Merombak Gaji ASN: Apakah Single Salary Jalan Keluar dari Kesenjangan?
ASN Kementerian Komunikasi dan DigitalMahasiswa Magister Ilmu Administrasi Universitas Indonesia
ISU
penggajian Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali masuk ke ruang percakapan publik. Perdebatan tentang kesenjangan tunjangan kinerja antar-instansi, keberlanjutan fiskal negara, dan rencana penerapan
single salary
atau sistem gaji tunggal muncul bergantian dalam pemberitaan.
Tidak sedikit
ASN
yang mengunggah keluhan di media sosial mengenai perbedaan
take home pay
yang ekstrem, ada yang hanya beberapa juta rupiah, namun ada pula yang mencapai puluhan juta untuk jabatan dan golongan yang hampir sama. Ketika publik mempertanyakan efektivitas dan profesionalisme birokrasi, kebingungan soal struktur gaji yang ruwet dan tidak transparan ikut memperkeruh persepsi.
Di tengah riuh rendah itu, pemerintah dan DPR memperkenalkan kembali rencana
single salary
, model
gaji tunggal
yang menggabungkan berbagai komponen tunjangan ke dalam satu struktur yang lebih jelas dan terukur. Wacananya sederhana, tetapi implikasinya sangat besar: bukan sekadar menaikkan atau menurunkan nilai gaji, melainkan menata ulang hubungan antara negara dan ASN sebagai pelayan publik.
Sistem penggajian ASN saat ini mengandung banyak elemen, mulai dari gaji pokok, tunjangan melekat, tunjangan jabatan, hingga tunjangan kinerja yang besarannya dapat berbeda drastis antar-instansi.
Kompleksitas ini menciptakan beberapa masalah utama. Pertama, struktur penghasilan ASN menjadi sulit dipahami oleh publik maupun ASN itu sendiri. Kedua, kesenjangan antarlembaga semakin terasa, sehingga menimbulkan persepsi ketidakadilan dan menurunkan motivasi di instansi yang dianggap “kering”. Ketiga, sebagian besar tunjangan tidak dihitung sebagai basis pensiun, sehingga saat memasuki masa purnabakti, terjadi penurunan pendapatan yang drastis.
Di banyak negara, sistem
single salary
diterapkan untuk menstandarkan dan menyederhanakan penggajian sektor publik. OECD (2012) menekankan bahwa kerangka kompensasi yang seragam adalah kunci transparansi dan akuntabilitas. Indonesia pun mencoba mengarah ke sana, terutama untuk meredam kesenjangan dan menyiapkan struktur gaji yang lebih mudah diawasi publik.
Dari perspektif teori kompensasi, ada sejumlah prinsip yang menjelaskan mengapa reformasi ini penting. Michael Armstrong dan Helen Murlis (2003) dalam
Reward Management: A Handbook of Remuneration Strategy and Practice
menyebutkan bahwa sistem imbalan adalah “nilai organisasi yang diterjemahkan ke dalam angka”. Artinya, bagaimana ASN dibayar mencerminkan apa yang negara hargai: kompetensi, kinerja, atau senioritas.
Konsep Total Reward menegaskan bahwa kompensasi mencakup bukan hanya gaji, tetapi juga kesempatan berkembang, keamanan kerja, hingga jaminan masa depan.
Konsep
Internal Equity
dan
External Equity
yang dikemukakan Mackenzie (1997), menekankan bahwa sistem penggajian harus adil antar-jabatan di dalam organisasi dan kompetitif di luar organisasi. Ketika satu instansi memperoleh tunjangan kinerja yang jauh lebih tinggi daripada instansi lain, padahal beban kerjanya tidak selalu lebih berat, maka rasa ketidakadilan dengan sendirinya akan mengemuka.
Gagasan
Pay-for-Performance
atau insentif berbasis kinerja yang banyak dipromosikan selama era reformasi birokrasi ternyata tidak selalu efektif di sektor publik. Weibel, Rost & Osterloh (2009) menunjukkan bahwa insentif kinerja seringkali menciptakan efek samping, yaitu indikator kinerja menjadi terlalu “diakali”, motivasi intrinsik menurun, dan pegawai cenderung mengejar angka daripada makna pelayanan.
