Elemen Koalisi Sipil Tanggapi Habiburokhman: Yang Pemalas adalah DPR
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Koalisi Masyarakat Sipil menanggapi Ketua Komisi III DPR yang menyebut mereka sebagai pemalas dalam mencermati pembahasan RUU KUHAP yang kini telah mejadi UU KUHAP.
“Enggak bisa juga dibilang bahwa Koalisi Sipil malas. Sebenarnya yang pemalas adalah DPR itu sendiri karena tidak mau membuat draf lebih baik lagi, lebih sempurna lagi, dan tergesa-gesa mengesahkan,” kata Ketua Umum
YLBHI
, Muhammad Isnur, kepada
Kompas.com
, Jumat (21/11/2025).
YLBHI atau Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia merupakan salah satu LSM elemen
Koalisi Masyarakat Sipil
untuk Pembaruan
KUHAP
.
KUHAP termutakhir telah disahkan oleh rapat paripurna DPR pada Selasa (18/11/2025) lalu.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP terdiri dari banyak LSM antara lain YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI.
Mereka mengkritisi
KUHAP terbaru
sejak KUHAP masih dalam tahap draf pembahasan dan setelah KUHAP itu menjadi undang-undang.
Koalisi juga merasa dicatut namanya saat rapat Panitia Kerja (Panja)
RUU KUHAP
berlangsung di
Komisi III DPR
pada 12 dan 13 November 2025.
Dia juga merasa undangan Komisi III DPR ke LSM-LSM penentang KUHAP terbaru sebagai undagan yang sia-sia karena KUHAP sudah telanjur disahkan DPR menjadi undang-undang.
“Pertanyaannya, mengundang untuk apa ya? Karena seharusnya mengundang itu sebelum disahkan ketika masih dalam tahap perbaikan,” kata
“Tidak lagi ada kesempatan untuk memperbaiki. Kita enggak perlu penjelasan mereka,” kata Isnur.
Ketua Komisi III DPR RI
Habiburokhman
menanggapi sejumlah kritik terhadap pasal-pasal kontroversial dalam KUHAP terbaru yang dinilainya berangkat dari informasi keliru.
Dia bahkan menyindir pihak yang menyoroti beberapa pasal kontroversial revisi KUHAP sebagai koalisi pemalas, karena tidak membaca dokumen maupun mengikuti pembahasan secara utuh.
“Nah, ini kan berarti koalisi pemalas, dia enggak lihat live streaming kita debat khusus soal ini. Ini koalisi pemalas saja kita kasih nama. Tidak benar,” ujar Habiburokhman, dalam konferensi pers di gedung DPR, Rabu (18/11/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Habiburokhman ketika memaparkan penjelasan tak akurat soal pasal-pasal kontroversial di RUU KUHAP yang perlu diluruskan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/04/08/67f4ef48c6121.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Elemen Koalisi Sipil Tanggapi Habiburokhman: Yang Pemalas adalah DPR
-
/data/photo/2025/11/10/6911d06393a9c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kementerian P2MI Nyatakan Butuh Polisi Aktif untuk Tindak Perdagangan Orang
Kementerian P2MI Nyatakan Butuh Polisi Aktif untuk Tindak Perdagangan Orang
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Dzulfikar Ahmad Tawalla, menilai keberadaan polisi di kementeriannya penting untuk menangani tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
”
Kementerian P2MI
membutuhkan penegakan hukum (Polri). Pelibatan Polri merupakan kebutuhan strategis mengingat kompleksitas persoalan migran ilegal dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Dzulfikar dalam siaran pers Kementerian P2MI di Jakarta, dilansir
ANTARA
, Jumat (21/11/2025).
Pihaknya dan Polri telah menyepakati pembentukan desk khusus untuk menangani pekerja migran ilegal dan TPPO guna mempercepat proses penanganan melalui koordinasi langsung.
