Penambahan Jumlah Kementerian dan Efisiensi Pemerintahan Prabowo
Dosen; Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policies; Konsultan; Pengamat Kebijakan Publik
PRESIDEN
Prabowo Subianto menetapkan kebijakan
pemangkasan anggaran
pemerintah sebesar Rp 306,69 triliun melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Kebijakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi belanja negara, menekan pemborosan anggaran, dan mengoptimalkan penggunaan dana publik.
Namun, langkah tersebut terjadi di tengah kebijakan lain yang menambah jumlah kementerian menjadi 52, dengan total 109 anggota kabinet, termasuk menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga.
Hal ini memunculkan paradoks: di satu sisi, ada komitmen untuk menekan pengeluaran, tetapi di sisi lain, penambahan struktur birokrasi berpotensi menambah beban anggaran.
Bagaimana kebijakan ini dapat berjalan beriringan tanpa menimbulkan inefisiensi? Apa konsekuensi sosial, ekonomi, dan politik dari langkah ini?
Penambahan kementerian biasanya didasari kebutuhan untuk mempercepat penanganan isu-isu spesifik dan meningkatkan efektivitas pemerintahan.
Misalnya, pemisahan fungsi kementerian yang memiliki mandat luas dianggap dapat meningkatkan fokus pada isu prioritas.
Namun, penambahan struktur birokrasi tanpa tata kelola yang baik justru menciptakan risiko, seperti: pertama pemborosan atau pembengkakan anggaran operasional.
Setiap kementerian baru memerlukan alokasi anggaran tambahan untuk operasional, kantor baru, gaji pegawai, fasilitas, dan infrastruktur. Hal ini berpotensi bertentangan dengan kebijakan efisiensi yang diusung.
Kedua, kompleksitas koordinasi akibat jumlah kementerian yang lebih besar, koordinasi lintas sektor berpotensi menjadi lebih lambat. Proses pengambilan keputusan bisa terhambat oleh tumpang tindih fungsi antar-kementerian.
Ketiga, tentunya semakin besar birokrasi, semakin sulit untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini membuka peluang penyalahgunaan anggaran dan lemahnya pengawasan.
Efisiensi–di samping efektivitas–memang menjadi mantra untuk menekan pengeluaran pemerintah. Namun, jika dilakukan tanpa pertimbangan yang matang, kebijakan ini dapat menghasilkan dampak negatif merusak, seperti penurunan kualitas layanan publik–seperti pendidikan dan kesehatan–dan tentunya ini sejalan dengan ketidakpuasan publik.
Kebijakan efisiensi yang menyasar sektor-sektor strategis dapat memicu ketidakpuasan masyarakat.
Menarik melihat pengalaman negara Lain, misalnya, yang diterapkan Yunani (2010-2015) menunjukkan bahwa efisiensi tanpa perencanaan matang justru memperburuk situasi sosial dan ekonomi.
Pemotongan anggaran di sektor esensial menyebabkan resesi lebih dalam, menambah angka pengangguran, dan memperlambat pemulihan ekonomi.
Singapura memberikan contoh sukses efisiensi belanja tanpa mengorbankan kualitas layanan publik. Dengan struktur pemerintahan yang ramping dan pengurangan belanja non-esensial (seperti perjalanan dinas dan pengadaan aset administratif), Singapura berhasil menjaga stabilitas fiskal dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara optimal.
Pemerintah Indonesia harus mampu menyelaraskan kebijakan penambahan kementerian dengan target
efisiensi anggaran
.
Setiap kementerian harus memiliki fungsi yang jelas dan tidak tumpang tindih. Penghapusan unit-unit yang redundan akan membantu mengurangi pemborosan anggaran.
Audit rutin dan evaluasi terhadap kinerja kementerian (misalnya, pasca-100 hari kerja) diperlukan untuk memastikan efektivitas langkah efisiensi.
Kementerian yang tidak memberikan dampak signifikan perlu direstrukturisasi atau digabungkan (kembali).
