Komisi I Desak Pembentukan Coast Guard, Sebut Penegakan Hukum di Laut Tak Jelas Ujungnya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Anggota Komisi I DPR
Elita Budiati
mendesak pembentukan
coast guard
untuk menjaga dan menegakkan hukum di laut menyusul banyaknya ancaman kapal asing dan kejahatan lintas negara.
Menurutnya, pembentukan
coast guard
makin penting lantaran Indonesia belum memiliki
coast guard
, sementara luas laut mencapai 65 persen dari luas daratan.
Terlebih, Badan
Keamanan Laut
(
Bakamla
) yang saat ini menjaga
keamanan laut
tidak memiliki fungsi penegakan hukum.
“Saya tetap berpikir betapa pentingnya kita sebagai maritim mempunyai
coast guard
. Dan ini tentu saja tidak akan berhasil karena Bakamla ini sampai hari ini menurut saya bukan
coast guard
. Dia tidak punya kewenangan untuk penegakan hukum,” kata Elita dalam rapat dengar pendapat dengan TNI AL di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
Elita menyampaikan, tidak adanya kewenangan Bakamla untuk memberi sanksi atas pelanggaran di laut membuat banyak keluhan yang masuk.
Ia tidak memungkiri, banyak kasus yang tak berujung setelah diamankan oleh Bakamla.
“Setelah ditangkap, diserahkan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan penegakan hukum. Seterusnya, itu tidak ada koordinasi; di sini ada miskoordinasi, kita tidak tahu ke mana ujungnya kasus yang ditemukan,” tuturnya.
Elita menilai, perlu koordinasi seluruh pihak, termasuk dengan TNI Angkatan Laut (AL) yang memiliki wewenang penegakan hukum.
Koordinasi juga diperlukan untuk menghilangkan ego sektoral yang saat ini masih terjadi.
“Sebenarnya tugas menjaga kedaulatan laut ini salah satunya adalah TNI AL, tapi mungkin kurang terekspos dan apakah di sini ada ego sektoral. Kalau menurut kami, sangat tinggi ego sektornya, Pak, karena terlihat sekali,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) mengaku mendukung terbentuknya
coast guard.
Pasalnya, coast guard sudah eksis di beberapa negara maju.
“Memang bentuknya
coast guard
-nya macam-macam. Di Australia itu ada
maritime border coast protection
, itu juga ada bermacam-macam. Ketuanya Angkatan Laut, komandannya tetap Angkatan Laut, gabungan, dia seperti Bakorkamla zaman dulu, itu efektif juga,” bebernya.
“Nanti bagaimana fungsi dan tupoksinya seperti apa, kemudian pembagian kewenangannya seperti apa, mungkin perlu dirumuskan oleh kita semua supaya tidak terjadi tumpang tindih,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2025/04/28/680f1722b8d15.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi I Desak Pembentukan Coast Guard, Sebut Penegakan Hukum di Laut Tak Jelas Ujungnya Nasional 28 April 2025
-
/data/photo/2024/11/08/672df26e195af.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Panggil Inspektur KPU RI Terkait Kasus Harun Masiku Nasional 28 April 2025
KPK Panggil Inspektur KPU RI Terkait Kasus Harun Masiku
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Inspektur Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Adiwijaya Bakti (AWB) sebagai saksi terkait kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang menjerat eks kader PDIP Harun Masiku.
KPK juga turut memanggil Imelda (IMD) selaku wiraswasta sebagai saksi dalam perkara yang sama.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Senin (28/4/2025).
Meski demikian, KPK tak membeberkan materi pemeriksaan terhadap dua saksi tersebut.Kasus Harun Masiku
terungkap ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Dari hasil operasi tersebut, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Empat tersangka itu adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saiful Bahri, dan Harun Masiku.
Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan.
Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.
Harun hingga saat ini masih berstatus buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Adapun Harun Masiku diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk meloloskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui PAW.
Belakangan, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap proses PAW yang menjerat Harun Masiku.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/11/14/673594a33828d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas Nasional 28 April 2025
Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Ketua
MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat), Eddy Soeparno, mendukung usulan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Tito Karnavian untuk merevisi UU
Ormas
(Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan).
“Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi
UU Ormas
, meski saya merasa bahwa ketegasan aparat penegak hukum memberantas aksi
premanisme
sampai ke akar-akarnya sudah akan cukup ampuh tanpa perlu mengubah legislasinya,” kata Eddy dalam keterangan resminya, Senin (28/4/2025).
Eddy menilai langkah tersebut bisa menjadi salah satu upaya memperketat pengawasan terhadap
ormas
yang kerap mengganggu dunia usaha.