Karena itu,
single salary
dinilai dapat mengurangi ketergantungan pada tunjangan berbasis kinerja yang tidak dirancang secara matang. Lalu ada faktor keberlanjutan fiskal. Thom Reilly (2012) mengingatkan bahwa ketika pengeluaran kompensasi tumbuh tak terkendali, negara bisa kehilangan kemampuan untuk mendanai layanan publik dan membebani generasi berikutnya.
Bagi Indonesia yang sedang mendorong transformasi digital, reformasi birokrasi, dan pembangunan SDM, struktur gaji yang tidak berkelanjutan berpotensi menjadi beban jangka panjang.
Jika dipersiapkan matang,
single salary
menawarkan sederet manfaat. Transparansi meningkat karena publik dapat melihat dengan jelas struktur gaji setiap jabatan. Kesenjangan antar-instansi dapat ditekan, membuat motivasi pegawai lebih merata. Bahkan kesejahteraan pensiunan ASN berpeluang membaik bila komponen gaji tunggal dijadikan dasar perhitungan pensiun.
Namun peluang tersebut datang bersama risiko yang tidak bisa diabaikan. Salah satu kekhawatiran adalah hilangnya fleksibilitas untuk memberikan penghargaan lebih bagi profesi tertentu yang kompetitif di pasar kerja. Dokter spesialis, jaksa yang menangani kasus berat, analis data, atau pakar keamanan siber misalnya, jika gaji mereka distandarkan tanpa ruang diferensiasi, migrasi ke sektor swasta atau luar negeri sangat mungkin terjadi.
Selain itu, peleburan penuh tunjangan berbasis kinerja bisa membuat ruang apresiasi terhadap kinerja nyata semakin sempit. Meski problematis, insentif kinerja masih dibutuhkan untuk mendorong akuntabilitas. Karena itu, skema gaji tunggal perlu menyisakan ruang variabel yang benar-benar berbasis capaian, bukan sekadar formalitas administrasi.
Risiko lain adalah kegagalan sejak desain. Banyak negara tersandung karena terlalu fokus pada nominal, bukan pada arsitektur sistem: evaluasi jabatan, pemetaan kompetensi, sistem kinerja, dan kesiapan institusional. Jika fondasi ini lemah,
single salary
hanya akan mengganti bentuk ketidakadilan tanpa menghilangkannya.
Pada akhirnya, reformasi pengupahan ASN bukan soal angka, tetapi soal arah.
Single salary
membuka kesempatan untuk menata ulang kontrak antara negara dan aparatur: negara menjamin penghasilan yang adil, jelas, dan layak serta ASN membalasnya dengan kinerja yang terukur, profesionalisme, dan integritas.
Jika dirancang serius, sistem ini dapat menjadi tonggak besar menuju birokrasi yang lebih responsif dan dipercaya publik. Namun jika hanya menjadi respon sesaat terhadap tekanan opini tanpa perbaikan fondasi manajemen SDM, reformasi ini berisiko berakhir sebagai slogan yang meriah di awal tetapi hambar dalam implementasi.
Tantangan sesungguhnya terletak pada keberanian politik dan konsistensi teknokratik. Apakah kita siap menata ulang sistem yang selama puluhan tahun berjalan tambal-sulam? Apakah negara siap membuat kompensasi ASN bukan hanya layak bagi pegawainya, tetapi juga wajar dan adil bagi rakyat pembayar pajak?
Jika iya, maka untuk pertama kalinya dalam sejarah pengelolaan SDM aparatur, reformasi penggajian menjadi bukan sekadar wacana dan “ruang keluhan”, akan tetapi fondasi bagi pelayanan publik yang lebih efektif, lebih manusiawi, dan lebih dipercaya masyarakat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2024/09/29/66f922c13927e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Merombak Gaji ASN: Apakah Single Salary Jalan Keluar dari Kesenjangan?