Pemerintah juga tentunya dapat mengakselerasi pemanfaatan teknologi (GovTech, Goverment Tecnology) untuk mengurangi pengeluaran administratif.
Digitalisasi layanan publik, misalnya, dapat menekan biaya operasional dan meningkatkan efisiensi. Tentunya, kebijakan efisiensi ini harus disampaikan secara transparan agar masyarakat memahami manfaatnya.
Partisipasi publik dalam pengawasan anggaran juga penting untuk memastikan alokasi anggaran yang tepat sasaran (terukur).
Efisiensi dalam pemerintahan bukan hanya tentang menekan pengeluaran, tetapi memastikan bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Pemerintahan Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam membuktikan bahwa penambahan jumlah kementerian dapat berjalan seiring dengan efisiensi anggaran.
Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada manajemen birokrasi yang efektif, transparansi, dan komitmen untuk memprioritaskan sektor strategis.
Jika berhasil, maka langkah ini dapat menjadi model tata kelola pemerintahan yang efisien dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Namun, tanpa perencanaan matang, kebijakan ini berisiko menjadi beban tambahan bagi keuangan negara dan memperburuk ketimpangan pembangunan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2024/11/06/672b8114bab05.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Penambahan Jumlah Kementerian dan Efisiensi Pemerintahan Prabowo Nasional 8 Februari 2025
-
/data/photo/2025/02/07/67a5fd71a3a9a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menyoal Konsistensi Kebijakan Pemerintah Nasional 8 Februari 2025
Menyoal Konsistensi Kebijakan Pemerintah
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
“
There’s a tremendous gap between public opinion and public policy
” (Noam Chomsky)
SEMAKIN
jelas terasa di dalam praktik pemerintahan hari ini bahwa apa yang dikatakan oleh Noam Chomsky adalah benar adanya.
Di satu sisi, masyarakat menginginkan kondisi kehidupan yang lebih baik. Namun di sisi lain, kesannya pemerintah justru bertindak sebaliknya, yakni memperumit kehidupan masyarakat.
Bahkan belum lama ini, masyarakat sudah mengekspresikan ekspektasinya melalui hasil survei
approval rating
salah satu lembaga survei kenamaan di Indonesia, di mana pemerintahan yang baru diberi apresiasi tinggi, yakni sekitar 80,9 persen angka
approval rating.
Tentu Presiden Prabowo Subianto boleh saja mengatakan bahwa pemerintahannya tidak memerlukan penilaian dari siapapun, kecuali rakyat, sebagaimana disampaikan beliau saat menanggapi hasil survei dari Litbang
Kompas.
Masalahnya,
approval rating
adalah salah satu bentuk penilaian rakyat kepada pemerintahan baru, yang lahir dari proses survei dengan metode-metode statistik-scientific.
Jadi mau tak mau, pemerintah harus belajar menjadikan hal-hal semacam itu sebagai “input positif” ke depannya, bukan justru mencoba untuk mencari pembenaran lain untuk mengelak.
Nah, sebagaimana telah disaksikan, bersamaan dengan itu, justru kasus laut yang dikavling-kavling tak henti-hentinya menerpa ruang publik kita.
Tidak lama berselang, masalah kelangkaan elpiji 3 kilogram mulai mengagetkan kita semua.
Pengecer tak diperbolehkan lagi menjual elpiji melon, yang akhirnya justru menyuluk “rush” di tengah-tengah masyarakat.
Antrean untuk mendapatkan elpiji malah mengular di mana-mana. Ibu rumah tangga, kepala rumah tangga, pelaku UMKM, pelaku usaha mikro, dan lainnya, justru mendadak diterpa kesulitan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, beredar video rapat presiden dengan para pembantunya bahwa negara akan mengambil alih penggilingan-penggilingan padi di satu sisi.
Lalu presiden meminta para jajarannya di dalam kabinet untuk
menyerap dan membeli gabah kering petani dengan harga Rp 6.500 ke atas.
