Anggaran KPK 2025 Dipangkas Rp 201 M, Pos Belanja Barang Paling Terdampak
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) mengumumkan bahwa anggaran mereka untuk tahun 2025 mengalami
efisiensi
sebesar Rp 201 miliar.
Pemangkasan terbesar terjadi pada
belanja barang
yang turun hingga 45 persen dari pagu awal.
Komisioner KPK Agus Joko Purnomo mengatakan, sebelum dilakukan rekonstruksi,
anggaran KPK
mencapai Rp 1,127 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp 790,71 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai, Rp 428,01 miliar untuk belanja barang, dan Rp 18,72 miliar untuk belanja modal.
“Dalam rangka efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah, yang juga kami dukung, anggaran KPK dapat diefisiensikan sebesar Rp 201 miliar,” kata Agus, dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (12/2/2025).
Setelah efisiensi, Agus menyebutkan bahwa anggaran KPK menjadi Rp 1,036 triliun. Belanja pegawai tetap di angka Rp 790,7 miliar.
Namun, belanja barang mengalami penurunan drastis sebesar 45 persen menjadi Rp 233,91 miliar.
Sementara itu, belanja modal juga berkurang 37 persen menjadi Rp 11,82 miliar.
“Penurunan terbesar terjadi di belanja barang, yaitu Rp 194,1 miliar, dan belanja modal turun Rp 6,9 miliar,” ujar Agus.
Selain itu, dalam upaya efisiensi ini, KPK juga mengurangi anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen, yaitu sebesar Rp 61,5 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2019/09/13/5d7b525ff261c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Anggaran KPK 2025 Dipangkas Rp 201 M, Pos Belanja Barang Paling Terdampak
-
/data/photo/2025/01/07/677ca5bb4bd9e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menkum Hati-hati Serahkan Nama Penerima Amnesti ke Prabowo, Khawatir Kecolongan
Menkum Hati-hati Serahkan Nama Penerima Amnesti ke Prabowo, Khawatir Kecolongan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan pihaknya bakal berhati-hati untuk menyerahkan nama-nama narapidana penerima amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Menteri Imipas sudah menyerahkan ke kami. Tetapi sekali lagi, tentu saya harus berhati-hati sebelum menyerahkan kepada Presiden,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
Ia tidak ingin 44.000 nama penerima amnesti malah tidak sesuai dengan kriteria yang telah disiapkan.
Salah satu kriterianya, penerima amnesti tidak termasuk narapidana korupsi maupun bandar narkoba.
Sementara kriteria yang berpotensi diberikan amnesti adalah narapidana politik khusus Papua tetapi bukan gerakan bersenjata, napi terlibat narkotika tetapi statusnya pemakai yang harus direhabilitasi, napi UU ITE terutama penghinaan kepada Kepala Negara, dan yang sakit berkelanjutan.
“Jangan sampai ada 44.000 orang itu ternyata tidak sesuai dengan kriteria yang telah kami sampaikan kepada Presiden. Kan nggak boleh, jangan sampai nanti ada yang tersangkut pidana korupsi, atau pidana narkotika tapi dia statusnya bandar. Nah, kami asesmen sekarang,” ucap dia.
Lebih lanjut, Supratman menegaskan, asesmen terhadap napi masih berlangsung.
Pengkajian telah diintensifkan agar amnesti diberikan secara tepat sasaran.
Supratman menegaskan, pihaknya tidak ingin kecolongan setelah nama itu disampaikan kepada Presiden.
“Kan sama dengan menjerumuskan Presiden. Nah, itu yang nggak boleh. Sehingga kami hati-hati bahwa prosesnya itu dalam waktu dekat kami akan segera rampungkan,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Ia tidak memungkiri, nama-nama itu bisa bertambah maupun berkurang.
Amnesti pun bisa menjadi kado Lebaran bagi mereka yang menerima.
“Bisa berkurang, bisa bertambah. Ya kan? Bisa bertambah. Pokoknya secepatnya. Direktur Pidana dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imipas selalu melakukan komunikasi. Sampai hari ini. Itu belum berhenti. Semoga ya (jadi kado Lebaran),” kata Supratman.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah bakal memberi pengampunan kepada narapidana atau warga binaan atas dasar kemanusiaan.
Hal ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo saat menerima Menteri Hukum (Menkum) usai rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dan Menteri HAM Natalius Pigai, 13 Desember 2024.
“Presiden akan memberikan amnesti terhadap beberapa narapidana yang saat ini sementara kami lakukan asesmen bersama dengan Kementerian Imipas (Imigrasi dan Pemasyarakatan),” kata Supratman ketika itu.