“Dengan polisi aktif di struktur Kemen-P2MI, penegakan hukum TPPO dapat lebih cepat dan efisien serta memperkuat pencegahan pengiriman PMI ilegal,” katanya.
Dzulfikar menilai pengalaman polisi dalam investigasi, intelijen, dan kerja operasional hukum sangat relevan dengan permasalahan migran ilegal dan eksploitasi.
Sementara itu, Kemen-P2MI memiliki keterbatasan sumber daya manusia (SDM), anggaran, dan kewenangan penegakan hukum.
Menurut Dzulfikar, salah satu direktorat baru di Kemen-P2MI saat ini diisi oleh perwira tinggi Polri, yaitu direktur siber, yang telah menunjukkan hasil jelas dan konkret.
“Sejauh ini sudah berhasil melakukan patroli siber dan melakukan take down 1.200 postingan media sosial hasil koordinasi dengan berbagai pihak,” katanya.
MK telah mengetok putusan melarang polisi aktif menjabat di luar institusi Polri.
MK telah mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur berpandangan, frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil.
Rumusan tersebut adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain.
Sementara itu, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
Terlebih, adanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002.
Menurutnya, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian; dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/09/686e5f8621d30.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Jawab soal Perintah Hakim Hadirkan Bobby Nasution di Sidang
KPK Jawab soal Perintah Hakim Hadirkan Bobby Nasution di Sidang
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bicara perihal menghadirkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam persidangan kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan di Sumut.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
KPK
Asep Guntur Rahayu mengatakan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK sempat bertanya ulang kepada majelis hakim terkait mennghadirkan Bobby dalam sidang.
“Ditanya lagi sama JPU-nya, ‘Pak, yang ini mau minta dihadirkan enggak?’ Nah itu tidak dijawab,” ujar Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11/2025), dikutip dari Antaranews.
Kemudian, Asep menjelaskan bahwa selama penyidikan kasus tersebut, kelima tersangka tidak pernah memberikan informasi mengenai keterlibatan
Bobby Nasution
, termasuk Topan Obaja Putra Ginting (TOP) yang disebut teman dekat Gubernur Sumut.
“Begitu pun dari TOP. Penyidik periksa, minta keterangan, dan tidak ada informasi dari yang bersangkutan. Ya, orang atau beberapa pihak menyatakan bahwa ‘itu teman dekatnya, Pak’. Betul, mungkin itu teman dekatnya, tetapi kan yang kami jadikan landasan adalah informasi atau data yang dimiliki oleh saudara TOP maupun saksi lainnya yang melihat, mendengar atau mengalami,” ujarnya.
Selain itu, dia mengatakan tersangka lain, yakni Muhammad Akhirun Piliang (KIR), tidak pernah menyebut memberikan uang secara langsung kepada Bobby Nasution
“Sejauh ini pemeriksaan terhadap saudara KIR ya, ini sebagai pemberi, pemberi duluan yang diajukan ke pengadilan, itu tidak pernah ada informasi ya dari KIR ini bertemu. Artinya, menyerahkan uang kepada saudara BN (Bobby Nasution). Tidak ada,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pada 24 September 2025, Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Khamozaro Waruwu, sempat meminta JPU KPK untuk menghadirkan Bobby Nasution selaku Gubernur Sumut dan Effendy Pohan selaku Sekretaris Daerah Sumut dalam persidangan.
Terkait Bobby Nasution, Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) melaporkan Penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena belum memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut
Koordinator KAMI, Yusril mengungkapkan, AKBP Rossa Purbo Bekti merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) pada perkara tersebut.
“Kami hari ini melaporkan kepada KPK, khususnya Dewan Pengawas KPK terkait dengan dugaan upaya penghambatan proses hukum terhadap Bobby Nasution yang diduga dilakukan oleh AKBP Rosa Purbo Bekti,” ujar Yusril usai membuat laporan pada Senin, 17 November 2025
Yusril menjelaskan, laporan tersebut sekaligus mempertanyakan independensi KPK sebagai lembaga reformasi yang diberi amanat oleh undang-undang dan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi.