-
/data/photo/2024/11/11/67315982b64c6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPU Tegaskan Arsip Ijazah Jokowi Aman, Sebut KPUD Solo Salah Ucap akibat Nervous
KPU Tegaskan Arsip Ijazah Jokowi Aman, Sebut KPUD Solo Salah Ucap akibat Nervous
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, August Mellaz ikut memberikan bantahan terkait keterangan KPUD Kota Surakarta yang melakukan pemusnahan dokumen arsip ijazah Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) saat mendaftar menjadi walikota Solo.
Keterangan ini diketahui diucapkan KPUD Kota Surakarta dalam sidang Komisi Informasi Pusat (KIP) yang berlangsung pada 18 November 2025.
“Kan sudah ada klarifikasi dari KPU Surakarta itu tidak dimusnahkan,” katanya kepada Kompas.com, Kamis (20/11/2025).
August mengatakan, yang hilang dalam arsip dokumen tersebut hanyalah buku registrasi, bukan arsip syarat pencalonan.
Adapun terkait pernyataan dalam sidang yang menyebut arsip
ijazah Jokowi
dimusnahkan, kemungkinan ada faktor grogi dari KPUD Surakarta.
“Mungkin dia
nervous
ya jadi, dia juga sudah katakan buku agenda yang dimusnahkan, dokumen seperti buku tamu,” ucapnya.
August juga mengatakan, KPUD Surakarta juga pernah berpindah gedung, sehingga ada kemungkinan dokumen tercecer saat proses pemindahan terjadi.
Namun dia menegaskan, klarifikasi dari KPUD Surakarta sudah melakukan klarifikasi secara jelas terkait pemusnahan dokumen tersebut.
Dalam klarifikasinya, KPUD Surakarta masih menyimpan seluruh dokumen pendaftaran Joko Widodo saat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo pada Pemilihan 2005, termasuk ijazah yang menjadi syarat wajib pendaftaran.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua KPU Surakarta, Yustinus Arya Artheswara, sebagai respons atas keresahan publik setelah sidang perdana KIP yang mempertanyakan isu dokumen yang disebut telah musnah setelah satu tahun.
“Begini, kami perlu meluruskan. Yang ditanyakan kemarin adalah nomor dan tanggal agenda surat masuk, bukan berkas pendaftaran atau salinan dokumen ijazah,” jelasnya.
Ia menerangkan bahwa sesuai Jadwal Retensi Arsip KPU (PKPU No. 17 Tahun 2023), agenda surat masuk memiliki masa simpan 1 tahun aktif + 2 tahun inaktif sebelum dapat dimusnahkan.
“Jadi yang dimaksud ‘dapat dimusnahkan’ itu agenda suratnya, bukan berkas ijazah atau dokumen pendaftarannya. Selama saya menjabat, kami tidak pernah melakukan pemusnahan dokumen, termasuk yang terkait dengan pendaftaran Pak Joko Widodo,” tegasnya.
Menurut Arya, pemohon meminta informasi tanggal dan nomor agenda masuk terkait dokumen ijazah ketika proses pendaftaran.
Karena itu, KPU merujuk aturan retensi arsip untuk menjelaskan masa simpan agenda surat, bukan masa simpan dokumen pendaftaran.
Menjawab isu ketidaksinkronan PKPU dan UU KIP, Arya menegaskan tidak semua dokumen dalam PKPU bersifat satu tahun, karena tiap jenis punya masa simpan berbeda.
“Untuk dokumen ijazah, masa penyimpanannya termasuk kategori permanen. Jadi konteks satu tahun itu hanya untuk agenda surat masuk,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/20/691eff60d5460.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ini Isi Pertemuan Kedua Prabowo dan Dasco di Istana
Ini Isi Pertemuan Kedua Prabowo dan Dasco di Istana
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto kembali menggelar pertemuan dengan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).
Ini adalah pertemuan kedua dalam pekan ini, setelah pada 17 November 2025,
Dasco
juga menyambangi di Kompleks
Istana
Kepresidenan untuk bertemu dengan
Prabowo
.
Pada pertemuan tanggal 17 November, Prabowo dan Dasco disebut membahas berbagai hal mulai dari olahraga, ekonomi hingga komitmen
pemerintah
dan legislatif bersinergi untuk merealisasikan program prioritas pemerintah.
