Category: Kompas.com Nasional

  • Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama Nasional 21 April 2025

    Pemegang Saham Pelita Air Kukuhkan Kembali Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – PT
    Pertamina
    (Persero) dan PT Pertamina Pedeve Indonesia selaku pemegang saham PT
    Pelita Air
    Service (PAS) secara resmi mengukuhkan Dendy Kurniawan sebagai direktur utama Pelita Air untuk periode kedua.
    Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Pemegang Saham secara Sirkuler Pelita Air sesuai ketentuan Pasal 10 Ayat 5 Anggaran Dasar Perseroan tentang Pengangkatan Kembali Anggota Direksi.
    Para pemegang saham menilai Dendy Kurniawan telah menunjukkan kepemimpinan yang visioner dan efektif dalam mendorong transformasi Pelita Air. 
    Di bawah kepemimpinannya, Pelita Air berhasil tumbuh menjadi maskapai penerbangan berjadwal dengan standar layanan unggul. 
    Selain itu, perusahaan mencatatkan kinerja operasional dan keuangan yang positif. Keberhasilan ini menjadi pijakan penting bagi perusahaan untuk terus berkembang dan memperkuat posisinya di industri aviasi nasional.
    “Saya mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh para pemegang saham, serta apresiasi atas dukungan penuh dari seluruh Perwira Pelita Air,” ujar Dendy Kurniawan melalui siaran pers, Senin (21/4/2025).
    Sepanjang 2024, Pelita Air mencatat capaian operasional yang signifikan. Maskapai ini berhasil mengangkut hingga 2,7 juta penumpang. 
    Seiring itu, jumlah penerbangan melonjak 97 persen, mencapai 18.796 penerbangan, dengan total kapasitas angkut mencapai 3,3 juta kursi. 
    Pencapaian tersebut mencerminkan efektivitas strategi ekspansi dan peningkatan layanan yang dijalankan secara konsisten untuk memperkuat konektivitas nasional.
    Dendy Kurniawan juga dinilai berhasil membawa Pelita Air tumbuh sebagai maskapai yang mengedepankan keandalan dan profesionalisme. 
    Konsistensinya dalam menjaga tingkat ketepatan waktu atau
    on-time performance
    (OTP) menjadikan Pelita Air pilihan tepercaya masyarakat. Maskapai ini dinilai mampu memberikan kepastian dan kenyamanan dalam setiap penerbangan. 
    Reputasi tersebut semakin memperkuat posisi Pelita Air sebagai maskapai nasional yang responsif terhadap kebutuhan
    transportasi udara
    yang efisien dan berkualitas.
    Ia juga mendorong Pelita Air untuk menjadi maskapai yang adaptif terhadap era digital dan berorientasi pada
    keberlanjutan

    Inovasi layanan terus dikembangkan, termasuk penerapan sistem hiburan mandiri yang memungkinkan penumpang menikmati konten langsung dari perangkat pribadi melalui konektivitas Wi-Fi gratis selama penerbangan.
    Dari sisi operasional, Dendy Kurniawan juga memimpin transisi Pelita Air menuju konsep penerbangan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. 
    Hal itu diwujudkan melalui penerapan teknologi
    electronic flight bag
    (EFB) yang menggantikan dokumen kertas dengan perangkat tablet. Implementasi ini mendapat pengakuan dari NavBlue, anak usaha Airbus. 
    Inisiatif tersebut mencerminkan komitmen kuat Pelita Air dalam menerapkan teknologi digital terintegrasi, serta berkontribusi positif bagi kemajuan industri aviasi nasional.
    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyampaikan bahwa para pemegang saham tetap optimistis terhadap masa depan Pelita Air.
    “Pemegang saham terus optimistis bahwa Pelita Air akan tumbuh menjadi maskapai kebanggaan nasional yang adaptif, kompetitif, dan dicintai masyarakat,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (21/4/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nyatakan Dissenting Opinion, Hakim Agung Soesilo Sempat Minta Putusan Ronald Tannur Ditunda
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Nyatakan Dissenting Opinion, Hakim Agung Soesilo Sempat Minta Putusan Ronald Tannur Ditunda Nasional 21 April 2025

    Nyatakan Dissenting Opinion, Hakim Agung Soesilo Sempat Minta Putusan Ronald Tannur Ditunda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Hakim Agung Soesilo
    mengungkapkan kronologi dirinya memutuskan
    dissenting opinion
    (DO) atau pendapat berbeda dan menyatakan
    Gregorius Ronald Tannur
    tidak terbukti membunuh
    Dini Sera Afrianti
    dalam putusan kasasi.
    Keterangan ini Soesilo sampaikan ketika diperiksa sebagai saksi dalam sidang dugaan suap dan percobaan penyuapan yang menjerat eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar dan Lisa Rachmat.
    Dalam persidangan itu, mulanya pengacara Lisa meminta Soesilo menjelaskan alasannya menjatuhkan putusan dissenting opinion. Namun, Soesilo tidak mau menyanggupi permintaan tersebut.
    “Saya kira gini, soal pertimbangan hukum itu kan bisa langsung dibaca di putusan saya, Pak. Saya enggak usah jelaskan lagi-lagi dari pada nanti ada perbedaan, Bapak baca saja putusan saya, pertimbangan saya apa,” ujar Soesilo di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
    Meski demikian, dalam persidangan tersebut Soesilo menjelaskan kronologi bagaimana ia menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti membunuh Dini.