Tak pelak, para petani mulai bersuara di berbagai lini media sosial, karena harga yang disebutkan oleh Prabowo justru jauh di bawah harga pasar yang sedang berlaku. Otomatis, jika harga tersebut diberlakukan, maka petani mendadak rugi berjamaah.
Di satu sisi, pemerintah terus menggambarkan dirinya secara heroik, yang secara sakti mandra guna akan melakukan intervensi tanpa tedeng aling-aling atas berbagai persoalan yang muncul.
Sayangnya di sisi lain, acapkali pemerintah mengambil kebijakan tanpa “bahan dasar sebuah kebijakan” yang lengkap, yang justru bertentangan dengan kepentingan dari stake holder utama kebijakan tersebut.
“
The best public policy is made when you are listening to people who are going to be impacted
,” kata Elizabeth Dole.
Jadi bagaimanapun, jika pemerintah ingin bertindak heroik atas apapun masalah yang ada di dalam masyarakat, suara dari para pihak yang paling terkait dengan rencana kebijakan harus menjadi pertimbangan utama, bukan malah sebaliknya, yakni suara yang merepresentasikan keinginan pemerintah.
Masalah putusnya rantai pasok elpiji melon dan harga pokok Penjualan (HPP) gabah, misalnya, adalah dua contoh yang sangat jelas tentang kebijakan yang membuat target dari kebijakan tersebut malah menjadi korban seketika setelah kebijakan mulai diberlakukan.
Sehingga muncul pertanyaan sederhana, apakah memang niatan di balik kebijakan tersebut memang untuk stake holder yang benar-benar sedang membutuhkan sentuhan dari pemerintah atau justru sedang terjadi “transaksi bisnis” di baliknya, yang hanya untuk mengenyangkan segelintir “interest group” yang berkecimpung di bidang tersebut?
Apakah sedang terjadi “pergantian pelaku besar” di dalam bisnis distribusi elpiji melon atau memang hal itu terjadi semata-mata karena kelalaian pemerintah dalam menimbang dan memitigasi risiko teknis dari rencana kebijakan, misalnya?
Atau, apakah kemunculan harga
HPP Gabah
murni karena presiden tidak dapat info terkini tentang harga yang sedang berlaku atau memang untuk mendorong pihak-pihak tertentu agar mendapatkan harga yang murah di pasaran? Dan seterusnya.
Ambisi untuk segera menyelesaikan masalah tentu tidak salah. Sangat bisa dipahami bagaimana perasaan seorang pemimpin baru mendapati banyak masalah di tengah-tengah masyarakatnya.
Apalagi pemimpin baru tersebut adalah seorang Prabowo Subianto, yang dikenal sangat empati kepada kepentingan publik.
Namun, terburu-buru tanpa memikirkan risikonya bagi rakyat, baik temporal ataupun jangka panjang, semestinya sudah masuk ke dalam perhitungan awal rencana kebijakan.
Namun jika yang terjadi malah sebaliknya, tentu akan menjadi pertanyaan publik, apakah ambisi dan empati seorang Prabowo telah salah diterjemahkan oleh para pembantunya?
Dalam konteks inilah mengapa pemerintah, terutama presiden, harus mulai belajar banyak tentang kebijakan publik, bukan sekedar fokus kepada apa yang ingin dilakukan dan memaksakan dengan segala cara untuk melakukannya.
Dampak kebijakan adalah input yang sangat penting bagi kebijakan publik.
“
I learned that you have to evaluate the effects of public policy as opposed to intentions
,” kata Walter E. Williams.
Sensitifitas pemerintah atas efek dan imbas dari kebijakan adalah bagian penting dari praktik kebijakan. Sebagus apapun niat di balik kebijakan, jika efeknya justru menyengsarakan rakyat, maka kebijakan tersebut sangat perlu untuk segera dievaluasi.
Dari sisi hukum pun nampaknya juga sama, banyak pembuktikan yang harus ditunjukkan oleh pemerintah di satu sisi dan banyak pembelajaran yang harus segera direnungkan di sisi lain.