Oleh karena itu, menurut dia, KPK seharusnya sudah memanggil Bobby sesuai perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan.
“Saya pikir bahwa seharusnya pemanggilan terhadap saudara Bobby Nasution ini sudah dilakukan oleh KPK. Tapi sampai hari ini, yang dilakukan oleh teman-teman KPK sampai hari ini tidak memanggil daripada Bobby Nasution,” katanya.
“Jangan sampai ada intervensi-intervensi khusus yang kemudian mengamankan Bobby Nasution,” ujar Yusril lagi.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Juni 2025.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/21/6920196ae87e4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai
Kejagung Sudah Periksa 40 Saksi Kasus Korupsi Ekspor di Ditjen Bea Cukai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa lebih dari 40 saksi dalam kasus dugaan penyimpangan ekspor palm oil mill effluent (POME) di Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan.
“Saksi lebih dari 40 orang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejagung
, Anang Supriatna di kantor Kejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Anang menjelaskan, proses penyidikan perkara ini masih berjalan dan dilakukan pendalaman.
Adapun para saksi tersebut berasal dari berbagai latar belakang.
“Dari birokrasi ada, dari swasta ada juga,” kata dia.
Ketika ditanya apakah pejabat tinggi Ditjen
Bea Cukai
, termasuk direktur jenderalnya, turut dimintai keterangan, Anang mengaku belum mengetahui tidak menjawab.
“Saya enggak tahu pastinya,” ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejagung menggeledah lebih dari 5 titik terkait kasus di Ditjen Bea Cukai pada 22 Oktober 2025.
Lokasi-lokasi
penggeledahan
itu meliputi kantor Bea Cukai hingga rumah pejabat Bea Cukai.
“Yang jelas memang penggeledahan terkait dengan perkara di Bea Cukai ada penggeledahan lebih dari lima titik, dan barang-barang yang sudah diambil ada dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan dalam penyidikan,” ujar Anang di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
Dari penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah dokumen terkait ekspor
POME
pada 2022.
POME sendiri merupakan singkatan dari palm oil mill effluent atau limbah minyak kelapa sawit.
“Sementara dokumen-dokumen saja yang terkait dengan kegiatan untuk ekspor POME itu,” ucap Anang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/10/20/68f5f90452acd.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Sebut Kasus Korupsi yang Seret Eks Dirjen Tak Terkait Tax Amnesty
Kejagung Sebut Kasus Korupsi yang Seret Eks Dirjen Tak Terkait Tax Amnesty
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, kasus dugaan korupsi terkait pajak yang menyeret eks Direktur Jenderal Pajak Ken Diwjugiasteadi tidak berkaitan dengan program Tax Amnesty.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung
Anang Supriatna
mengatakan, kasus yang diusut tim penyidik Gedung Bundar itu menyangkut dugaan upaya memperkecil kewajiban pembayaran pajak oleh wajib pajak pada periode 2016-2020.
“Itu bukan terkait
Tax Amnesty
, ya. Ini hanya memang pengurangan. Saya tegaskan, bukan Tax Amnesty, ya,” kata Anang kantorKejagung, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Anang membenarkan bahwa tim penyidik telah mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri kepada sejumlah pihak.
Namun, ia mengaku tidak memegang daftar lengkap identitas orang-orang yang dimintakan cegah tersebut karena hal itu berada di ranah teknis penyidik.
“Tim penyidik Gedung Bundar sudah melakukan pencekalan ke beberapa pihak. Jumlahnya saya tidak tahu pasti, dan identitas juga saya tidak tahu pasti,” kata Anang.
Meski demikian, sebelumnya, pada Kamis (20/11/2025), Anang membenarkan informasi mengenai lima orang yang dicegah terkait dugaan
korupsi perpajakan
.