Dikutip dari akun Instagram resmi Sekretariat Kabinet @sekretariat.kabinet, salah satu yang dibahas adalah rencana pembangunan kompleks fasilitas latihan bagi para atlet dan rencana pengiriman cabang olahraga unggulan untuk latihan intensif di luar negeri.
Kemudian, dalam pertemuan itu juga dibahas perihal target pertumbuhan ekonomi 8 persen dan sejumlah kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Tak ketinggalan, masalah percepatan hilirisasi juga dibahas oleh Prabowo dan Dasco dalam pertemuan tersebut.
Dikutip dari unggahan akun Instagram Sekretariat Kabinet, Presiden Prabowo dan Dasco kembali membahas banyak hal dalam pertemuan kedua mereka pada 20 November 2025.
Salah satunya hal yang dibahas mengenai upaya peningkatan kesejahteraan pengemudi ojek
online
.
Kemudian, keduanya juga membahas perihal reforma agraria dan redistribusi lahan yang berpihak kepada masyarakat.
“Di dalam pertemuan dibahas berbagai hal, mulai dari upaya peningkatan kesejahteraan pengemudi ojek
online
, reforma agraria dan redistribusi lahan yang berpihak kepada masyarakat, hingga penyelenggaraan pelayanan ibadah haji tahun 2026,” tulis akun Sekretariat Kabinet.
Selain itu, dalam pertemuan itu, Dasco juga disebut menyampaikan sejumlah aspirasi yang diserap dari para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia (AKSI).
Para kepala desa disebut menyampaikan agar program-program unggulan pemerintah lebih mendorong perekonomian lokal.
“Agar program-program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih memberikan manfaat yang lebih optimal bagi masyarakat desa,” tulis akun Sekretariat Kabinet.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/20/691f20556ffd9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Apa Peran 4 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Proyek PUPR OKU?
Apa Peran 4 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Proyek PUPR OKU?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– KPK mengungkapkan peran empat tersangka baru yang baru saja resmi ditahan dalam kasus korporasi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Keempatnya adalah Wakil Ketua DPRD OKU Parwanto, anggota DPRD OKU Robi Vitergo, pihak swasta bernama Ahmad Thoha alias Anang, dan pihak swasta Mendra SB.
Ini merupakan pengembangan kasus terhadap enam tersangka sebelumnya yang saat ini tengah menjalani proses persidangan.
Enam tersangka itu adalah Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah, Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin, Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati, anggota DPRD OKU Ferlan Juliansyah, serta M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso dari pihak swasta.
Ahmat Thoha, Muhammad Fauzi, dan Mendra SB bersama-sama dengan Ahmad Sugeng Santoso berperan sebagai pihak pemberi kepada penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU pada 2024–2025.
“(Robi Vitergo dan Parwanto) yang secara bersama-sama dengan tersangka NOP (Nopriansyah), MFR (Muhammad Fakhrudin) dan tersangka UM (Umi Hariati) telah menerima pemberian uang dari pihak swasta terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU tahun 2024 sampai dengan tahun 2025,” ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di KPK, Kamis (20/11/2025).
Asep menuturkan, dalam proses perencanaan anggaran tahun 2025 Pemkab OKU, terjadi pengondisian jatah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD yang diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR.
“Di mana jatah pokir disepakati sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian untuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, serta masing-masing anggota senilai Rp 1 miliar,” ujar Asep.
Namun, karena keterbatasan anggaran, nilai jatah pokir tersebut turun menjadi Rp 35 miliar.
Alhasil, para anggota DPRD OKU itu meminta jatah sebesar 20 persen sehingga total
fee
adalah Rp 7 miliar dari total anggaran.
Saat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 Kabupaten OKU disetujui, pembahasan anggaran Dinas PUPR justru mengalami kenaikan dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar.
“Bahwa sudah menjadi praktik umum di Pemkab OKU, praktik jual-beli proyek dengan memberikan sejumlah
fee
kepada Pejabat Pemkab OKU dan/atau DPRD,” ungkap Asep.