    Penjelasan itu disampaikan ketika ia menjawab pertanyaan kuasa hukum Zarof yang menanyakan apakah putusan kasasi di MA dijatuhkan sebelum atau sesudah perkara Ronald Tannur menjadi sorotan karena diwarnai suap.
    Soesilo kemudian menjelaskan, ia dan anggota majelis kasasi meminta berkas fisik sidang perkara Ronald Tannur sebelum dirinya bertemu Zarof Ricar di Makassar.
    “Karena ini menarik perhatian kami minta dan itu diperbolehkan,” ujar Soesilo.
    Pada 22 September, ia dan dua anggota majelis kasasi kemudian menggelar musyawarah.
    Kedua anggotanya sepakat Ronald Tannur terbukti melakukan tindak pidana sehingga Dini Sera meninggal.
    Sementara Soesilo berpendapat lain. Ia menawarkan waktu satu minggu untuk kembali mendalami perkara Ronald Tannur.
    “Waktu itu mereka minta, ‘hari ini saja Pak, diputus’. Ya sudah kalau hari ini diputus saya yang DO (dissenting opinion). Sudah gitu saja Pak, dengan nada datar kami sidang itu,” tutur Soesilo.
    Sebelumnya, Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat, perbantuan, dan percobaan menyuap Hakim Agung Soesilo yang menjadi ketua majelis kasasi Ronald Tannur.
    Jaksa menyebut, Zarof berupaya memenuhi permintaan kuasa hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat untuk mengkondisikan putusan kasasi sehingga kliennya tetap bebas sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Surabaya.
    Jaksa menyebut, Lisa menyiapkan uang Rp 6 miliar dengan rincian, Rp 5 miliar untuk majelis kasasi dan Rp 1 miliar untuk Zarof.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri ATR Minta Anggota DPR Bujuk Pemda Bebaskan BPHTB Urus Sertifikasi Tanah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Menteri ATR Minta Anggota DPR Bujuk Pemda Bebaskan BPHTB Urus Sertifikasi Tanah Nasional 21 April 2025

    Menteri ATR Minta Anggota DPR Bujuk Pemda Bebaskan BPHTB Urus Sertifikasi Tanah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)
    Nusron Wahid
    meminta anggota Komisi II DPR RI turut membujuk pemerintah daerah (pemda) di daerah pemilihan (dapil) masing-masing agar membebaskan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (
    BPHTB
    ) bagi masyarakat
    miskin ekstrem
    yang mengurus
    sertifikasi tanah
    melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
    Hal ini dikatakan Nusron saat rapat kerja (raker) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
    “Kami minta tolong kepada Bapak Ibu sekalian di Dapil masing-masing. Kami sudah sampaikan waktu retreat penerima PTSL, terutama yang dari kalangan miskin ekstrem, itu kalau bisa dikasih kebebasan, pertama adalah kebebasan untuk BPHTB,” kata Nusron saat raker, Senin.
    Nusron juga meminta agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk meng-cover insentif tersebut.
    Menurut Nusron, selain membantu rakyat yang kesulitan, cara ini juga berfungsi untuk mempercepat proses sertifikasi tanah.
    Berdasarkan paparannya, capaian pendaftaran tanah sudah mencapai 121,64 juta bidang per April 2025.
    Jumlah ini sebesar 94,4 persen dari target 126 juta bidang tanah.
    Namun, yang tersertifikasi baru mencapai 94,1 juta bidang tanah atau sekitar 74,7 persen.
    “Ini untuk proses percepatan karena treknya jauh. Yang sudah terpetakan 94 persen, tapi yang baru tersertifikasi 74 persen. Jadi ada 20 persen sendiri sertifikat peta bidang tanah yang sudah terpetakan, nomor bidangnya ada, tapi belum mampu mensertifikatkan penerima PTSL itu, karena enggak mampu membayar BPHTB,” ucap Nusron.
    Politikus Partai Golkar ini tak memungkiri, permasalahan ini menjadi hambatan sertifikasi tanah, utamanya di luar Pulau Jawa.
    Ia sendiri mengaku sudah mensosialisasikan hal ini berulang kali saat berkeliling daerah.
    “Kemarin pertemuan dengan Gubernur di Sulteng kami sampaikan. Minggu depan saya ke Riau, akan kami sampaikan juga langkah-langkah yang sama,” kata Nusron.
    “Alangkah baiknya kalau misal Bapak Ketua nanti kita ke Kalsel bersama dengan Bupati Gubernur, ke Sultra bersama-sama untuk menekankan masalah ini akan jauh lebih baik,” uimbuh dia.
    Di sisi lain, ia juga mengapresiasi langkah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang sudah menggratiskan BPHTB.
    Ia berharap hal ini bisa menyebar ke wilayah di Pulau Jawa lainnya.