Menurut Eddy, aksi premanisme berkedok ormas yang mengganggu pelaku usaha dan industri akan berdampak pada iklim investasi dan menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
“Dengan kata lain, jika ada pihak-pihak yang mengganggu iklim investasi di Indonesia, itu sama saja dengan mengganggu target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata politikus PAN ini.
Dia pun mengingatkan bahwa keamanan dan kepastian hukum menjadi hal yang paling dipertimbangkan investor untuk menanamkan modalnya.
“Jika investor yakin bahwa keduanya dijamin negara, mereka tidak akan ragu untuk berusaha di Indonesia,” jelas Eddy.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah bertindak kebablasan.
Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka. “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan. “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
Namun, dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/28/680ec5d2404b7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Begini Aturan Pembubaran Ormas Menurut Undang-Undang Nasional 28 April 2025
Begini Aturan Pembubaran Ormas Menurut Undang-Undang
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Berikut adalah cara pembubaran
ormas
(organisasi kemasyarakatan) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Belakangan ini, publik resah soal polah ormas. Keresahan ini didengar pengambil kebijakan dan muncul perbincangan soal
pembubaran ormas
.
“Pada titik tertentu saya kira negara memiliki kewenangan untuk dapat membubarkan ormas-ormas yang bertentangan secara ideologi dengan pandangan dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara, serta meresahkan kehidupan bernegara itu,” kata Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda kepada Kompas.com, Minggu (27/4/2025) kemarin.
Di era pemerintahan Presiden ke-7 RI Jokowi (Joko Widodo), terbit Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Ormas
.
Jokowi kemudian meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas pada 10 Juli 2017.
DPR mengesahkannya menjadi Undang-Undang pada 24 Oktober 2017. Perppu itu menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, diundangkan pada 22 November 2017.
Berikut adalah mekanisme
pembubaran Ormas
menurut aturan yang sah tersebut.
Pada Pasal 60 ayat (1) dalam UU Nomor 16 Tahun 2017, ormas yang melanggar ketentuan dijatuhi sanksi administratif.
Sanksi administratif ini dijatuhkan apabila ormas tidak menghormati kedaulatan negara, tidak tunduk dan patuh terhadap peraturan perundang-undangan, tidak menghormati nilai-nilai, tidak memberi manfaat, tidak mengumumkan soal pendanaan, dan tidak membuat laporan kegiatan berkala.
Sanksi administratif juga dijatuhkan bila ormas menggunakan bendera yang sama dengan bendera dan lambang negara, negara lain atau lembaga internasional lain, atau lambang ormas dan parpol lain.
Pasal 60 ayat (2) menyatakan ormas juga dapat dijatuhi sanksi pidana bila melanggar aturan tertentu.
Pelanggaran yang dapat dikenai pidana adalah melakukan kegiatan yang bertentangan dengan undang-undang, mengganggu kestabilan dan keutuhan negara, melakukan kegiatan intelijen, politik, mengganggu hubungan diplomatik, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi, menggalang dana masyarakat, dan menggunakan sarana-prasarana instansi pemerintahan. Ini ada di Pasal 52.
Ormas juga dapat dipidana bila menerima-memberi sumbangan yang bertentangan dengan aturan perundang-undangan, mengumpulkan dana untuk parpol, dan menganut-mengembangkan-menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.
Sanksi administratif terdiri dari peringatan tertulis, penghentian kegiatan, hingga pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Ini diatur dalam Pasal 61.
Pencabutan status badan hukum dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Peringatan tertulis diberikan satu kali dalam jangka waktu tujuh hari kerja. Bila ormas tidak mematuhi peringatan tertulis, maka menteri yang menyelenggarakan urusan hukum dan HAM akan menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.
Bila ormas tidak menghentikan kegiatan, maka menteri akan mencabut SKT atau status badan hukum dari ormas itu. Ini diatur dalam Pasal 62.
Pencabutan status badan hukum ormas sama artinya dengan pembubaran ormas. Ini termaktub dalam Pasal 80A.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/03/28/67e6370554717.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Monolog Via YouTube Jadi Cara Komunikasi Gibran Rakabuming ke Publik Nasional 28 April 2025
Monolog Via YouTube Jadi Cara Komunikasi Gibran Rakabuming ke Publik
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Dari banyak cara komunikasi, monolog lewat konten video YouTube dipilih menjadi metode komunikasi Wakil Presiden RI
Gibran Rakabuming
Raka kepada publik.
Putra sulung Presiden ke-7 RI Jokowi (Joko Widodo) ini sudah mengunggah tiga video di kanal resmi YouTube-nya, #GibranTV, dengan 97.4000 subscriber dan 5019 video.