Lima orang yang telah dicegah ke luar negeri yakni mantan Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu
Ken Dwijugiasteadi
; pengusaha Victor Rachmat Hartono; pemeriksa pajak Ditjen Pajak Karl Layman; konsultan pajak Heru Budijanto Prabowo; serta Kepala KPP Madya Semarang Bernadette Ningdijah Prananingrum.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/11/691318cf010fb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Natalius Pigai Siap Fasilitasi Masyarakat yang Tak Puas dengan KUHAP Baru
Natalius Pigai Siap Fasilitasi Masyarakat yang Tak Puas dengan KUHAP Baru
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyatakan, Kementerian HAM siap menfasilitasi masyarakat yang tidak puas dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru disahkan DPR.
“Kita tetap berada dan berpijak kepada orang yang merasa aspek-aspek HAM-nya masih belum maksimal. Silakan menyampaikan pendapatnya, pikirannya, perasaannya, berdiskusi, dan berdialog dengan
Kementerian HAM
. Kementerian HAM akan memfasilitasi,” kata Pigai di Hotel Shangri-La, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Pigai mengatakan, Kementerian HAM akan terbuka untuk menyampaikan kepada pemerintah dan
DPR
mengenai aspek HAM yang belum ditampung dalam RKUHAP.
“Kementerian HAM terbuka pintu untuk menyampaikan kepada pihak-pihak yang berkewajiban untuk melakukan koreksi kalau di dalam KUHAP tersebut tidak mewadahi aspek-aspek yang beririsan dengan hak asasi manusia,” ujarnya.
Meski demikian, Natalius menilai proses penegakan hukum dalam KUHAP yang baru memiliki unsur HAM sebanyak 80 persen.
Dia mengatakan, selain menyampaikan kepada Kementerian HAM, masyarakat juga dapat melakukan uji materi atau
judicial review
ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila tetap tidak puas dengan
KUHAP baru
.
“Oleh karena itu, kalau akan memperumit ruang hidup dan kebebasan serta hak asasi anak cucu kita dan cicit kita, maka silakan ajukan judicial review. Kementerian HAM tidak tanggung-tanggung memberi dukungan kalau hanya soal HAM,” ucap dia.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi undang-undang.
Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, pada Selasa (18/11/2025).
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dalam laporannya menyampaikan bahwa KUHAP memerlukan pembaruan untuk memperkuat posisi warga negara dalam hukum.
KUHAP baru yang telah disahkan DPR disebutnya telah mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan; memperjelas syarat penahanan; perlindungan dari penyiksaan; penguatan dan perlindungan hak korban; kompensasi; restitusi; rehabilitasi; hingga keadilan restoratif.
“Di KUHAP yang lama, negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru, warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” ujar Habiburokhman membacakan laporan Komisi III dalam rapat paripurna.
KUHAP yang baru disahkan menjadi undang-undang dibutuhkan seiring bakal berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 2 Januari 2026.
“Komisi III bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan seluruh penegak hukum di negeri ini yang akan mendampingi penggunaan KUHP,” ujar Habiburokhman.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/20/691eb975deb0d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Momen KPK Pamerkan Rampasan Hasil Korupsi: Tembok Uang Rp 300 Miliar hingga Jeep Rubicon
Momen KPK Pamerkan Rampasan Hasil Korupsi: Tembok Uang Rp 300 Miliar hingga Jeep Rubicon
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Momen tak biasa ditampilkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang konferensi pada Kamis (20/11/2025).
Komisi antirasuah memajang
uang rampasan
dari kasus
investasi fiktifPT Taspen
sebesar Rp 300 miliar dari total Rp 883 miliar.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, tumpukan uang pecahan Rp 100.000 memenuhi panggung ruangan konferensi pers di Gedung Merah Putih
KPK
.
Bal-bal uang yang dibungkus plastik putih itu disusun menjulang tinggi seperti tembok bata, menutup hampir seluruh sisi depan ruang konferensi pers.
Setiap bal plastik berisi uang senilai Rp 1 miliar.