    “Kalau Jawa Timur dibebaskan, Jawa Tengah belum. Waktu pertemuan minggu lalu dengan gubernur dan Bapak Bupati Jawa Tengah kami sudah tekankan, pertemuan dengan gubernur Jawa Barat kami sudah tekankan,” kata Nusron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Kembali Periksa Eks Tim Hukum Rasamala Aritonang Terkait Kasus TPPU SYL 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    KPK Kembali Periksa Eks Tim Hukum Rasamala Aritonang Terkait Kasus TPPU SYL Nasional 21 April 2025

    KPK Kembali Periksa Eks Tim Hukum Rasamala Aritonang Terkait Kasus TPPU SYL
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) kembali memeriksa mantan Tim Biro Hukumnya,
    Rasamala Aritonang
    , di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (21/4/2025).
    Rasamala Aritonang diperiksa sebagai saksi dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian untuk tersangka eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (
    SYL
    ).
    “Saksi. (Kasus) SYL,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi, Senin.
    Pantauan di lokasi, Rasamala tiba di Gedung Merah Putih, Jakarta, pukul 10.13 WIB.
    Ia terlihat mengenakan jaket biru dongker dan kacamata.
    Dia sempat duduk di lobi gedung, menunggu dipanggil untuk masuk ke ruangan penyidik.
    Pada pukul 10.30 WIB, Rasamala terlihat berjalan meninggalkan lobi menuju ruangan penyidik.
    Sebelumnya, KPK telah memeriksa Rasamala Aritonang sebagai saksi dalam kasus TPPU Kementerian Pertanian untuk tersangka SYL pada Rabu (19/3/2025).
    Pada hari yang sama, KPK juga menggeledah kantor firma hukum Visi Law Office di Pondok Indah, Jakarta.
    “Benar. Terkait Sprindiknya TPPU tersangka SYL,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu.
    Tessa mengatakan, eks tim biro hukum KPK Rasamala Aritonang yang bergabung dalam firma hukum Visi Law tersebut ikut dalam penggeledahan kantornya.
    “Infonya ikut,” ujarnya.
    Dilansir dari laman resmi Visi Law Office, firma hukum Visi Law didirikan oleh mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah bersama mantan Peneliti ICW Donal Fariz pada Oktober 2020.
    Rasamala Aritonang kemudian bergabung sebagai Partner pada Januari 2022 setelah mengakhiri tugasnya sebagai Kepala Regulasi dan Produk Hukum pada salah satu lembaga negara.
    Ketiganya bersepakat untuk mengganti nama kantor hukum Visi Integritas Law Office menjadi Visi Law Office dan menetapkan tiga nilai filosofis yang menjadi dasar berdirinya Visi Law Office, yaitu Integrity, Trust, dan Fairness.
    SYL diduga melakukan pencucian uang atas praktik pemerasan dan gratifikasi yang ia lakukan selama menjabat sebagai Menteri Pertanian.
    Pada Mei 2024 lalu, penyidik KPK gencar menyita sejumlah aset SYL dan anak buahnya, mulai dari rumah hingga sejumlah mobil.
    Salah satu yang disita adalah mobil Mercedes-Benz Sprinter beserta kunci remot yang ditemukan penyidik di Perumahan Bumi Permata Hijau, Makassar.
    Selain itu, penyidik juga menyita dua unit kendaraan di Perum The Orchid, Jalan Orchid Indah, Kelurahan Tanjung Merdeka, Kecamatan Tamalate, Makassar.
    Kendaraan dimaksud adalah satu unit mobil New Jimny warna ivory dengan satu buah kunci, serta satu unit motor Honda X-ADV 750 CC warna silver dominan beserta tiga buah kunci.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI Nasional 21 April 2025

    SP3 Bukan Kunci Mati, Komisi III Desak Buka Kembali Kasus Kekerasan Eks Pemain Sirkus OCI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Komisi III DPR
    RI mendesak agar kasus dugaan penganiayaan dan eksploitasi para eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) diusut kembali meskipun pihak kepolisian sudah menghentikan penyidikan.
    Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan, meski kasus dugaan pelanggaran oleh OCI pernah dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian, bukan berarti kasus tersebut tidak bisa dibuka kembali.
    “Bila ada bukti atau fakta baru yang terungkap, proses hukum masih bisa berlanjut,” kata Nasir saat dihubungi Kompas.com, Minggu (20/4/2025).
    “SP3 itu bukan kunci mati, itu gembok yang masih bisa dibuka lagi. Makanya kita dengar dulu nih, apa potensi pidana yang kira-kira ada dalam pengaduan itu,” imbuhnya.
    Sebagai informasi, Komisi III DPR RI rencananya hari ini, Senin (21/4/2025), akan memanggil para mantan pemain sirkus OCI untuk mendengar langsung kesaksian mereka terkait dugaan praktik eksploitasi yang dialami saat bekerja di lingkungan sirkus tersebut.
    Selain itu, Komisi III juga akan melangsungkan Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Dirreskrimum Polda Jabar, kuasa hukum mantan pemain sirkus, dan pengelola Sirkus
    Taman Safari
    .
    Rapat ini terkait dengan dugaan adanya penganiayaan terhadap mantan pemain OCI di Taman Safari.
    “Kalau memang situ ada potensi pidana, tentu kita dorong aparat penegak hukum untuk memproses pidana tersebut. Jadi, Komisi III akan melihat apakah ada potensi pidana dalam kasus itu,” kata dia.