Sebagaimana berkali-kali disinggung oleh Prabowo di dalam berbagai pidatonya tentang korupsi dan penegakan hukum, penegakan hukum harus konsisten dengan semangat negara hukum dan harus mulai menjauh dari upaya-upaya politisasi hukum dan politisasi aparat hukum yang kerap terjadi pada pemerintahan sebelumnya.
Publik sedang menunggu presiden membuktikan kata-katanya dengan membersihkan institusi-institusi hukum dari praktik-praktik hukum yang berbasiskan kepentingan politik, bukan berbasiskan kepada mekanisme hukum.
Bahkan akan lebih arif dan bijak jika Prabowo meminta para penegak hukum untuk meninjau kembali kasus-kasus yang nuansa politiknya kental tanpa bukti-bukti hukum yang jelas dan obejktif, sebagai bukti nyata kearifan dan kebijaksanaan seorang Prabowo dalam bernegara hukum di satu sisi dan dalam mementingkan rasa keadilan publik di sisi lain.
Misalnya, kasus impor gula yang menimpa Thomas Lembong, yang menurut para ahli hukum sangat kental sisi politiknya.
Prabowo tentu bisa meminta mitra kerjanya di Kejaksaan Agung untuk segera membuktikan secara jelas, terbuka, dan tegas atas keabsahan kasus tersebut.
Toh semua orang di Indonesia mengetahui bahwa Prabowo adalah sosok yang “ikhlas” dan “tanpa pernah menyimpan dendam”.
Dengan kata lain, urusan Thomas Lembong yang sebelumnya pernah berada di “kubu sebelah’ tentu bukanlah alasan yang arif dan bijak bagi Prabowo untuk terus membiarkannya berada di bawah ketidakpastian hukum, jika memang tidak terdapat bukti-bukti valid dan representatif.
Artinya, publik mengetahui bahwa bagi Prabowo urusan politik tidak sama dengan urusan hukum. Dan sisi ini menjadi salah satu pembeda Prabowo dengan pendahulunya.
Sehingga Prabowo tentu tidak akan membiarkan institusi-institusi hukum yang ada di dalam pemerintahannya bekerja hanya demi kepentingan segelintir pihak yang sedang menikmati keuntungan berupa “keselamatan dan kesenangan politik” dari kasus yang dipaksakan oleh institusi penegak hukum.
Jika tidak bisa dibuktikan, maka sebaiknya diselesaikan atau disudahi secara baik-baik menurut hukum yang berlaku.
Karena jika tidak bisa dibuktikan secara baik dan benar, otomatis institusi hukum justru akan mencederai anak-anak bangsa yang terseret ke dalam kasus ini.
Ada belasan pengusaha yang sedang menderita di balik jeruji akibat ketidakjelasan kasus ini secara hukum.
Lantas, jika institusi penegak hukum justru mencederai rasa adil dari warga negaranya, maka setelah 100 hari pertama, nampaknya sudah waktunya Prabowo mempertimbangkan nama-nama yang jauh lebih tepat dan kompeten untuk menduduki institusi-institusi penting ini sesegera mungkin, agar ambisi dan keinginan Prabowo untuk menempatkan orang-orang yang tidak mencederai rasa keadilan rakyat bisa segera terealisasi secara nyata dan faktual.
Pendeknya, publik sangat menunggu konsistensi pemerintahan baru dalam membuat kebijakan. Jika memang pemerintah serius untuk mengurangi beban masyarakat, maka sebaiknya dibuktikan demikian.
Bukan malah mengambil langkah sebaliknya dengan membuat kesulitan-kesulitan baru yang justru menambah beban dan persoalan masyarakat.
Jika pemerintah memang menginginkan untuk menekan seminimal mungkin penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, maka pertajam institusi penegakan hukum di satu sisi dan jauhkan proses penegakan hukum dari berbagai kepentingan politik oknum-oknum elite yang selama ini memang menggunakan institusi-institusi hukum untuk menggapai tujuan politiknya.