Di tengah barisan uang tersebut, KPK meletakkan sebuah papan kecil bertuliskan jumlah rampasan yang berhasil diamankan, yakni Rp 300 miliar dari total kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 883 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, uang tersebut berasal dari terdakwa sekaligus eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Dia mengatakan, uang itu diserahkan kepada PT Taspen yang diwakili Direktur Utama PT Taspen, Rony Hanityo Aprianto.
“Serah terima ini dilakukan dari perkara atas nama terdakwa Ekiawan Heri Primaryanto yang telah memperoleh keputusan yang berkekuatan hukum tetap atau sudah inkrah perkaranya,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung KPK Merah Putih, Kamis.
Asep menjelaskan, alasan lembaganya memamerkan uang tersebut sebagai bentuk transparansi penyerahan uang negara kepada masyarakat.
“Ini biar kelihatan, takutnya kan, ‘oh, benar enggak sih ini diserahkan? Jangan-jangan enggak diserahkan’, atau diserahkan sebagian, gitu kan seperti itu,” ujar Asep.
“Nah, ini biar juga memperlihatkan kepada rekan-rekan dan juga masyarakat khususnya bahwa uang tersebut telah diserahkan kepada PT Taspen,” tambah dia.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto.
Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan perkaranya telah dinyatakan inkrah.
Sedangkan, Antonius NS Kosasih masih dalam proses banding.
Ajang pamer uang dan barang rampasan hasil korupsi ini tak hanya terjadi kali ini saja.
Biasanya, lembaga antirasuah memang memamerkan barang dan uang rampasan kasus korupsi.
Kompas.com merangkum sejumlah momen KPK saat memamerkan uang dan barang rampasan.
Pada awal Maret 2025, KPK telah memamerkan sejumlah tumpukan uang senilai Rp 2,6 miliar.
Uang tersebut disita dalam rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Operasi senyap ini terkait dengan kasus dugaan suap di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten OKU, Sumatera Selatan.
Enam orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), Ketua Komisi III DPRD OKU M Fahrudin (MFR) selaku Anggota DPRD OKU Sumsel; dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
Lalu tersangka dari pihak swasta, yakni MFZ (M Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
Pada Juni 2025, KPK juga memamerkan sejumlah uang senilai Rp 231 juta dalam rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatra Utara Topan Obaja Putra Ginting.
Dari OTT ini, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Topan Ginting.
Mereka adalah Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumatra Utara), Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Sumatra Utara), Akhirudin Efendi Siregar (Dirut PT DNG), dan Rayhan Dulasmi Pilang (PT RN).
Pada 7 Agustus 2025, KPK memamerkan uang senilai Rp 200 juta di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih, Jakarta.
Uang tersebut dirampas dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
Dari OTT tersebut, KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur Abdul Azis; Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD; Ageng Dermanto selaku PKK proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur; Deddy Karnady selaku pihak swasta PT PCP; dan Arif Rahman selaku pihak swasta PT PCP.
Selanjutnya, KPK memamerkan tumpukan uang sebesar Rp 2,4 miliar dan satu unit mobil Rubicon dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Dirut Inhutani V Dicky Yuana Rady.
Usai OTT, KPK menetapkan Dirut Inhutani V Dicky Yuana Rady sebagai tersangka bersama dua orang lainnya, yaitu Aditya (Staf Perizinan SB Grup) dan Djunaidi (PT Paramitra Mulia Langgeng).
KPK juga pernah memamerkan sebanyak 22 kendaraan yang disita dalam rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel pada 21 Agustus 2025.
Usai OTT, KPK menetapkan 11 tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikat K3.
Mereka adalah Irvian Bobby Mahendro selaku Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 tahun 2022-2025;
Gerry Aditya Herwanto Putra selaku Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja tahun 2022-sekarang;
Subhan selaku Sub Koordinator Keselamatan Kerja Dit. Bina K3 tahun 2020-2025; Anitasari Kusumawati selaku Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja tahun 2020 sampai sekarang.
