berhadapan dengan dinding tebal korps.
    Bahkan lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi penyeimbang masih terbatasi oleh struktur hukum dan kebiasaan politik yang memosisikan Polri lebih sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif daripada sebagai institusi publik yang wajib tunduk pada pengawasan rakyat.
    Pengawasan sipil yang kuat bukan untuk melemahkan polisi, melainkan memperkuat legitimasi penegakan hukum.
    Ketika tindakan kepolisian tidak bisa ditanya, maka kepercayaan publik akan runtuh — dan saat kepercayaan itu hilang, penegakan hukum tidak lagi berdiri atas kewibawaan, melainkan atas ketakutan.
    Dalam kerangka presidensial, presiden adalah panglima eksekutif. Namun, presidensialisme tidak pernah dirancang untuk menempatkan presiden sebagai satu-satunya pusat kekuasaan.
    Presiden memang perlu memimpin Polri, tetapi tidak untuk menguasai Polri. Sayangnya, pola relasi politik selama ini membuat Polri memiliki ketergantungan struktural dan psikologis terhadap kekuasaan presiden.
    Akibatnya, institusi kepolisian kerap dianggap sebagai “penjaga pemerintahan”, bukan “penjaga republik”.
    Dalam desain demokrasi modern, presiden memegang komando administratif, tetapi Polri harus tetap berdiri dalam kerangka hukum, bukan sebagai perpanjangan kekuasaan yang sedang memerintah.
    Relasi Polri–presiden perlu didesain ulang — bukan untuk menjauhkan, tetapi untuk menyehatkan.
    Reposisi Polri bukan slogan dan bukan jargon politik. Ia adalah pekerjaan dasar untuk menghubungkan kembali kekuasaan kepolisian dengan tujuan demokrasi.
    Di dalam sistem presidensial, mustahil untuk memindahkan Polri keluar dari eksekutif — Presiden tetap menjadi pemegang komando pemerintahan.
    Namun reformasi tidak menuntut Polri menjauh dari presiden, melainkan membangun jarak sehat antara kekuasaan politik dan kekuasaan koersif.
    Di sinilah reposisi menemukan maknanya: bagaimana Polri tetap berada di bawah presiden, tetapi tidak menjadi instrumen kekuasaan presiden.
    Reposisi mengharuskan perubahan orientasi yang bersifat mendasar. Polri tidak boleh melihat dirinya sebagai perisai pemerintah, tetapi sebagai penjaga warga negara.
    Ketika polisi mengidentifikasi diri sebagai alat stabilitas kekuasaan, setiap kritik akan diperlakukan sebagai ancaman. Namun, ketika polisi mengidentifikasi diri sebagai penjaga hukum, kritik menjadi bagian dari kesehatan demokrasi.
    Karena itu, reposisi bukan hanya merombak struktur organisasi, tetapi mengubah ideologi kelembagaan: dari polisi yang mencari legitimasi kekuasaan menjadi polisi yang memperoleh legitimasi dari publik.
    Reposisi juga menuntut perubahan relasi antara Polri dan pengawasan. Selama ini pengawasan eksternal diperlakukan seperti gangguan, padahal justru di situlah wibawa dibangun.
    Kepolisian yang berani diawasi adalah kepolisian yang percaya diri akan kebenaran kewenangannya.
    Transparansi dalam penyidikan, keterbukaan dalam penanganan kekerasan, hingga mekanisme hak gugat masyarakat terhadap tindakan kepolisian bukan ancaman bagi Polri — itu adalah fondasi legitimasi Polri di mata rakyat.
    Reposisi akhirnya bermuara pada satu gagasan besar: Polri yang kuat bukan Polri yang dekat dengan kekuasaan, melainkan Polri yang dipercaya publik.
    Selama kekuasaan menjadi sumber kekuatan Polri, Polri akan selalu rapuh. Namun, ketika kepercayaan masyarakat menjadi penyangga utama, tidak ada kekuasaan yang mampu membelokkan profesionalitas kepolisian.
    Reformasi Polri hanya akan berbuah bila reposisi Polri berani disentuh — dari corong kekuasaan menjadi penopang demokrasi.
    Demokrasi tidak dapat hidup tanpa kepolisian. Namun, demokrasi juga bisa mati di tangan kepolisian. Ketika polisi digunakan untuk menjaga kekuasaan, demokrasi menjadi slogan hampa.
    Ketika polisi menjaga hak warga negara, demokrasi tumbuh tegak di atas rasa aman dan keadilan.
    Karena itu, agenda reposisi Polri bukan agenda elite, bukan agenda presiden, bukan pula agenda aktivis.
    Itu adalah agenda publik, karena menyangkut bagaimana negara melindungi rakyat dan bagaimana rakyat mempercayai negara.
    Jika reformasi Polri hanya berhenti pada perubahan struktur, pangkat, atau gaji, tanpa menyentuh orientasi kekuasaan, maka reformasi itu telah gagal, bahkan sebelum dimulai.
    Reposisi Polri adalah penentu masa depan republik: apakah Indonesia akan melahirkan presidensialisme yang demokratis, atau presidensialisme yang koersif.
    Kini pilihan berada di meja kekuasaan dan di kesadaran publik. Reformasi Polri tidak akan berubah menjadi kenyataan bila reposisi Polri tidak disentuh.
    Pertanyaannya tinggal satu: Polri akan menjaga siapa? Presiden yang berkuasa, atau demokrasi yang menyelamatkan bangsa?
    Kita membutuhkan polisi yang kuat — tetapi kekuatan itu harus ditopang hukum, bukan politik. Kita membutuhkan polisi yang berwibawa — tetapi kewibawaan itu harus bersumber dari kepercayaan publik, bukan dari ketakutan warga.
    Kita membutuhkan polisi untuk melindungi negeri — tetapi negeri ini bukan milik penguasa, melainkan milik rakyat.
    Reposisi Polri adalah jalan menuju reformasi Polri. Dan hanya dengan itu demokrasi Indonesia dapat bernapas lega.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Disiram Air Mendidih di Malaysia, WNI Kabur dari Lantai 29 Pakai Pipa