Terkait proyek “jatah” DPRD, Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah diduga mengondisikan
fee
atau jatah tersebut pada sembilan proyek yang ia atur pengadaannya melalui e-katalog.
Kesembilan proyek tersebut terdiri dari rehabilitasi rumah dinas (rumdin) Bupati senilai Rp 8,39 miliar, rehabilitasi rumdin Wakil Bupati Rp 2,46 miliar, pembangunan Kantor Dinas PUPR Kabupaten OKU senilai Rp 9,88 miliar, pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp 983 juta dan peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus–Desa Bandar Agung senilai Rp 4,92 miliar.
Ada juga peningkatan jalan desa Panai Makmur–Guna Makmur senilai Rp 4,92 miliar, peningkatan jalan unit XVI–Kedaton Timur Rp 4,92 miliar, peningkatan Jalan Let. Muda M Sidi Junet Rp 4,85 miliar dan peningkatan Jalan Desa Makarti Tama Rp 3,93 miliar.
Nopriansyah kemudian menawarkan sembilan proyek tersebut kepada tersangka Muhammad Fakhrudin, Ketua Komisi III DPRD OKU, serta tersangka Ahmad Sugeng Santoso selaku pihak swasta, dengan komitmen
fee
sebesar 22 persen dengan rincian 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
“Selanjutnya, NOP (Nopriansyah) juga mengondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK, untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah dengan dilanjutkan penandatanganan kontrak antara penyedia dan PPK di Lampu Tengah,” ujar dia.
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili tersangka Ferlan Julianysah (Anggota Komisi III DPRD OKU), tersangka Muhammad Fakhrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU), dan tersangka Umi Hariati (Ketua Komisi II DPRD OKU) menagih jatah
fee
proyek kepada Nopriansyah sesuai komitmen.
Pada 11-12 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek.
Kemudian pada 13 Maret 2025 sekitar pukul 14.00, Muhammad Fakhrudin mencairkan uang muka.
“Bahwa Pemda OKU saat itu mengalami permasalahan
cash flow
, karena uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, TPP dan penghasilan perangkat daerah. Meskipun demikian, uang muka untuk proyek tetap dicairkan,” kata dia.
Pada 13 Maret 2025, Muhammad Fakhrudin menyerahkan Rp 2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari komitmen
fee
proyek.
Atas permintaan Nopriansyah, uang itu kemudian dititipkan kepada saksi A (PNS Dinas Perkim). Dana tersebut berasal dari pencairan uang muka proyek.
Parwanto dan Robi Vitergo sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Ahmat Thoha dan Mendra SB sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/26/68d673fdddff1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BGN Bakal Buat Aturan Atasi Kepemilikan Dapur Umum Dikuasai Segelintir Orang
BGN Bakal Buat Aturan Atasi Kepemilikan Dapur Umum Dikuasai Segelintir Orang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Gizi Nasional (BGN) akan membuat aturan untuk mengatasi kepemilikan Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) yang dikuasai hanya oleh segelintir orang.
“Yang, yang ke depan, yang ke depan nanti. Yang ke depan saya awasi, ya. Insha Allah (dibuat aturan),” kata Wakil Kepala
Badan Gizi Nasional
(BGN) Nanik S Deyang, usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Ia menyampaikan, sejauh ini memang belum ada aturan yang spesifik mengatur hal tersebut.
Ia tidak memungkiri, pada awalnya, Presiden Prabowo ingin yayasan di bidang pendidikan dan sosial turut serta membangun
dapur umum
.
Namun, pembangunan akhirnya dipercepat untuk menuntaskan target 82,9 juta penerima MBG pada akhir tahun 2025.
“Tapi kan kemudian juga dikejar, ‘oh kita kan targetnya harus,’ anak-anak kan pada minta tuh, ‘aduh, kita belum dapat nih MBG, MBG.’ Akhirnya oke, bagaimana untuk mempercepat terbentuknya SPPG itu, ya kita mintalah siapa yang mampu untuk bisa membangun ya membangun dapur itu, begitu ya. Ya nanti kita sambil lihat, ya,” ucap Nanik.