    Dia menyatakan, pemanggilan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan para korban yang sebelumnya juga telah menyampaikan keluhan mereka ke Kementerian Hukum dan HAM.
    Menurutnya, pengakuan para mantan pemain sirkus tersebut menggambarkan perlakuan yang tidak manusiawi, bahkan membuka kemungkinan adanya unsur tindak pidana.
    “Ada mengundang korban (yang diduga mengalami kekerasan). Jadi memang kami menindaklanjuti pengaduan karena secara sepintas memang sangat tidak manusiawi,” ujar Nasir.
    Nasir menegaskan, Komisi III akan mengkaji lebih dalam apakah pada kasus ini terdapat unsur pidana yang bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
    Ia mencontohkan, kasus ini memiliki kemiripan dengan peristiwa kerangkeng manusia di Langkat, Sumatera Utara, yang beberapa waktu lalu menyeret pelaku ke meja hijau meskipun awalnya berdalih soal rehabilitasi narkoba.
    “Walaupun tidak sama, tapi barangkali ada perlakuan yang tidak manusiawi,” ujarnya.
    “Nah, makanya kalau memang ada potensi pidana di situ, kita akan dorong para penegak hukum untuk menindaklanjuti dan menyelidikinya,” katanya.
    Selain mendengarkan kesaksian korban, DPR juga membuka opsi untuk memanggil pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk aparat penegak hukum dan instansi terkait, jika nantinya dinilai perlu untuk pendalaman kasus.
    “Ya, kita dengar dulu dari korban, nanti bisa jadi kita tindaklanjuti dengan memanggil para pihak, apakah itu APH, penegak hukum, atau pihak-pihak lain yang kita nilai punya irisan di situ,” pungkas Nasir.
    Saat ditanya soal komunikasi dengan Taman Safari, yang disebut-sebut memiliki hubungan dengan manajemen OCI, Nasir menyatakan belum ada komunikasi sejauh ini.
    “Belum, belum ada komunikasi dengan Taman Safari,” ucapnya.
    Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah.
    Abdullah mengatakan, Komisi III akan memanggil korban untuk mendapatkan keterangan.
    Dia bilang, sejauh ini pihaknya sudah berkomunikasi dengan pihak Taman Safari Indonesia, tapi belum mendapatkan jawaban.
    “Kita lagi coba memanggil dari tim Taman Safari untuk klarifikasi, tapi belum ada jawaban,” kata Abdullah.
    “Ya, kalau tidak kita coba panggil korbannya dulu. Habis itu baru kita bantu (panggil) yang terkait. Kita akan panggil bareng-bareng semua dari Taman Safari,” jelasnya.
    Adapun pertemuan untuk mendapatkan keterangan dari korban akan dilakukan tertutup.
    “Tapi kita mau rapat internal dulu jam 1. Memang benar, kita mau panggil pihak korban. Iya (tertutup),” tegas dia.
    Sementara itu, mantan pemain sirkus yang diduga merupakan korban kekejaman OCI, Vivi, mengatakan bahwa dirinya bersama rekan mantan pemain sirkus lainnya akan datang untuk memenuhi panggilan Komisi III DPR RI pada Senin.
    “Iya, kami semua akan datang untuk memberikan keterangan di hadapan Komisi III, Senin pada pukul 14.00 WIB,” kata Vivi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Negara dan Perempuan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Negara dan Perempuan Nasional 21 April 2025

    Negara dan Perempuan
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    SETIAP
    21 April, kita merayakan nama
    Kartini
    . Sekolah-sekolah penuh kebaya. Kantor-kantor menggelar lomba menghias tumpeng. Pidato-pidato menyebut
    perempuan
    sebagai tiang bangsa, penyangga keluarga, pejuang ganda yang tabah.
    Namun Kartini, jika bisa hadir sejenak hari ini, mungkin tak akan tersenyum. Ia akan bertanya: “Sudahkah negara benar-benar berpihak kepada perempuan?”
    Karena peringatan bukan soal bunga dan busana. Ia soal warisan pemikiran. Kartini bukan selebrasi, tapi protes yang ditulis dalam surat. Bukan simbol, tapi suara dari yang dibungkam.
    Dan jika kita ingin sungguh-sungguh menghormatinya, maka kita harus melihat hubungan perempuan dan negara dengan mata yang jujur.
    Setiap kali negara berbicara tentang perempuan, yang terdengar bukan suara, tapi gema. Gema dari ruang-ruang sidang yang disterilkan dari pengalaman perempuan.
    Gema dari podium seremonial yang gemar memuji perempuan sebagai “pilar bangsa”, tetapi tak pernah menanyakan bagaimana rasanya menjadi pilar yang terus retak karena beban struktural.
    Dalam pidato-pidato resmi, perempuan dipanggil dengan kata hormat: ibu, bunda,
    kartini
    , srikandi. Namun dalam kebijakan dan hukum, suara mereka tereduksi menjadi angka, program, dan indikator.
    Negara mencintai perempuan dalam bentuk simbolik, tetapi gagal mencintai mereka sebagai subjek yang hidup dalam tubuh dan luka.
    Perempuan
    di republik ini telah lama tahu: negara bisa hadir, tapi tak selalu berpihak.