    Usai Disiram Air Mendidih di Malaysia, WNI Kabur dari Lantai 29 Pakai Pipa

    Usai Disiram Air Mendidih di Malaysia, WNI Kabur dari Lantai 29 Pakai Pipa
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Warga Negara Indonesia (WNI) asal Sumatera Barat yang disiksa majikan di Malaysia melarikan diri dari kondominium lantai 29 dengan merosot berpegang pada pipa.
    Informasi kronologi peristiwa penyiksaan dan upaya menyelamatkan diri yang ditempuh WNI itu disampaikan
    KBRI Kuala Lumpur
    , dilansir
    ANTARA
    , Rabu (19/11/2025).
    WNI yang disiksa dan disiram air mendidih oleh majikannya di Kuala Lumpur itu awalnya mendengar gelagat bahwa majikan hendak menyiram air mendidih ke tubuhnya lagi.
    Soalnya, WNI tersebut mengengar majikan menyalakan kompor untuk memanaskan air.
    Korban lari ke dalam kamar kedua dan menguncinya dari dalam.
    Selanjutnya, korban lalu keluar dari jendela kamar dan bersembunyi di dekat mesin AC di tepi bangunan kondominium tingkat 29.
    Melihat ada orang yang berdiri di tepi bangunan lantai 29, pihak keamanan bangunan segera menghubungi pemadam kebakaran untuk meminta bantuan penyelamatan.
    Awalnya pihak keamanan menduga korban tersebut berniat bunuh diri dengan cara melompat dari ketinggian.
    Sementara korban untuk menghindari tangkapan dari suami majikan, kemudian merosot turun melalui pipa bangunan ke tingkat 28.
    Namun, karena jendela kamar tingkat 28 saat diketuk tidak ada jawaban maka korban kembali merosot turun ke tingkat 27.
    Korban kemudian diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran dari jendela rumah lantai 27.
    Setelah diberi rawatan luka bakar pada punggung dan lengannya, pada malam harinya korban kemudian diantar petugas pemadam kebakaran ke balai polis (pos polisi) yang terletak di dekat kondominium tempat korban bekerja.
    Korban kemudian bertahan di balai polis menunggu perwakilan dari KBRI datang.
    Saat ini korban berada di Shelter KBRI Kuala Lumpur untuk mendapatkan pendampingan advokasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KBRI Phnom Penh: Rizki Tak Terindikasi Korban TPPO di Kamboja