Setidaknya, ini akan kembali menenangkan publik dan membuat publik yakin bahwa semua isi pidato Prabowo di berbagai panggung adalah utang yang akan ia cicil secara konsisten kepada rakyat Indonesia, bukan kepada elite-elite lainnya. Semoga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/14/678639720faa8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Benarkah IKN Mangkrak karena Anggarannya Diblokir Pemerintah? Nasional 8 Februari 2025
Benarkah IKN Mangkrak karena Anggarannya Diblokir Pemerintah?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) memasuki tahap kedua pada tahun 2025 atau tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Berbeda dengan tahap pertama yang fokus pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), tahap kedua akan berfokus pada penyempurnaan fasilitas.
Tak terkecuali, fasilitas transportasi umum baik primer maupun sekunder, perluasan kawasan permukiman ASN dan TNI/Polri, serta perkantoran pemerintahan pusat, serta proses pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejalan dengan itu, Presiden Prabowo menargetkan IKN mampu menjadi Ibu Kota pada tahun 2028.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengejar pembangunan gedung legislatif dan yudikatif, setelah fokus pada pembangunan gedung-gedung eksekutif di tahap pertama.
Namun terbaru, Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang menginstruksikan penghematan anggaran hingga Rp 306,6 triliun, kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Efisiensi itu mengharuskan kementerian/lembaga mengerem belanja, kecuali untuk bantuan sosial (bansos) dan belanja pegawai.
Sejumlah pos pengeluaran yang sudah pasti dipotong, antara lain alat tulis kantor (ATK), perjalanan dinas, rapat-rapat, dan seminar-seminar tanpa hasil nyata.
Hal ini lantas menimbulkan pertanyaan, termasuk apakah anggaran untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim), yang pembangunannya dimulai di era Presiden RI Joko Widodo, turut terkena imbas.
Mangkraknya
pembangunan IKN
, nyatanya dibantah oleh Juru Bicara OIKN sekaligus Staf Khusus Kepala OIKN Bidang Komunikasi Publik, Troy Pantouw.
Troy justru menjelaskan bahwa tahap kedua pembangunan IKN akan difokuskan pada pembangunan ekosistem yudisial dan legislatif serta infrastruktur pendukung lainnya.
Pernyataan Troy ini sekaligus membantah isu yang menyebut bahwa pembangunan calon ibu kota baru tersebut berhenti dan pekerja dipulangkan.
“Tidak benar ada info bahwa para pekerja akan dimobilisasi ke daerah masing-masing,” kata Troy saat dihubungi Antara, Jumat (7/2/2025).
Pemblokiran anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) IKN dilakukan karena adanya efisiensi.
Pemblokiran ini disampaikan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (6/2/2025).
Diketahui, terdapat alokasi anggaran pembangunan IKN di Kementerian PU sekitar Rp 14,87 triliun.
Hal ini mengingat Kementerian PU masih bertanggung jawab untuk menyelesaikan proyek infrastruktur IKN yang sudah terkontrak di tahun-tahun sebelumnya.
“IKN kayaknya belum ada (progres) sih. Makanya saya bilang, anggaran itu kan diblokir semua. Progres gimana sih? Anggarannya enggak ada (kok ditanya) progres,” ucap Dody.
Kendati begitu, bukan berarti anggaran pembangunan IKN lantas diblokir seluruhnya.
Sebab, pemerintah sudah menganggarkan dana pembangunan IKN mencapai Rp 48,8 triliun untuk tahap kedua.
Terkait anggaran IKN di Kementerian PU, Wakil Menteri Diana Kusumastuti menyatakan bahwa pemblokiran tersebut merupakan hal yang wajar dalam pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, ini bukan akhir dari segalanya mengingat pihaknya akan melakukan rapat kerja dengan DPR RI untuk membuka blokir tersebut.