    Kita hidup di negara yang rajin menyusun strategi kesetaraan gender—mulai dari RPJMN, Renstra Kementerian PPPA, hingga SDG’s Goal 5. Namun, perempuan tetap saja menjadi kelompok yang paling sering dilupakan dalam pengambilan keputusan.
    Lihat bagaimana penyusunan UU penting seperti Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan tanpa melibatkan buruh perempuan yang terdampak langsung oleh deregulasi.
    Lihat bagaimana revisi KUHP diloloskan dengan pasal-pasal kesusilaan yang bisa menghukum korban, bukannya pelaku. Lihat bagaimana RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dibiarkan menggantung selama dua dekade.
    Negara bicara dalam bahasa birokrasi. Perempuan bicara dari perut yang lapar, rahim yang dilecehkan, tubuh yang dijadikan instrumen politik moral. Dan dua bahasa ini tak pernah sungguh-sungguh disambungkan.
    Setiap tahun Komnas Perempuan merilis Catatan Tahunan. Angka kekerasan seksual naik. Kekerasan dalam rumah tangga tetap tinggi.
    Kasus perkawinan anak merayap di bawah karpet adat. Namun, negara tak bergerak secepat data. Ia sibuk menyusun rencana aksi, menyusun forum lintas kementerian, menyusun draft, draft, dan draft.
    Kita tahu negara tak buta. Ia punya semua alat—BPS, KemenPPPA, LSM, bahkan teknologi big data. Namun, masalahnya bukan pada ketidaktahuan. Masalahnya pada ketidakpedulian.
    Karena bagi negara, perempuan sering hanya dihitung saat dibutuhkan. Dalam pemilu sebagai pemilih. Dalam statistik sebagai penerima bansos. Dalam pembangunan sebagai target, bukan subjek.
    Dari total 48 menteri dalam kabinet pemerintahan saat ini, hanya 5 yang perempuan. Dari 481 kepala daerah hasil Pilkada terakhir, hanya 43 yang perempuan.
    Dan di DPR RI, dari 580 anggota, hanya 127 yang perempuan—itu pun sebagian besar berasal dari lingkaran politik dinasti atau keluarga elite partai.
    Di negeri dengan lebih dari separuh penduduknya adalah perempuan, keterwakilan dalam pengambilan keputusan masih tersandera sistem patriarkis dan pragmatisme politik elektoral.
    Dalam sistem politik yang maskulin, kebijakan menjadi bias maskulin. Perempuan masuk dalam kategori “penerima manfaat”, tapi jarang dilibatkan dalam proses perumusan. Mereka dicatat, tapi tak pernah diajak bicara.
    Negara senang mengatur tubuh perempuan—dari cara berpakaian hingga urusan moral—tapi enggan melindungi tubuh yang disakiti.
    Kekerasan terhadap perempuan bukan sekadar tindakan individual. Ia adalah bentuk kegagalan negara melindungi warganya. Ia adalah cermin sistemik dari relasi kuasa yang timpang.
    Ketika seorang perempuan diperkosa di rumah, dan aparat menyuruhnya “memaafkan demi keluarga”—itu adalah kekerasan negara.
    Ketika seorang PRT dianiaya majikan, dan negara tidak memiliki payung hukum untuk membelanya—itu adalah kekerasan negara.
    Ketika seorang mahasiswi dilecehkan dosen, dan kampus bungkam karena pelaku adalah guru besar—itu adalah kekerasan negara.
    Karena negara yang membiarkan, sama saja dengan negara yang melakukan.
    UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah langkah penting. Namun, satu undang-undang tak cukup jika sistem hukum dan budaya aparatnya masih misoginis. UU TPKS adalah jendela, tapi dinding ruang keadilan masih gelap.
    Kita menyaksikan, bahkan setelah UU TPKS disahkan, proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual masih lambat, berbelit, dan sering menjatuhkan korban dalam reviktimisasi.
    Seolah korban harus membuktikan bukan hanya ia disakiti, tetapi bahwa ia layak untuk diselamatkan.
    Negara hadir lewat undang-undang. Perempuan butuh negara yang hadir lewat pendampingan, perlindungan, dan keberpihakan di ruang sidang.
    Di banyak tempat, negara justru hadir untuk mengatur tubuh perempuan—bukan melindunginya. Kita lihat itu dalam regulasi berpakaian, pengawasan moral terhadap konten perempuan, bahkan dalam pembatasan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi.
    Tubuh perempuan dianggap “milik bersama”. Negara merasa berhak ikut mengatur, mengawasi, bahkan menghakimi. Namun, saat tubuh itu dilukai, negara sering lambat, kaku, dan diam.
    Perempuan yang ingin aborsi karena pemerkosaan, harus menghadapi prosedur medis dan hukum yang panjang. Sementara pelaku pemerkosaan bisa bebas karena “tidak cukup alat bukti”. Negara seolah lebih khawatir pada moral publik daripada pada penderitaan warganya.
    Kita tak sedang menuntut negara menjadi feminis. Tapi kita menuntut negara belajar mendengar. Bukan dengan menyusun program dari balik meja, tetapi dengan turun, menyelami, dan mengakui bahwa luka perempuan adalah luka bangsa.