    KBRI Phnom Penh: Rizki Tak Terindikasi Korban TPPO di Kamboja

    KBRI Phnom Penh: Rizki Tak Terindikasi Korban TPPO di Kamboja
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh di Kamboja kedatangan Rizki Nur Fadhilah (18) pada Rabu (19/11/2025) pukul 06.00 waktu setempat.
    Rizki Nur Fadhilah
    merupakan pesepakbola muda asal Dayeuhkolot, Kabupaten
    Bandung
    , yang disebut sebagai korban
    tindak pidana perdagangan orang
    (
    TPPO
    ) di
    Kamboja
    .
    Saat datang ke KBRI Phnom Penh, Rizki Nur Fadhilah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani memohon agar dapat kembali ke Indonesia setelah keluar dari sindikat penipuan daring tempatnya bekerja.
    “Pagi ini sekitar pukul 06:00 waktu RNF, tiba di KBRI Phnom Penh dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. RNF memohon fasilitasi KBRI agar dapat kembali ke tanah air setelah keluar dari sindikat penipuan daring di mana dia sebelumnya bekerja,” bunyi siaran pers KBRI Phnom Penh, Rabu (19/11/2025).
    Setelah KBRI Phnom Penh melakukan pendalaman, Rizki Nur Fadhilah mengaku mendapatkan info lowongan pekerjaan di Kamboja lewat media sosial.
    Rizki Nur Fadhilah juga disebut telah mengetahui akan bekerja di Kamboja, tetapi ia tidak memberitahukannya kepada keluarga.
    “RNF mendapatkan info lowongan pekerjaan via sosial media dan selama proses perekrutan tidak mendapatkan tekanan. Tidak terdapat pula kekerasan fisik saat yang bersangkutan berada di sindikat penipuan daring di Sihanoukville,” tulis KBRI Phnom Penh.
    “Berbagai kondisi tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa RNF tidak terindikasi sebagai korban TPPO. Saat ini, KBRI Phnom Penh sedang mengurus dokumen perjalanan dan berkoordinasi dengan instansi terkait di Kamboja agar RNF dapat segera kembali ke Indonesia,” sambungnya.
    Saat ini, beberapa pihak dari Indonesia telah menyampaikan keinginan untuk memulangkan Rizki Nur Fadhilah ke tanah air.
    Di samping itu, KBRI Phnom Penh mengimbau seluruh masyarakat Indonesia agar lebih waspada dan berhati-hati terhadap tawaran kerja di luar negeri.
    Terutama yang terhadap tawaran kerja yang menjanjikan kerja mudah, gaji besar, dan minim persyaratan di media sosial.
    Apabila terdapat WNI di Kamboja yang membutuhkan bantuan, WNI atau keluarga langsung dapat menghubungi Hotline Pelindungan WNI KBRI Phnom Penh di nomor +855 12 813 282.
    Sebagai informasi, pemberitaan mengenai kasus yang menimpa Rizki Nur Fadhilah ramai di media sosial dan pemberitaan di Indonesia.
    Narasi yang beredar menyebut Rizki Nur Fadhilah menerima tawaran sebagai pemain bola di Medan, tetapi tanpa diketahui sebabnya ia menyasar sampai ke Kamboja dan diduga menjadi korban TPPO.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat

    Mahasiswa Uji UU MD3 ke MK, Tuntut Mekanisme Pemecatan Anggota DPR oleh Rakyat
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lima mahasiswa menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
    Kelima Pemohon dalam Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 tersebut adalah Ikhsan Fatkhul Azis (Pemohon I), Rizki Maulana Syafei (Pemohon II), Faisal Nasirul Haq (Pemohon III), Muhammad Adnan (Pemohon IV), dan Tsalis Khoirul Fatna (Pemohon V).
    Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Kelimanya pun meminta adanya mekanisme untuk rakyat bisa memberhentikan wakilnya di parlemen.
    “Permohonan a quo yang dimohonkan oleh Para Pemohon tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah. Para Pemohon tidak menginginkan ada lagi korban jiwa akibat kebuntuan kontrol terhadap DPR,” ujar Ikhsan yang hadir secara daring, dikutip Rabu (19/11/2025).
    Kehadiran Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 membuat terjadinya pengeksklusifan partai politik untuk memberhentikan anggota DPR.
    Pasalnya selama ini, partai politik kerap memberhentikan kadernya yang menjadi anggota DPR tanpa alasan jelas dan tidak mempertimbangkan prinsip kedaulatan rakyat.
    Sebaliknya ketika terdapat anggota DPR yang semestinya diberhentikan atas permintaan rakyat, partai politik justru tidak mengambil tindakan tersebut.
    Dalam dalilnya, Pemohon melihat tidak tersedianya mekanisme pemberhentian oleh konstituen dalam ketentuan pasal yang digugat tersebut.
    Hal tersebut membuat peran para Pemohon sebagai pemilih dalam pemilihan umum (pemilu) hanya sebatas prosedural formal, karena pemberhentian anggota DPR tidak lagi melibatkan rakyat. Padahal, suara rakyatlah yang membuat kader partai politik bisa duduk di kursi parlemen.
    Sejalan dengan implementasi kewenangan recall yang dimiliki partai politik, telah nyata terjadi praktik yang berseberangan dengan ketentuan UU MD3 dan kehendak rakyat.
    Hal tersebut terlihat dari Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama atau Uya Kuya, Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dinonaktifkan setelah adanya desakan dari masyarakat.
    Menurut para Pemohon, alih-alih melakukan pemberhentian dan penggantian sesuai ketentuan UU MD3 sebagaimana tuntutan masyarakat, partai politik justru menjalankan praktik yang tidak diatur dalam UU MD3 dan justru menimbulkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat.
    Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Sidang Perkara Nomor 199/PUU-XXIII/2025 dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
    Sebelum menutup persidangan, Suhartoyo mengatakan permohonan ini akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi untuk menyimpulkan apakah permohonan ini bisa diputus tanpa sidang pemeriksaan atau harus dilakukan sidang pemeriksaan untuk pembuktian lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kaesang Target PSI Menang Besar di 2029: Siapkan “Isi Tas” dan Serbuan Baliho Berwajah Jokowi