“Jadi ini belum akhir dari segalanya, kalau saya mudah-mudahan masih ada jalan untuk kami melakukan ini (mengupayakan). Mudah-mudahan masih ada jalan,” ungkap Diana.
Pembangunan IKN
akan tetap berjalan meski terjadi efisiensi anggaran kementerian/lembaga.
Kepastian ini disampaikan oleh Plt Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Otorita IKN, Danis Hidayat Sumadilaga.
Dia bilang, pembangunan IKN tetap berjalan, bahkan telah memasuki Tahap II periode 2025-2029.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, pun menyatakan hal serupa saat menemui Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, beberapa waktu lalu.
Program pembangunan IKN Tahap II (tahun 2025-2029) ini adalah domainnya Otorita IKN yang ditujukan untuk menyiapkan sarana dan prasarana dengan target menjadikan Nusantara sebagai Ibu Kota Politik Republik Indonesia pada 2028.
Dana senilai Rp 48,8 triliun yang dialokasikan adalah untuk pembangunan Kawasan Perkantoran Legislatif dan Yudikatif, beserta sarana dan prasarana pendukungnya.
“Kami bertugas menyelesaikan ekosistem yudisial dan ekosistem legislatif beserta sarana dan prasarana pendukungnya,” jelas Danis kepada Kompas.com, Jumat (7/5/2025).
Pernyataan Danis juga diperkuat oleh Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi.
Hasan mengatakan, jika anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara diblokir, bukan berarti anggarannya tidak ada.
“Kalau diblokir itu kan bukan berarti anggarannya enggak ada kan. Anggarannya belum dibuka,” ujar Hasan di Gedung Kwarnas, Jakarta, Jumat (7/2/2025).
Dia kemudian mengingatkan bahwa Presiden Prabowo Subianto berkomitmen akan meneruskan pembangunan IKN.
“Bahwa selama lima tahun ke depan, Presiden punya komitmen untuk meneruskan pembangunan IKN dengan biaya yang sudah disebutkan,” kata Hasan.
Adapun pada tahap awal, pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) seluruhnya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sementara itu, proyek-proyek pendukung seperti hotel hingga sekolah berasal dari investasi.
Sementara di tahap kedua, sumber anggarannya lebih bervariasi.
Selain dari APBN yang sudah dialokasikan senilai Rp 48,8 triliun, anggaran pembangunan bisa dari skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebesar Rp 60,93 triliun, serta investasi swasta yang diproyeksi senilai Rp 6,49 triliun hingga Februari 2025.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Dedek Prayudi, mengatakan, anggaran pembangunan IKN dari APBN sedikit demi sedikit bakal dikurangi.
Aturan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Anggaran dalam Rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara Serta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa pendanaan untuk pembangunan IKN bisa bersumber dari APBN dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara sumber lain itu bisa berupa skema pendanaan yang berasal dari kontribusi swasta, pembiayaan
creative financing
, hingga pajak khusus IKN.
“Pembangunan IKN yang tadinya 100 persen itu APBN, lama-lama di sini proporsi APBN memang harus dikurangi. Dan di sini investor, baik itu asing maupun dalam negeri, sudah melihat bahwa negara itu serius membangun IKN, baru mereka kemudian masuk untuk menanamkan modalnya,” jelas Uki.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/07/67a62548e08a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mantan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh Meninggal Dunia Nasional 7 Februari 2025
Mantan Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh Meninggal Dunia
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),
Darwin Zahedy Saleh
, meninggal dunia.
Informasi mengenai meninggalnya Darwin diterbitkan secara resmi di laman
Kementerian ESDM
, Jumat (7/2/2025).
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Kabar duka datang dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2009-2011, Dr. H. Darwin Zahedy Saleh, M.Ec, yang telah berpulang ke Rahmatullah di Rumah Sakit Siloam Semanggi Jakarta pada usia 64 tahun, pada hari Jumat, 7 Februari 2025, pukul 18:39 WIB,” tulis Kementerian ESDM melalui laman resminya, Jumat.