Lalu, Immanuel Ebenezer Gerungan selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI tahun 2024-2029; Fahrurozi selaku Dirjen Binwasnaker dan K3 pada Maret 2025 sampai sekarang; Hery Sutanto selaku Direktur Bina Kelembagaan tahun 2021 sampai Februari 2025; kemudian, Sekasari Kartika Putri selaku Subkoordinator; Supriadi selaku koordinator; Temurila selaku pihak PT KEM Indonesia; dan Miki Mahfud selaku pihak PT KEM Indonesia.
Pada 3 November 2025, KPK juga menyita uang senilai Rp 1,6 miliar dalam rangkaian OTT yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid.
Usai OTT, KPK menetapkan tiga tersangka terkait kasus pemerasan, yaitu Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.
Terakhir, KPK juga memamerkan uang sejumlah Rp 500 juta yang disita dari operasi senyap yang menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko pada 8 November 2025.
Dari OTT tersebut, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan dan proyek RSUD pada 9 November 2024.
Mereka adalah Sugiri Sancoko, Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo; Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo; dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/20/691f10e312e3b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BGN Sebut Akan Ada Perpres yang Larang Pabrik Besar Jadi Suplier MBG
BGN Sebut Akan Ada Perpres yang Larang Pabrik Besar Jadi Suplier MBG
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Badan Gizi Nasional (BGN) bakal melarang pabrik-pabrik besar terlibat dalam penyediaan bahan baku program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke depannya.
Wakil Kepala
Badan Gizi Nasional
(
BGN
)
Nanik S Deyang
menyebut, aturan itu nantinya bakal tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program
MBG
.
Nanik mengatakan, nantinya seluruh penyediaan menu MBG akan diserahkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sektor pertanian dan perikanan, serta Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di daerah setempat.
“Kita larang loh pabrikan nanti untuk menjadi, apa namanya, suplier. Jadi semua, misalnya biskuit lah atau apa itu, semua sekarang harus dibuat oleh UMKM, dibuat oleh PKK setempat,” ujar Nanik di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/11/2025), dikutip dari
Antaranews
.
“Insya Allah itu, itu masuk dalam Perpres nanti, dalam Perpres antara lain itu, bahwa tidak ada lagi bahan pabrikan yang digunakan untuk MBG,” katanya menjelaskan lagi.
Apalagi, dia menyebut, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan percepatan produksi dalam negeri, terutama untuk komoditas susu yang kini mulai sulit diperoleh petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (
SPPG
).
Pemerintah akan menyiapkan pembangunan peternakan sapi perah terintegrasi dengan target produksi 3 juta liter per hari untuk memenuhi kebutuhan MBG sekaligus konsumsi nasional.
Selain susu sapi, menurut Nanik, produksi susu kedelai juga akan ditingkatkan untuk kebutuhan bahan baku di dapur MBG.
Untuk sayur-mayur, dia mengatakan, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid akan membuka lahan-lahan baru. Sementara untuk kedelai yang selama ini bergantung impor, akan mulai dibudidayakan secara masif.
Nanik mengungkapkan, kebutuhan kedelai sangat besar karena dapur MBG mengolah 200-300 kilogram tahu atau tempe per hari, per dapur.
Tak hanya melarang pabrik besar menjadi suplier MBG, Nanik mengatakan, BGN akan buat aturan terkait kepemilikan SPPG sehingga tidak dikuasai oleh segelintir orang.
Pasalnya, belakangan ramai informasi bahwa 41 dapur umum dimiliki oleh anak Wakil Ketua DPRD Sulawesi Selatan.
“Yang, yang ke depan, yang ke depan nanti. Yang ke depan saya awasi, ya. Insha Allah (dibuat aturan),” kata Nanik.
Menurut dia, sejauh ini memang belum ada aturan yang spesifik mengatur hal tersebut. Kemudian, awalnya Presiden Prabowo ingin yayasan di bidang pendidikan dan sosial turut serta membangun dapur umum.