Ia menuturkan, amnesti diberikan atas pertimbangan kemanusiaan, di samping untuk mengurangi overload atau kelebihan kapasitas lapas.
Setidaknya, kelebihan muatan lapas bisa dikurangi sekitar 30 persen dengan pemberian amnesti tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), ada sekitar 44.000 warga binaan maupun narapidana yang memungkinkan diberikan amnesti.
Namun, jumlah pasti yang diberikan amnesti belum disepakati karena memerlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Secara prinsip, kata Supratman, Prabowo setuju untuk memberikan amnesti alias pengampunan.
“Yang memungkinkan untuk diusulkan amnesti kurang lebih sekitar 44.000 sekian orang. Saya belum tahu persis jumlahnya berapa,” ucap Supratman.
“Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR. Apakah DPR nanti dinamikanya seperti apa? Kita tunggu setelah resmi kami mengajukannya kepada Parlemen untuk mendapatkan pertimbangan,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/12/67abd67f1414b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tito Lantik Dua Jenderal Polisi Jadi Sekjen dan Irjen Kemendagri
Tito Lantik Dua Jenderal Polisi Jadi Sekjen dan Irjen Kemendagri
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
Tito Karnavian
melantik dua perwira tinggi polisi menjadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (
Kemendagri
) dan Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendagri.
Dua perwira tinggi polisi tersebut adalah Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi
Tomsi Tohir
sebagai Sekjen Kemendagri, dan Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Sang Made Mahendra Jaya sebagai Irjen Kemendagri.
Pelantikan kedua pejabat tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 32/TPA Tahun 2025.
Prosesi pelantikan berlangsung di Ruang Sidang Utama (RSU) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Sebelumnya, Tomsi yang menjabat Irjen Kemendagri dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Sekjen Kemendagri.
Sementara Sang Made sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Mendagri Bidang Hukum dan Kesatuan Bangsa dan kini menjadi Sekjen Kemendagri.
Tito mengatakan, pengalaman Tomsi selama setahun sebagai Plt Sekjen memberikan keyakinan untuk melantik sebagai pejabat definitif.
“Saya tahu Pak Tomsi sudah hampir setahun, kita tahulah. Makanya saya merasa PD (percaya diri) karena Pak Tomsi sudah setahun sebagai Plt. dan saya kira berjalan cukup lancar,” ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (11/2/2025).
Tito mengatakan, jabatan sekjen dan sejenisnya memiliki peran sentral bagi sebuah organisasi.
Bahkan, pejabat tersebut dinilai sebagai orang kepercayaan pimpinan kementerian/lembaga.
Peran ini semakin krusial, mengingat Kemendagri memiliki tugas sebagai pembina dan pengawas jalannya pemerintahan daerah.
Sekjen, kata Tito, juga merupakan koordinator bagi sekretaris daerah (sekda) di seluruh pemerintah daerah (Pemda).
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kemendagri akan menjadi pedoman bagi Pemda dalam bekerja sehingga kinerja Kemendagri sangat dipengaruhi oleh kualitas sekjen.
“(Juga) berpengaruh kepada kondisi pembangunan masyarakat seluruh Indonesia,” jelasnya.
Begitu juga dengan Inspektur Jenderal yang kini dipegang oleh perwira tinggi polisi Sang Made.
Tito berpesan agar melanjutkan berbagai upaya memperkuat komunikasi dengan inspektur seluruh daerah yang telah dibangun oleh Tomsi.
“Pak Tomsi sudah pernah kumpulkan semua inspektur provinsi dan kabupaten/kota,” tandasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/11/67ab05c7f376d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Efisiensi Anggaran, Mengapa Tak Dimulai dengan Memangkas Kabinet?
Efisiensi Anggaran, Mengapa Tak Dimulai dengan Memangkas Kabinet?
Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang
PENGHEMATAN
anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menimbulkan pertanyaan kritis: mengapa efisiensi fiskal tidak dimulai dari struktur pemerintahan itu sendiri, khususnya melalui perampingan kabinet?
Dalam konteks tata kelola negara,
efisiensi anggaran
bukan hanya soal memotong belanja barang atau subsidi, tetapi juga soal bagaimana pemerintah mengelola sumber daya manusia dan birokrasi secara efektif.
Kabinet Merah Putih saat ini dikenal sebagai salah satu yang terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 menteri, belum termasuk wakil menteri, staf khusus, dan berbagai lembaga non-kementerian.