    Negara yang setara gender bukan negara yang menambah kuota perempuan, lalu merasa selesai. Namun, negara yang mengubah cara kerja: dari vertikal menjadi partisipatif, dari prosedural menjadi empatik.
    Negara yang adil gender bukan negara yang memuji perempuan sebagai ibu, tetapi memperlakukan mereka sebagai warga negara seutuhnya: dengan hak, suara, dan agensi.
    Kartini, jika hidup hari ini, mungkin tidak bangga. Karena namanya dijadikan simbol, tapi pemikirannya tidak dijalankan.
    Ia menulis tentang kesetaraan, tapi negara masih bicara soal kodrat. Ia menulis tentang pendidikan dan kebebasan, tapi negara masih mengatur pakaian dan perilaku perempuan.
    Kartini tidak meminta perempuan disayangi. Ia meminta mereka dihormati. Dan penghormatan itu tidak lahir dari bunga di pundak, tapi dari perlindungan yang nyata.
    Kesetaraan gender bukan soal pilihan politik. Ia adalah mandat konstitusi. Negara yang abai pada perempuan adalah negara yang melanggar keadilan sosial.
    Karena itu, negara tak boleh netral. Dalam dunia yang timpang, netralitas adalah keberpihakan pada yang kuat.
    Perempuan telah berjalan jauh tanpa negara. Kini saatnya negara berjalan bersama mereka. Bukan di depan, bukan di belakang—tapi di samping. Dengan telinga terbuka dan hati yang bersedia berubah.
    Karena perempuan tidak butuh pujian. Mereka butuh negara yang hadir dan berpihak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba? Nasional 21 April 2025

    Fenomena Tentara Kembali Masuk Kampus, Dejavu Orba?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lingkungan kampus kembali menjadi sorotan publik.
    Sejumlah pengamat dan akademisi menilai fenomena ini sebagai kemunduran demokrasi yang mengingatkan pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto, yang dikenal dengan sebutan
    Orde Baru
    (Orba).
    Pada masa itu, militer memiliki peran dominan dalam kehidupan sipil, termasuk institusi pendidikan.
    Lantas, seperti apa kritik pengamat dan bagaimana peristiwa TNI kembali masuk kampus yang mengingatkan pada masa Orde Baru itu?
    Dan bagaimana TNI merespons fenomena ini?
    Peneliti Senior Imparsial dan Ketua Centra Initiative, Al Araf, mengatakan, fenomena militer masuk ke kampus pernah terjadi di era Orde Baru saat Soeharto berkuasa.
    Hal ini dia ungkapkan setelah fenomena militer masuk kampus di acara mahasiswa yang terus berulang belakangan ini.
    “Militer masuk di wilayah kampus pernah terjadi pada era 1970-1980, pada waktu itu peristiwa masuknya tentara ke kampus ITB itu tahun 70-80an,” kata Araf saat dihubungi melalui telepon, Minggu (20/4/2025).
    Namun, peristiwa itu terjadi lagi.
    Menurut Araf, hal ini menandakan sebuah kemunduran demokrasi yang semakin nyata, khususnya kemunduran tata kelola pertahanan Indonesia.
    “Tapi sekarang terjadi sehingga ini menjadi preseden buruk dan mundur ke belakang kita dalam konteks tata kelola pertahanan di mana militer masuk kembali ke wilayah kampus,” kata dia.
    Sementara itu, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) sekaligus Pengamat Militer, Khairul Fahmi, menilai kembali masuknya TNI ke kampus adalah inisiatif yang kelewat batas atau kebablasan.
    “Saya melihatnya lebih sebagai indikasi adanya inisiatif lapangan yang kebablasan, bukan kebijakan sistemik,” ujar Khairul kepada Kompas.com, Jumat (18/4/2025).
    Ia menilai, kejadian ini bisa jadi merupakan inisiatif dari anggota di lapangan yang diambil berdasarkan penilaian sendiri tanpa mengetahui batasan kewenangan.
    Untuk menanggulangi hal ini, menurutnya, pimpinan TNI perlu memberikan penjelasan serta meluruskan isu-isu yang beredar.
    Kompas.com mencatat total 5 peristiwa
    TNI masuk kampus
    yang terjadi sejak Maret 2025.
    Pertemuan pada 24 Maret 2025 terjadi antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Kodim 0701 Banyumas, Jawa Tengah, yang dilatarbelakangi aksi protes RUU TNI pada 21 Maret 2025.
    Peristiwa kedua, pada 25 Maret, di mana mahasiswa Papua mengaku merasa terancam dengan beredarnya surat dari Komando Distrik Militer 1707/Merauke yang dikirimkan kepada Sekretariat Daerah Merauke untuk meminta data mahasiswa.
    Di awal surat, Kodim menjelaskan dua dasar permintaan data tersebut, yaitu program kerja bidang intelijen/pengamanan dan pertimbangan komando serta Staf Kodim 1707/Merauke.
    Ketiga, pengumuman kerja sama antara TNI dan Universitas Udayana.
    Meski perjanjian itu diteken oleh Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, dan Panglima Kodam IX/Udayana, Muhammad Zamroni, atas nama Kepala Staf Angkatan Darat pada 5 Maret di Denpasar, informasi tersebut menjadi sorotan pada 26 Maret.