Video pertama Gibran sebagai Wapres diunggahnya pada 19 April 2025, berjudul “Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia”, berdurasi 6 menit 19 detik, sudah memperoleh 1.393.779 view hingga saat ini.
Tiga hari berselang, 22 April 2025, Gibran mengunggah video monolog keduanya berjudul “Panggung Sepakbola Nasional dan Dunia”.
Video berdurasi 5 menit 10 detik itu sudah mendapat 202.831 view, mengangkat soal kebanggaan atas pencapaian Timnas Indonesia yang berhasil lolos Piala Dunia U17.
Video ketiga Gibran diunggahnya pada 25 April 2025 dengan judul “Hilirisasi dan Masa Depan Indonesia”, berdurasi 6 menit 38 detik, dan sudah mendapat 294.381 view hingga saat ini.
Cara komunikasi
Wamensesneg (Wakil Menteri Sekretaris Negara) Juri Ardiantoro mengatakan video monolog yang diunggah Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka adalah salah satu cara berkomunikasi dengan masyarakat.
Juri menilai para pejabat memiliki gaya komunikasinya masing-masing, termasuk Gibran yang punya gaya monolog via YouTube.
“Ya ada banyak cara komunikasi para pejabat, Pak Presiden, Pak Wapres, pak menteri, dan seluruh pejabat yang lain tentu punya kepentingan untuk menyampaikan hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat,” kata Juri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (27/4/2025).
“Oleh karena itu, baik sekali kalau para pejabat bisa menyampaikan langsung informasi yang benar yang dimiliki, termasuk pak wapres,” tuturnya.
Sebagai pejabat, Gibran memang harus bicara agar publik tahu mengenai perkembangan hal yang menjadi kepentingan bersama.
“Menyampaikan hal yang menjadi kebijakan. Masa orang bicara dilarang,” kata Juri.
Pengamat politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana menilai, video
monolog Gibran
merupakan bentuk
komunikasi politik
ala pemerintah. Komunikasi semacam itu lumrah sebuah pesan pemerintah kepada masyarakat.
Video-video Gibran ini sempat menjadi perhatian publik dan mendapat sentimen negatif.
Tak hanya itu, ajakan generasi muda untuk bekerja keras juga bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada Gibran.
“Jadi mendorong orang untuk bekerja keras, namun yang menyampaikan itu Mas Gibran yang tidak demikian, kritiknya lebih ke arah sana,” kata Aditya Perdana kepada Kompas.com, Rabu (23/4/2025).
Analis Drone Emprit, Nova Rizal Mujtahid menjelaskan, sentimen negatif dalam video monolog Gibran tak lepas dari basis utama pendukung Gibran saat Pilpres 2024.
Sebab, sebagian besar basis utama pendukung Gibran Rakabuming Raka di media sosial berasal dari platform TikTok. Dia menuturkan, Gibran cenderung selalu mendapat sentimen positif di TikTok, dibandingkan dengan platform media sosial lainnya.
“Perlu diingat, YouTube bukan menjadi kanal massa pendukung Gibran berkumpul. Massa pendukungnya itu kan kebanyakan di TikTok sejak pilpres kemarin,” ujarnya saat dihubungi terpisah, Rabu (23/4/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/10/31/672317e73bdc5.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mendagri Buka Peluang Revisi UU Ormas, Komisi II DPR Tunggu Usulan Nasional 27 April 2025
Mendagri Buka Peluang Revisi UU Ormas, Komisi II DPR Tunggu Usulan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Komisi II DPR
RI menunggu usulan resmi dari pemerintah jika memang ingin merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (
Ormas
).
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan posisi DPR menunggu usulan karena wacana itu dicetuskan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
“Dari sisi prosedur karena yang menyampaikan adalah saudara Mendagri, maka posisi Komisi II DPR RI menunggu usulan resmi revisi tersebut,” kata Rifqi, panggilan akrabnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (27/4/2025).
Rifqi menilai, jika pemerintah serius dan membuat usulan ke DPR RI, tentu Komisi II akan membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait
UU Ormas
.
“Jika pemerintah menginginkan melakukan revisi, maka kami akan menunggu dan kami akan siap untuk membahas daftar inventarisasi masalah dalam revisi yang diinginkan,” ucap Rifqi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri
Tito Karnavian
menilai banyak organisasi kemasyarakatan (
ormas
) yang telah bertindak kebablasan.
Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka.
“Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan.
“Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
Namun dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
“Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/04/24/6809e7230b55d.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/18/680218e6d3e40.jfif?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/22/68074416427ec.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2021/09/27/615100992409e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)