Namun, pembangunan akhirnya dipercepat untuk menuntaskan target 82,9 juta penerima MBG pada akhir tahun 2025.
“Tapi kan kemudian juga dikejar, ‘Oh kita kan targetnya harus’, anak-anak kan pada minta tuh. ‘Aduh, kita belum dapat nih MBG, MBG’. Akhirnya oke, bagaimana untuk mempercepat terbentuknya SPPG itu, ya kita mintalah siapa yang mampu untuk bisa membangun ya membangun dapur itu, begitu ya. Ya nanti kita sambil lihat, ya,” ujarnya.
Adapun saat ini, banyak pihak yang berminat membangun dapur umum. Bahkan, pendaftaran harus ditutup karena kuota sudah terpenuhi.
“Banyak banget, sampai kan ditutup. Mungkin sudah ratusan ribu kali ya yang ngantri. Enggak mestinya, enggak mestinya (enggak sama satu orang 20). Tapi waktu dulu kan enggak banyak,” kata Nanik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/02/688de0a9457b6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi
Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi
Direktur Eksekutif The Strategic Lab | Alumnus Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, Alumnus Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia
INGATAN
kita tentang Pemilu 2024 masih begitu membekas. Kini, ingatan publik kembali dijejali gelaran Pemilu 2029: mulai dari siapa saja calon presiden potensial, partai politik apa saja yang bakal bertanding, partai politik mana yang elektablitas naik, stagnan dan merosot.
Padahal, di antara dua pemilu, ada janji yang harus ditunaikan dan kesejahteraan rakyat yang harus diwujudkan.
Hasil survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 20-27 Oktober 2025, memotret munculnya nama-nama calon presiden potensial dan naik-turunnya elektabilitas partai politik.
Ada yang menarik dari hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut: elektabilitas
Gerindra
naik secara eksponensial mencapai angka 29,4 persen, jauh di atas partai papan atas lainnya seperti PDIP (9,4 persen) dan Golkar (8,9 persen).
Padahal, hasil Pemilu 2024 menempatkan Gerindra di urutan pemenang ketiga dengan perolehan suara nasional sebesar 13,22 persen, sementara PDIP (16,72 persen) berada pada pemenang pertama dan Golkar (15,29 persen) berada pada pemenang kedua.
Hasil survei tersebut menjadi langkah awal yang optimistis bagi Gerindra sekaligus alarm peringatan bagi partai politik lainnya.
Mengapa elektabilitas Gerindra melenting, sementara elektabilitas partai politik lainnya, terutama partai politik pendukung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, cenderung mengalami penurunan? Ini terkait dengan faktor kinerja kepemimpinan Prabowo dan sistem pemilu.
Bagaimana pun juga, elektabilitas Gerindra sangat terkait dengan kinerja kepemimpinan Presiden
Prabowo Subianto
.
Prabowo adalah pendiri partai yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra. Bisa dikatakan, apa yang dilakukan oleh kepemimpinan Prabowo memiliki dampak terhadap Gerindra, termasuk elektoral.
Inilah yang dinamakan
coatail effect
atau efek ekor jas. Partai-partai pendukung pemerintah akan mendapatkan manfaat elektoral dari kinerja positif presiden.
Tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja presiden berbanding lurus dengan tingkat dukungan terhadap partai-partai pendukungannya.
Dalam konteks ini, Gerindra sebagai partainya presiden mendapatkan manfaat elektoral terbesar ketimbang partai-partai pendukung lainnya seperti Golkar, PAN dan Demokrat.
Presedennya sudah ada. Partai Demokrat mengalami kenaikan signifikan suara, dari 7,45 persen pada 2004 menjadi 20,81 persen pada 2009.
Kenaikan elektabilitas Demokrat tersebut terjadi dalam 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Masyarakat menghadiahi keberhasilan kepemimpinan SBY dengan memilih Demokrat yang notabene merupakan partainya SBY.