    Sebut Elektabilitas Tinggi Percuma Tanpa Isi Tas, Kaesang: Kalau Ada Apa-apa, ke Ayahanda Kita

    Sebut Elektabilitas Tinggi Percuma Tanpa Isi Tas, Kaesang: Kalau Ada Apa-apa, ke Ayahanda Kita
    Tim Redaksi
    PALU, KOMPAS.com
    – Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep mengatakan, jika PSI Sulawesi Tengah (Sulteng) mengalami masalah terkait ‘isi tas’, maka tinggal datang ke ‘ayahanda’.
    Ayahanda yang dimaksud ialah Ketua Harian PSI
    Ahmad Ali
    .
    Hal tersebut disampaikan Kaesang dalam
    Rakorwil PSI
    Se-Sulteng di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu (19/11/2025).
    “Kalau ada apa-apa terkhusus ini ya, terkhusus Sulawesi Tengah, masalah
    isi tas
    , kita ke ayahanda kita ya,” kata Kaesang.
    Kaesang menegaskan, percuma jika memiliki elektabilitas tinggi, tetapi tidak memiliki ‘isi tas’.
    Khusus PSI pusat, Kaesang menyebut tas tersebut selalu dibawa oleh Bendahara Umum (Bendum) PSI.
    “Percuma juga punya elektabilitas tinggi, tapi enggak punya isi tas. Loh iya dong, masa isi tas enggak punya? Kalau saya kan enggak bawa tas. Yang bawa Bendum semua,” tutur dia.
    Sementara itu, Kaesang meminta kepada para kader PSI untuk fokus pada struktur masing-masing daerah.
    Dia menekankan tidak akan meminta hal lain kepada kader PSI sampai tahun 2027.
    “Dan teman-teman, saya pingin Sulawesi Tengah ini menjadi salah satu penyumbang suara terbesar nanti di pemilu. Jadi saya minta tolong kerja kerasnya, jangan lupa ini juga, turun ke masyarakat,” imbuh Kaesang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Minyak Jelantah MBG Diekspor ke Singapore Airlines, Kepala BGN: Harga Dua Kali Lipat

    Minyak Jelantah MBG Diekspor ke Singapore Airlines, Kepala BGN: Harga Dua Kali Lipat