    Peristiwa keempat adalah kedatangan anggota TNI dalam diskusi bertema “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik,” di Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, pada 14 April 2025.
    Laporan dari Amnesty Internasional Indonesia menyebut, anggota TNI itu menanyakan identitas pribadi para panitia diskusi secara perinci, mulai dari nama, tempat tinggal, dan jenjang semester.
    Terakhir, peristiwa kedatangan TNI ke kampus Universitas Indonesia pada 16 April 2025.
    Kabar yang viral di media sosial itu menyebutkan TNI masuk kampus Universitas Indonesia (UI) saat ada kegiatan BEM.
    Padahal, pihak rektorat UI menyatakan tidak mengundang TNI masuk area kampusnya untuk menghadiri kegiatan tersebut.
    Kehadiran sejumlah anggota TNI di area Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) UI, Depok, dikabarkan terpantau pada Rabu (16/4) pukul 23.00 WIB malam.
    Malam itu, mahasiswa sedang menggelar Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Pusgiwa UI.
    Pihak yang hadir adalah perwakilan BEM pelbagai kampus dan organisasi mahasiswa lain dari seluruh Indonesia.
    Mereka membahas isu kebangsaan.
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, menegaskan, TNI tidak melakukan intimidasi terhadap mahasiswa ketika masuk ke kampus seperti yang dikabarkan di media sosial.
    Ia pun menilai, persepsi intimidasi TNI terhadap mahasiswa itu sebagai bentuk rongrongan kekuasaan.
    “Nah ini menurut saya ada pihak yang pengin merongrong pemerintah dengan memojokkan TNI dan mahasiswa,” kata Kristomei kepada Kompas.com, Jumat.
    Dia menanggapi narasi yang muncul di media sosial perihal kedatangan aparat TNI di kampus UI saat hari berlangsungnya Konsolidasi Nasional Mahasiswa di Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa UI).
    Kristomei melihat unggahan dari akun Instagram @pantauaparat yang menarasikan kehadiran aparat TNI di lingkungan kampus sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran kebebasan akademik.
    Pada akun Instagram itu, ada foto peristiwa kedatangan anggota TNI di UI Rabu (16/4) lalu.
    “Intimidasinya di mana?” ujar Kristomei.
    Kristomei menjelaskan bahwa tentara datang karena diundang mahasiswa yang sudah menjadi sahabat.
    “Cuma narasi yang dibuat adalah seolah-olah TNI mengawasi diskusi. Itu tak ada kaitannya,” tepis Kristomei.
    Lebih lanjut, ia juga menegaskan peristiwa tentara masuk kampus bukan upaya mengembalikan dwifungsi di era Orba.
    Jika ada yang mengaitkan dengan upaya mengembalikan dwifungsi, lanjut Kristomei, itu penilaian yang sangat berlebihan.
    “Kalau ketakutan terhadap TNI akan balik dwifungsi ABRI seperti dulu zaman Orba, ini menurut saya ketakutan yang berlebihan,” ujar Kristomei.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ma'ruf Amin Bertemu Gibran, Kasih Paham Banyak Hal sebagai Orang Tua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Ma'ruf Amin Bertemu Gibran, Kasih Paham Banyak Hal sebagai Orang Tua Nasional 21 April 2025

    Maruf Amin Bertemu Gibran, Kasih Paham Banyak Hal sebagai Orang Tua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden ke-13 RI
    Ma’ruf Amin
    mengakui dirinya telah menemui Wapres
    Gibran Rakabuming Raka
    baru-baru ini.
    Ma’ruf menyebut, pertemuannya dengan Gibran adalah dalam rangka Lebaran
    Idul Fitri 2025
    .
    “Ya silaturahmi juga,” ujar Ma’ruf di rumah dinas Menko PM Cak Imin, Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025) malam.
    Saat ditanya apakah ada topik khusus yang dibahas bersama Gibran, Ma’ruf menyebut mereka hanya ngobrol biasa.
    Namun, sebagai orang yang lebih tua, Ma’ruf memberikan banyak pemahaman terhadap Gibran.
    “Ya ngobrol biasa lah. Saya sebagai orang yang lebih tua tentu memberikan banyak hal pemahaman saja,” imbuhnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Ma’ruf juga bicara soal isu-isu terkini seputar pemerintahan. Salah satunya mengenai matahari kembar antara Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo. 
    Isu tersebut muncul setelah menteri-menteri Prabowo berkunjung ke kediaman Jokowi setelah Lebaran beberapa waktu yang lalu. 
    Ma’ruf Amin menilai, isu matahari kembar tidak mengancan kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Namun, Ma’ruf meminta agar semua pihak tidak berspekulasi macam-macam soal pertemuan yang memunculkan isu matahari kembar itu.
    “Kalau hatinya bersih semua, tidak ada ancaman (terhadap Prabowo), hatinya dibersihkan dulu, tidak ada ancaman,” kata Ma’ruf.
    Ma’ruf pun berpandangan, pertemuan menteri-menteri Prabowo dengan Jokowi semestinya dilihat sebagai silaturahmi biasa.