Terakhir, pemerintah menambah pejabat dengan mengangkat Deddy Corbuzier, pendukung Prabowo ketika Pilpres 2024, sebagai staf khusus (stafsus) menteri pertahanan.
Pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai stafsus Menhan di tengah efisiensi besar-besaran adalah sebuah ironi. Jika efisiensi benar-benar dijadikan pijakan, semestinya pemerintah lebih selektif dan transparan dalam setiap pengangkatan pejabat.
Struktur pemerintah yang gemuk tentu berdampak langsung pada besaran anggaran yang dibutuhkan, mulai dari gaji, tunjangan, fasilitas, hingga biaya operasional lainnya.
Perampingan kabinet tidak serta-merta berarti penurunan kinerja pemerintah. Sebaliknya, kabinet yang lebih ramping justru bisa meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan.
Dengan jumlah menteri yang lebih sedikit, koordinasi antarlembaga menjadi lebih mudah dan cepat.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman mengelola pemerintahan dengan jumlah menteri yang jauh lebih sedikit, tetapi tetap mampu menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan responsif.
Selain itu, perampingan kabinet juga membuka peluang untuk mengurangi tumpang tindih kewenangan antarkementerian.
Selama ini, tidak jarang terjadi gesekan atau kebingungan akibat batasan tugas yang tidak jelas, pada akhirnya menghambat implementasi kebijakan publik.
Dengan struktur lebih sederhana, pemerintah bisa lebih fokus pada prioritas pembangunan nasional tanpa terjebak dalam birokrasi berbelit.
Upaya
penghematan anggaran
sering kali berujung pada pemotongan subsidi atau program sosial yang berdampak langsung pada masyarakat.
Padahal, ada banyak pos pengeluaran yang bisa dioptimalkan tanpa membebani rakyat kecil. Salah satunya adalah anggaran untuk birokrasi pemerintahan yang gemuk.
Memangkas kabinet berarti mengurangi biaya operasional negara dalam skala signifikan. Anggaran yang biasanya digunakan untuk mendanai kementerian yang tumpang tindih bisa dialihkan untuk program-program lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Dengan cara ini, efisiensi anggaran tidak menjadi beban bagi masyarakat, melainkan menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas layanan publik.
Namun, perampingan kabinet bukan tanpa tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah aspek politik.
Jabatan menteri sering kali menjadi bagian dari “kompromi politik” dalam sistem pemerintahan koalisi seperti di Indonesia.
Penunjukan menteri tidak selalu didasarkan pada kebutuhan teknis, tetapi juga sebagai bentuk pembagian kekuasaan kepada partai politik pendukung.
Inilah mengapa keberanian politik sangat dibutuhkan. Jika Prabowo benar-benar ingin menerapkan efisiensi anggaran secara konsisten, ia harus mampu melampaui kepentingan politik jangka pendek demi kepentingan nasional.
Mengelola kabinet yang lebih ramping mungkin akan mengurangi “ruang tawar” bagi partai politik, tetapi justru menunjukkan komitmen kuat terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif.
Gagasan penghematan anggaran adalah langkah positif, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh akar permasalahan.
Mengapa tidak memulai dari perampingan kabinet? Selain menghemat anggaran, langkah ini juga dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan dan kualitas pelayanan publik.
Pada akhirnya, efisiensi bukan hanya soal angka dalam laporan keuangan negara, tetapi juga tentang bagaimana pemerintah mengelola sumber daya publik dengan bijak, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Jika Prabowo ingin meninggalkan warisan pemerintahan yang efektif, memangkas kabinet bisa menjadi awal dari perubahan besar yang dibutuhkan Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/11/67aafabccea0a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga
Yusril: Kita Negara Kepulauan Besar, tapi “Coast Guard” Kita Lemah Dibanding Tetangga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
Yusril Ihza Mahendra
mengakui bahwa penjaga
keamanan laut
Indonesia masih sangat lemah.
Hal itu disampaikan Yusril saat menjelaskan alasan pentingnya penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Keamanan Laut
.
“Kita sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia ya. Tapi,
coast guard
kita sangat lemah, dibandingkan dengan negara-negara tetangga, dan itu juga perhatian kita bersama,” ujar Yusril, di Gedung
DPR RI
, Selasa (11/2/2025).
Yusril mencontohkan banyaknya kasus di wilayah perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Dari situ, dia merasa bahwa penjaga keamanan laut Indonesia tak sekuat negara lain.