Apa yang terjadi dengan Gerindra dalam masa kepemimpinan Presiden Prabowo –dengan potret ‘sementara’ hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut– menyerupai dengan pengalaman Demokrat dalam masa kepemimpinan SBY.
Bedanya, naiknya elektabilitas Gerindra masih pada tahap hasil survei, bukan hasil resmi pemilu.
Meskipun demikian, hal ini mencerminkan bahwa Gerindra mendapatkan ‘hadiah’
coatail effect
dari kinerja Presiden Prabowo yang tingkat kepuasannya mencapai 77,7 persen.
Dalam simulasi calon presiden, elektabilits Prabowo berada di atas calon-calon yang lain, yaitu mencapai 46,7 persen.
Tingginya tingkat kepuasaan Prabowo dan naiknya elektabilitas Gerindra ditopang oleh pelbagai program populis Prabowo seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih dan Sekolah Rakyat.
Program populis tersebut disertai dengan retorika populis yang memang khas Prabowo, seperti antek-antek asing, pakai uang koruptor untuk rakyat, tindak tegas tambang ilegal meskipun dibekengi para jenderal dan lain sebagainya.
Rasa-rasanya, program dan retorika populis adalah kombinasi yang tepat untuk menyentuh hati rakyat. Apalagi program populis seperti MBG dan Kopdes Merah Putih melibatkan orang dalam jumlah yang banyak dengan jejaring hingga ke pelosok negeri, yang sangat potensial dijadikan infrastruktur politik ke depannya.
Jika hanya Gerindra yang memperoleh
coatail effect
terbesar Prabowo, lalu bagaimana nasib elektoral partai-partai koalisinya? Di sinilah kompetisi politik sesungguhnya akan terjadi: kompetisi internal antarpartai politik dalam koalisi.
Tanpa mendahului nasib politik, Pemilu 2029 tentu menguntungkan petahana. Dalam sejarah pemilihan presiden langsung pascareformasi, presiden selalu menjabat dua periode atau 10 tahun kepemimpinan.
Karena itu, selain memperebutkan posisi cawapres-nya Prabowo, kompetisi politik sesungguhnya terjadi antarpartai politik, terutama di antara partai politik koalisi pemerintah.
Dengan kata lain, dukungan dalam Pilpres boleh sama, tapi urusan pemilihan legislatif (pileg) masing-masing partai politik saling berebut suara pemilih.
Masing-masing partai politik tentu tidak menghendaki penurunan perolehan suara, yang otomatis berdampak pada penurunan perolehan kursi di parlemen.
Kerja elektoral adalah kerja kesunyian masing-masing partai dan caleg. Dengan naiknya elektabilitas Gerindra dalam survei tersebut berarti alarm bagi partai-partai koalisi pemerintah.
Ada dua kemungkinan respons partai: semakin mengasosiasikan dengan Prabowo agar kebagian
coatail effect.
Atau sedikit mengambil jarak, tapi masih dalam radar pendukung pemerintah, demi fokus persiapan menghadapi pemilu.
Dua kemungkinan respons tersebut akan diuji dalam agenda politik terdekat, yaitu terkait Revisi UU Pemilu yang notabene merupakan aturan main kompetisi.
Elektabilitas Gerindra boleh tinggi –sebagaimana dipotret dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia di atas– dalam sistem proporsional tertutup (memilih partai saja).
Namun, dalam sistem proporsional terbuka hari ini (memilih caleg dan atau partai) apakah elektabilitas Gerindra bakal tetap tinggi?
Bagaimana pun juga, sistem pemilu menjadi salah satu penentu kemenangan suatu partai politik.
Karena itu, Revisi UU Pemilu yang rencana akan dibahas di DPR RI pada 2026 mendatang, menjadi arena kompetisi antarpartai politik, termasuk kompetisi internal koalisi pemerintah. Di sini lah kompetisi awal itu akan berlangsung, sebelum menghadapi pemilu mendatang.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/05/06/6819e25f648cb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)