Adapun alamat rumah duka berada di Jalan Garuda VI Blok C3 No. 3, Bintaro Jaya Sektor 1, Jakarta Selatan.
Kementerian ESDM pun menyampaikan duka atas meninggalnya Darwin.
“Kepergian Dr. Darwin Zahedy Saleh meninggalkan kesan mendalam bagi banyak pihak. Beliau dikenal sebagai sosok yang berdedikasi tinggi dalam bidang energi dan pendidikan. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi-Nya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” sebutnya.
Darwin Zahedy Saleh lahir di Sapat, Indragiri Hilir, Riau, pada 29 Oktober 1960.
Ia adalah putra dari pasangan HM Saleh dan Raja Pujian S.
Pada usia 10 tahun, Darwin pindah ke Jakarta dan menetap di kawasan Kemayoran.
Lalu, ia menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) jurusan Ilmu Ekonomi.
Gelar S2 dalam bidang Administrasi Bisnis ia dari Middle Tennessee State University (MTSU), Tennessee, Amerika Serikat.
Kemudian, Darwin meraih gelar doktor (S3) di bidang Manajemen dari Universitas Indonesia.
Sementara itu, karier profesional Darwin dimulai sebagai dosen di FEUI sejak tahun 1986.
Selain mengajar, ia juga berkiprah di berbagai bidang seperti keuangan, perbankan, dan konsultan manajemen.
Pada tahun 2009, Darwin dipercaya menjabat sebagai
Menteri ESDM
dalam Kabinet Indonesia Bersatu II di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah menyelesaikan masa jabatannya pada tahun 2011, Darwin kembali aktif di dunia akademis dan berbagai kegiatan lain.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/07/67a621f21e369.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Tahan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Tersangka Kasus Jiwasraya Nasional 7 Februari 2025
Kejagung Tahan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Tersangka Kasus Jiwasraya
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung menahan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya dalam kurun waktu 2008—2018.
“Terhadap tersangka pada malam hari ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, dan dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (7/2/2025), dikutip dari
Antara
.
Qohar menyatakan, Isa ditetapkan sebagai tersangka karena Kejagung menemukan bukti cukup atas keterlibatan Isa dalam
kasus korupsi Jiwasraya
.
Saat tindak pidana terjadi, Isa masih menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan)
“Pada malam hari ini tim penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR (Isa), yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) periode 2006—2012,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan bahwa penetapan tersangka berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka penghitungan kerugian negara atas penggunaan keuangan dan dana investasi pada PT Jiwasraya periode 2008—2018.
Kasus ini menimbulkan kerugian negara sekitar Rp16,8 triliun
Oleh sebab itu,, Isa dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain Isa, Kejagung telah menetapkan 13 tersangka yang berasal dari korporasi dan enam orang terdakwa.
Beberapa di antaranya adalah mantan Direktur Utama Asuransi Jiwasraya (AJS) Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan AJS Hary Prasetyo, dan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan AJS Syahmirwan.
Berikutnya Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/07/67a606556693d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sidang Praperadilan Hasto, Ahli Sebut Penetapan Tersangka Tak Boleh Berdasar Sprindik Orang Lain Nasional 7 Februari 2025
Sidang Praperadilan Hasto, Ahli Sebut Penetapan Tersangka Tak Boleh Berdasar Sprindik Orang Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pakar pidana Jamin Ginting menyebut, seseorang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka berdasar pada alat bukti yang diperoleh dari Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) tersangka lain.
Keterangan ini disampaikan Ginting ketika dihadirkan kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
Hasto
Kristiyanto sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (7/2/2025).
Dalam persidangan, kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy meminta Ginting menjelaskan apakah status alat bukti seorang tersangka digunakan untuk mentersangkakan orang lain sah.
“Secara mutandis muntatis apakah status alat bukti tersebut sah atau tidak? Mohon dijelaskan saudara ahli,” tanya Ronny di ruang sidang, Jumat.