Saat ini, banyak pihak yang berminat membangun dapur umum.
Bahkan, pendaftaran harus ditutup karena kuota sudah terpenuhi.
Artinya, kata Nanik, satu orang tidak harus memiliki lebih dari 10 dapur umum karena banyak peminat.
“Banyak banget, sampai kan ditutup. Mungkin sudah ratusan ribu kali ya yang ngantri. Enggak mestinya, enggak mestinya (enggak sama satu orang 20). Tapi waktu dulu kan enggak banyak,” ujar Nanik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/17/68f1adcf80180.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KUHAP Baru, Pasal Pemblokiran Jadi Polemik Pihak DPR vs Koalisi Sipil
KUHAP Baru, Pasal Pemblokiran Jadi Polemik Pihak DPR vs Koalisi Sipil
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– KUHAP versi terbaru telah mengatur soal pemblokiran rekening hingga akun media sosial. DPR versus Koalisi Masyarakat Sipil berbeda pandangan soal pasal ini.
KUHAP
termutakhir telah disahkan oleh rapat paripurna
DPR
pada Selasa (18/11/2025).
KUHAP terbaru itu disahkan usai dibahas oleh Panitia Kerja (Panja)
RUU KUHAP
di
Komisi III DPR
, dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Polemik mengemuka soal pasal-pasal di dalamnya, termasuk soal
pemblokiran
.
Dalam KUHAP versi lama (UU Nomor 8 Tahun 1981), tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemblokiran.
Dalam KUHAP terbaru, pemblokiran didefinisikan sebagai tindakan untuk mencegah semetara waktu terhadap akses penggnaan bermacam-macam jenis hal, mulai dari pemindahan harta, bukti kepemilikan, transaksi perbankan, akun
medsos
, informasi elektronik, dokumen elektronik, hingga produk administratif.
Selanjutnya, ada bagian khusus soal pemblokiran dalam KUHAP terbaru, yakni pada bagian kesembilan, pasal 140. Berikut bunyinya:
Pasal 140
(1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi lengkap mengenai alasan perlunya dilakukan pemblokiran minimal meliputi:
a. uraian tindak pidana yang sedang diproses;
b. dasar atau fakta yang menunjukkan objek yang akan diblokir memiliki relevansi dengan tindak pidana yang sedang diproses dan sumber perolehan dasar atau fakta
tersebut; dan
c. bentuk dan tujuan Pemblokiran yang akan dilakukan terhadap masing-masing objek yang akan diblokir.
(4) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.
(5) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu 6 (enam) Bulan.
(7) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri.
(8) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:
a. potensi dialihkannya harta kekayaan;
b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi elektronik;
c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi; dan/atau
d. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.
(9) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Penyidik dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua
pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.
(10) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengeluarkan penetapan.
(11) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), penolakan harus disertai dengan alasan.
(12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) mengakibatkan Pemblokiran wajib dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.
(13) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.
Pihak DPR melalui Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjamin bahwa aturan soal pemblokiran dan bentuk upaya paksa lainnya diatur lebih ketat di KUHAP versi terbaru ini.
“Pemblokiran, Pasal 140, dilakukan harus dengan izin ketua pengadilan. Jadi enggak benar ya apa namanya kalau tanpa izin ya,” kata Habiburokhman saat jumpa pers di Gedung DPR, Rabu (19/11/2025).
Pemblokiran dan upaya paksa lainnya tidak dapat dilakukan hanya berdasar subjektivitas aparat.
“Jadi pengaturan soal penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran ini jauh lebih baik di
KUHAP baru
daripada di KUHAP Lama,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Koalisi Masyarakat Sipil
untuk Pembaruan KUHAP menilai Pasal 140 itu mengandung celah penyalahgunaan subjektivitas aparat untuk melakukan pemblokiran, terlepas dari izin pengadilan.
“Perlu ditegaskan bahwa izin hakim tersebut dapat dikecualikan dan pengecualian tersebut bersifat sangat rentan untuk disalahgunakan secara subjektif,” kata Koalisi melalui siaran pers, Rabu (19/11/2025).