“Banyak sekali terjadi kasus di sekitar perairan Natuna, di mana di situ ada
coast guard
dari China, Vietnam, Malaysia, negara-negara lain. Tapi, dibandingkan dengan mereka,
coast guard
kita ternyata lemah,” ungkap Yusril.
Menurut Yusril, lemahnya keamanan tersebut tidak terlepas dari banyak lembaga yang bertugas menjaga keamanan laut, tetapi kewenangan yang saling tumpang tindih.
Atas dasar itu, Yusril menekankan perlunya melakukan pembenahan lembaga yang berwenang dalam keamanan laut lewat regulasi baru.
“Dan saya kira memang harus segera kita benahi dari segi kelembagaan dan dari segi pengaturannya. Jadi juga mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum di laut. Tapi bukan dalam arti yang pertahanan keamanan perang,” kata Yusril.
Salah satu poin yang ditekankan dalam
RUU Keamanan Laut
adalah pembentukan satu badan baru non-militer yang diberikan kewenangan penuh untuk mengkoordinir dan menegakkan hukum di laut.
“Ya karena itu dirasakan perlu memiliki efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Kita merapikan semua itu. Kemungkinan hanya ada satu badan yang diberikan kewenangan melakukan penegakan hukum di laut, tapi non-militer sifatnya,” pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menggulirkan wacana penyusunan RUU Keamanan Laut dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Wacana ini dimunculkan dalam rangka mencari solusi atas tumpang tindih aturan dalam pengamanan perairan Indonesia.
“Urgensi Pembentukan Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut. Urgensi tersebut dibutuhkan karena banyaknya regulasi, lebih dari 20 peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksananya,” ujar Yusril, dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (11/2/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/02/10/67a98978399b5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Tugasnya Godok RUU Sebelum Dibawa ke DPR
Yusril Usul Pembentukan Badan Legislasi Nasional, Tugasnya Godok RUU Sebelum Dibawa ke DPR
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
Yusril
Ihza Mahendra mengusulkan pembentukan
Badan Legislasi Nasional
.
Menurut Yusril, pembentukan badan ini sebenarnya sudah diamanatkan dalam perubahan
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam pelaksanaannya, badan tersebut akan bertugas menggodok dan mengoordinasikan penyusunan rancangan
undang-undang
(RUU) di tingkat pemerintah, sebelum dibawa ke DPR untuk pembahasan lebih lanjut.
“Ketika terjadi perubahan terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011, sebenarnya telah diamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk semacam Badan Legislasi Nasional, seperti halnya DPR yang punya Badan Legislasi,” ujar Yusril di Gedung DPR RI, Selasa (11/2/2025).
“Pemerintah semestinya juga memiliki satu badan yang menggodok program legislasi internalnya,” katanya lagi.
Menurut Yusril, beleid tersebut juga mengatur bahwa selama badan tersebut belum dibentuk, maka tugas-tugasnya dijalankan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Sementara pada hari ini kemenkumham sudah dipecah menjadi tiga kementerian, dan ada satu Kemenko yang mengkoordinasikan ini. Dan pembentukan Badan Legislasi Nasional sampai sekarang belum dilakukan,” ujar Yusril.
Meski begitu, Yusril mengaku, sudah menyampaikan usulan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto dan melakukan rapat dengan tiga menteri di bawah koordinasinya, demi merealisasikan pembentukan Badan Legislasi Nasional.
Saat ini, Yusril menyebut, ada beberapa opsi yang dipertimbangkan dalam pembentukan badan tersebut. Salah satunya adalah membentuk lembaga baru.Opsi lainnya adalah mentransformasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menjadi badan yang lebih tinggi.
“Jadi diusulkan ditransformasikan ke atas, atau apakah itu akan di bawah kementerian hukum, kemudian menteri hukum merangkap sebagai kepala BPHN, seperti Bappenas, BPN, atau akankah ditarik ke kemenko, diserahkan kepada presiden,” kata Yusril.
Namun, Yusril menekankan bahwa keberadaan badan khusus yang mengoordinasikan penyusunan peraturan perundang-undangan memang diperlukan. Dengan begitu, regulasi yang diajukan ke DPR sudah memiliki kesamaan persepsi di tingkat eksekutif.
“Sama seperti DPR, di mana Badan Legislasi meminta pandangan fraksi-fraksi sebelum suatu rancangan undang-undang menjadi usul inisiatif DPR,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/02/12/67ac2dbebb403.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/02/12/67ac24527f2d2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/02/12/67abf9e815f2f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/02/10/67a9aa0d4c0d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)