    “Saya kira itu bagian harus diartikan sebagai dari silaturahmi itu tadi, dengan bekas presiden, dengan bekas wapres, dengan yang lain-lain,” ujar Ma’ruf.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ma'ruf Amin Anggap Isu Matahari Kembar Tak Mengancam Prabowo, Asal Semua Pihak Hatinya Bersih
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 April 2025

    Ma'ruf Amin Anggap Isu Matahari Kembar Tak Mengancam Prabowo, Asal Semua Pihak Hatinya Bersih Nasional 20 April 2025

    Maruf Amin Anggap Isu Matahari Kembar Tak Mengancam Prabowo, Asal Semua Pihak Hatinya Bersih
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Presiden (Wapres) ke-13
    Ma’ruf Amin
    menilai, isu
    matahari kembar
    tidak mengancan kepemimpinan Presiden
    Prabowo Subianto
    .
    Namun, Ma’ruf meminta agar semua pihak tidak berspekulasi macam-macam soal pertemuan menteri Kabinet Merah Putih dengan Presiden ke-7
    Joko Widodo
    yang memunculkan isu matahari kembar.
    “Kalau hatinya bersih semua, tidak ada ancaman (terhadap Prabowo), hatinya dibersihkan dulu, tidak ada ancaman,” kata Ma’ruf di kawasan Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025).
    Ma’ruf pun berpandangan, pertemuan menteri-menteri Prabowo dengan Jokowi semestinya dilihat sebagai silaturahmi biasa.
    “Saya kira itu bagian harus diartikan sebagai dari silaturahmi itu tadi, dengan bekas presiden, dengan bekas wapres, dengan yang lain-lain,” ujar Ma’ruf. 
    Isu matahari kembar mencuat setelah sejumlah menteri Kabinet Merah Putih pimpinan Prabowo menyambangi kediaman Presiden ke-7 Joko Widodo di Solo dalam rangka silaturahmi Idul Fitri.
    Menariknya, beberapa menteri Prabowo menyebut Jokowi sebagai “bos” mereka.
    “Silaturahmi sama bekas bos saya. Sekarang masih bos saya,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono seusai bertemu Jokowi, Jumat (11/4/2025).
    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyampaikan hal serupa, dengan menegaskan pertemuan itu sebagai bentuk silaturahminya dengan Jokowi selaku bosnya.
    “Silaturahmi karena Pak Jokowi kan bosnya saya. Jadi, saya sama Ibu mau silaturahmi mohon maaf lahir dan batin. Juga (minta) doian supaya Pak Presiden dan Ibu itu sehat, karena saya masih jadi Menteri Kesehatan kan,” kata Budi.
    Politikus Partai Keadilan Sejahtera Mardani Ali Sera menilai, silaturahmi Lebaran sah-sah saja dilakukan oleh semua pihak, termasuk oleh menteri Prabowo yang sowan ke rumah Jokowi.
    Namun, dia mengingatkan agar hal tersebut jangan justru memunculkan kesan adanya matahari kembar dalam pemerintahan.
    “Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani.
    Mardani meyakini bahwa Prabowo tidak akan merasa tersinggung dengan kunjungan para menterinya ke Presiden terdahulu.
    Meski begitu, dia menekankan pentingnya jajaran kabinet untuk menjaga kewibawaan sosok pemimpin tertinggi dalam sistem pemerintahan.
    “Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya. Dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi,” kata Mardani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ma'ruf Amin Bertemu Gibran, Kasih Paham Banyak Hal sebagai Orang Tua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Pesan Ma'ruf Amin ke Menteri Prabowo: Situasi Tidak Baik-baik Saja Nasional 20 April 2025

    Pesan Maruf Amin ke Menteri Prabowo: Situasi Tidak Baik-baik Saja
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Presiden (Wapres) ke-13
    Ma’ruf Amin
    memberi wejangan kepada menteri Kabinet Indonesia Maju bahwa situasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
    Hal tersebut disampaikan Ma’ruf usai menghadiri acara halal bihalal di rumah Menko PM Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025) malam.
    “Saya kira kita semua tahu bahwa situasi sekarang itu kan tidak baik-baik saja,” ujar Ma’ruf.
    Oleh karena itu, ia berpesan agar para menteri bekerja keras dan mengambil keputusan-keputusan terbaik.
    Ma’ruf juga berharap agar anak buah Presiden Prabowo Subianto itu memahami prioritas.
    “Karena itu harus bekerja keras, harus bersatu, harus mengambil langkah-langkah yang terbaik. Lebih mengutamakan mana yang diprioritaskan terdahulu. Saya kira gitu,” kata Ma’ruf.
    Selain itu, Ma’ruf juga mengomentari isu matahari kembar yang muncul setelah menteri-
    menteri Prabowo
    bertamu ke rumah Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo.
    Menurut dia, pertemuan itu adalah hal wajar di tengah suasana Idul Fitri.
    Mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia itu pun berpesan agar pertemuan itu tidak dispekulasikan lebih jauh.
    “Ya kalau hatinya bersih semua tidak ada ancaman (buat Prabowo). Hatinya dibersihkan dulu,” ujar Ma’ruf.
    Selain tuan rumah acara halalbihalal ini dihadiri oleh menteri dan pejabat Kabinet Indonesia Maju, antara lain, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.
    Kemudian, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Wakapolri Komjen Ahmad Dofiri, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo, Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan, hingga Utusan Presiden Raffi Ahmad.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.