    Minyak Jelantah MBG Diekspor ke Singapore Airlines, Kepala BGN: Harga Dua Kali Lipat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, minyak jelantah yang dihasilkan dari program makan bergizi gratis (MBG) dijual dengan harga dua kali lipat.
    Dadan menyebut,
    minyak jelantah
    menjelma menjadi komoditas ekspor bernilai fantastis karena dapat diekspor menjadi bahan bakar pesawat maskapai internasional,
    Singapore Airlines
    .
    “Ini jelantahnya tidak dibuang, ditampung oleh para
    entrepreneur
    dan kemudian diekspor dengan harga yang dua kali lipat karena salah satu penggunanya adalah Singapore Airlines,” kata Dadan, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
    Dadan mengatakan, Singapore Airlines sedang gencar membangun citra sebagai perusahaan ramah lingkungan.
    “Singapore Airlines itu karena ingin mendeklarasikan sebagai salah satu maskapai yang berwawasan lingkungan dan 1 persen avtur berbahan bio,” tutur dia.
    Dadan menilai, potensi bisnis minyak jelantah ini sangat masif karena satu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menggunakan 800 liter minyak goreng setiap bulan.
    “Satu SPPG memproduksi atau menggunakan 800 liter minyak goreng setiap bulan dan 70 persen menjadi minyak jelantah,” tutur dia.
    Menurut dia, pasokan minyak jelantah dari Indonesia dapat mencapai jutaan liter setiap bulan dan membuka peluang besar bagi industri
    bioavtur
    nasional.
    “Salah satu bahan bio adalah
    cooking oil
    atau minyak jelantah itu nanti dengan 30.000 SPPG kali 550 liter, berapa juta liter per bulan bisa digunakan untuk bio-avtur. Saya kira dengan program makan bergizi sekarang sudah mulai terasa,” ucap dia.
    Sebelumnya, Dadan menyebut, saat ini sudah terbangun 15.363 SPPG yang beroperasi di 38 provinsi dan melayani 44,3 juta penerima manfaat.
    “Sudah bisa melayani 44,3 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Itu artinya 53 persen hak anak Indonesia telah kita bisa penuhi,” tutur dia.
    Dadan menuturkan, pemerintah sedang mengejar hak anak-anak Indonesia untuk mendapatkan makanan bergizi yang harus dipenuhi pada akhir tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri: Presiden Prabowo Apresiasi Seluruh Pihak yang Terlibat dalam Penanganan Longsor di Cilacap

    Mendagri: Presiden Prabowo Apresiasi Seluruh Pihak yang Terlibat dalam Penanganan Longsor di Cilacap

    Mendagri: Presiden Prabowo Apresiasi Seluruh Pihak yang Terlibat dalam Penanganan Longsor di Cilacap
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan, Presiden Prabowo Subianto memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penanganan longsor di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tenga.
    “Atas nama pemerintah, Bapak Presiden menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada semua pihak yang telah membantu bekerja keras dari mulai peristiwa sampai dengan hari ini dan sampai ke depan nanti,” ujarnya dalam Apel Kesiapsiagaan di Desa Cibeunying, Cilacap, Rabu (19/11/2025), seperti dalam siaran persnya.
    Pada kesempatan itu, Tito menegaskan, pemerintah pusat dan daerah akan terus bergerak bersama membantu masyarakat terdampak.
    Tito menekankan, penanganan bencana tidak berhenti pada tahap tanggap darurat. Pemerintah pusat dan daerah juga menyiapkan langkah lanjutan, termasuk relokasi warga yang terdampak. 
    “Akan ada upaya-upaya untuk membantu masyarakat yang terdampak, di antaranya adalah melakukan relokasi,” katanya.
    Dia menegaskan, pemerintah kabupaten, provinsi, serta kementerian dan lembaga pusat telah menyatakan komitmennya untuk memberikan dukungan penuh. Hal ini selaras dengan arahan Presiden. 
    “Presiden pasti tidak akan tinggal diam untuk membantu,” tegasnya.
    Tito menjelaskan, apel tersebut digelar untuk memastikan kesiapan tim sekaligus memberikan dukungan moral kepada para petugas yang bekerja di medan sulit. 
    Ia memastikan, pemerintah akan terus memberikan pendampingan hingga tuntas, mulai dari dukungan kepada keluarga korban hingga penyiapan hunian bagi warga yang membutuhkan. 
    Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) itu juga mengingatkan pentingnya langkah antisipatif agar kejadian serupa tidak menimbulkan dampak lebih besar di wilayah lain.
    “Kami masih terus bekerja sampai maksimal dan kita akan mendukung, bantu keluarga korban sambil kita memitigasi, mengantisipasi mudah-mudahan tidak terjadi di tempat lain,” ujarnya.
    Selain memimpin apel, Tito juga meninjau dapur umum yang dioperasikan relawan dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Cilacap untuk memastikan kebutuhan pangan warga terdampak tetap terpenuhi. 
    Setelah itu, dia memimpin rapat koordinasi singkat bersama jajaran terkait guna memutakhirkan informasi kondisi di lapangan.
    Pada kesempatan itu, Tito menyerahkan bantuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berupa pakaian, vitamin, dan kebutuhan dasar lainnya bagi para korban. 
    Tidak hanya itu, dukungan tambahan berupa empat tenda juga turut disalurkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri sebagai sarana penunjang penanganan bencana.
    Kunjungan
    Mendagri
    turut dihadiri Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani, jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Cilacap, serta unsur terkait lainnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.