Celah itu ada pada ayat (7) dan (8) yang mengatur bahwa pemblokiran tanpa izin ketua pengadilan dapat dilakukan dalam keadaan mendesak.
“Yang paling rentan disalahgunakan adalah alasan pemblokiran tanpa izin pengadilan berdasarkan ‘situasi berdasarkan penilaian Penyidik’,” kata Koalisi.
Ada syarat-syarat ‘keadan mendesak’ sebagaimana diatur di ayat (8), namun menurut Koalisi, syarat itu bersifat pilihan dan tidak wajib dipenuhi seluruhnya.
“Syarat tersebut juga alternatif, yang artinya sesederhana bahwa tanpa perlu melihat alasan-alasan yang lain, cukup dengan alasan adanya ‘penilaian penyidik’ maka sudah bisa menjadi dasar untuk pemblokiran tanpa izin pengadilan,” kata Koalisi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/20/691f10e312e3b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Prabowo Minta Lauk MBG Diganti Daging Sapi hingga Telur Puyuh Jelang Nataru
Prabowo Minta Lauk MBG Diganti Daging Sapi hingga Telur Puyuh Jelang Nataru
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Presiden Prabowo Subianto meminta lauk Makan Bergizi Gratis (MBG) diberikan alternatif menjelang momen Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Menu ayam dan telur, misalnya, diganti menjadi
daging
dan
telur puyuh
.
Hal ini untuk mengantisipasi naiknya kebutuhan masyarakat menjelang momen hari besar keagamaan dan libur panjang tersebut.
“Tadi Pak Presiden pesan, ‘wah, ya nanti kalau misalnya ini kan mau
Nataru
nih, mau Nataru, kemudian Lebaran, ya kan. Nanti mungkin telur untuk anak-anak kita kurangi tapi diganti daging sapi, diganti telur puyuh,’ gitu,” kata Wakil Kepala Badan Gizi Nasional Nanik S Deyang, usai rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/11/2025).
“Supaya enggak ganggu kebutuhan masyarakat yang mau Nataru dan mau Lebaran untuk kue, terutama telur, ya,” imbuh Nanik.
Ia menyampaikan, sejauh ini potensi kenaikan atas sejumlah bahan baku mulai terlihat di berbagai kabupaten.
“Sekarang masih, masih kecil, ya. Tapi, kan tanda-tanda itu mulai ada. Saya kasih contoh kalau yang SPPG-nya sudah mulai penuh di kabupaten itu sudah mulai naik,” ucap dia.
Tak hanya sumber protein, kelangkaan juga terjadi pada buah.
Ia mulai merasakan kesulitan mencari buah untuk menu MBG.
Oleh karenanya, BGN bekerja sama dengan lintas kementerian dan lembaga untuk
penyediaan bahan baku
.
Dengan TNI, misalnya, BGN bekerja sama dalam penyediaan protein hewani dan sayur mayur.
Begitu pun dengan
Kementerian Koperasi
untuk menanam buah hingga sayur.
Total anggaran yang disiapkan Kementerian Koperasi mencapai Rp 300 miliar.
“Kemudian saya sudah kerja sama dengan Menteri Koperasi. Nanti Koperasi, Menteri Koperasi akan membiayai koperasi-koperasi yang menanam buah, menanam sayur, maupun beternak. Sampai tahap awal mungkin Rp 300 miliar mereka akan biayai koperasi itu. Lalu saya juga kerja sama dengan Mendagri,” ujar Nanik.
Tak hanya itu, pihaknya juga menggandeng Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk meminta kepala daerah menggerakkan RT-RW memproduktifkan lahan kosong.
“Di RT-RW ini sekarang lahannya enggak boleh kosong lagi, entah itu untuk ternak atau untuk nanam sayuran. Memang yang jadi persoalan, kalau mereka masuk sendiri-sendiri di SPPG kan susah. Nah itulah, kalau yang belum ada koperasi, kita minta mereka membuat UD, usaha dagang, misalnya 10 orang petani dijadikan satu, nanti biar bisa masuk ke SPPG,” ujar Nanik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/11/16/6919deb02195e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/11/20/691eb975deb0d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)