“Tidak boleh,” jawab Ginting.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan tersebut, penetapan tersangka seseorang harus terkait alat bukti pada Sprindik orang tersebut, bukan milik orang lain.
Untuk menetapkan orang tersebut sebagai tersangka, dia mengatakan, harus diterbitkan Sprindik baru. Kecuali, pada Sprindik pertama yang menjadi dasar orang lain sebagai tersangka, sudah disebutkan namanya sebagai terlapor.
“Tapi, kalau dia tidak ada disebutkan namanya, ujug-ujug, tiba-tiba muncul, dia harus mengeluarkan sprindik baru,” ujar Ginting.
Konsekuensi penerbitan Sprindik baru, kata Ginting, semua produk hukum terkait baik alat bukti yang disita, hasil pemeriksaan saksi, alat bukti dan lainnya, harus melalui penyitaan ulang, pemanggilan ulang, dan pemeriksaan ulang.
“Walaupun itu terhadap bukti yang sudah pernah digunakan sebelumnya ya. Itu harus disita lagi,” kata Ginting.
Sebagai informasi, dalam pemeriksaan ahli para pihak tidak boleh menyinggung substansi perkara secara langsung.
Para pihak terkait hanya bisa mengajukan pertanyaan dengan mengajukan permisalan dan meminta pendapat.
Dalam perkara ini, kuasa hukum Hasto menyebut kliennya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti pada perkara Harun Masiku.
Padahal, seluruh pelaku terkait kasus Harun Masiku sudah dihukum dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, penetapan tersangka Hasto disebut tidak melalui penyelidikan tersendiri, melainkan berdasar pada Sprindik Harun Masiku.
Dalam perkara ini, Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari daerah pemilihan I Sumatera Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/07/67a5f24e55639.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menpan RB: Konsep Kebijakan Gaji ke-13 dan THR ASN Sedang Disusun Nasional 7 Februari 2025
Menpan RB: Konsep Kebijakan Gaji ke-13 dan THR ASN Sedang Disusun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB)
Rini Widyantini
menyatakan, pemerintah masih membahas kebijakan gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) untuk aparatur sipil negara (ASN).
Rini menyebutkan, konsep itu sedang dibahas bersama oleh Kemenpan RB, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Sekretariat Negara.
“Saat ini konsep kebijakan gaji ke-13 dan THR untuk ASN sedang disusun dan dibahas instrumen peraturan perundang-undangannya,” ujar Rini kepada wartawan, Jumat (7/2/2025).
Kendati demikian, Rini memastikan bahwa pemerintah bakal mencairkan gaji ke-13 dan THR bagi ASN meski sedang ramai efisiensi anggaran.
Ia mengingatkan, gaji ke-13 dan THR bagi ASN termaktub dalam Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Kebijakan gaji ke-13 dan THR untuk ASN ini pastinya, sebagaimana kita ketahui, sudah termasuk tata keuangan APBN tahun 2025,” ucapnya.
Rini juga menjelaskan, pemberian gaji ke-13 dan THR untuk ASN merupakan bentuk apresiasi pemerintah agar ASN memberikan pelayanan terbaik.
“Sebagai apresiasi kepada seluruh ASN yang telah, sedang, dan ke depan terus berkontribusi memberikan pelayanan publik terbaik bagi masyarakat,” kata dia.
Sebagai informasi, gaji ke-13 adalah tambahan gaji yang diterima ASN dan pensiunan sebagai bentuk penghargaan pemerintah atas pengabdian mereka.
Sementara itu, gaji ke-14 atau biasa disebut tunjangan hari raya (THR) merupakan tunjangan yang diberikan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Sejauh ini, pemerintah belum menerbitkan PP yang mengatur tentang pemberian THR PNS dan gaji ke-13 PNS.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa gaji ke-13 dan
THR ASN
tak akan dicairkan karena pemerintah sedang giat memangkas anggaran kementerian dan lembaga.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/01/30/679a79178e0cd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/02/07/67a5f069dedc0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/02/07/67a5d938e4816.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)