Category: Kompas.com Nasional

  • DPR Peringatkan Diaspora Indonesia: Jangan Bantu Keberangkatan Haji Tanpa Visa Resmi

    DPR Peringatkan Diaspora Indonesia: Jangan Bantu Keberangkatan Haji Tanpa Visa Resmi

    DPR Peringatkan Diaspora Indonesia: Jangan Bantu Keberangkatan Haji Tanpa Visa Resmi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengingatkan diaspora Indonesia di Arab Saudi untuk tidak membantu warga negara Indonesia (WNI) berangkat haji menggunakan visa dan jalur tak resmi.
    Hal itu disampaikan Cucun saat menanggapi masih adanya temuan kasus calon jemaah yang nekat mencoba berangkat tanpa
    visa haji
    .
    “Misalkan mukimin kita yang di Saudi udah lama, berani memberangkatkan bukan visa haji. Saya sarankan dan saya sampaikan kepada seluruh umat Islam, masyarakat Indonesia yang ingin berhaji jangan melakukan hal-hal seperti itu,” ujar Cucun saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (8/5/2025).
    Politikus PKB itu mengingatkan bahwa pemerintah Arab Saudi sudah menegaskan, mereka akan memberi sanksi tegas setiap jemaah yang berhaji dengan visa selain haji.
    Peringatan bahwa pemerintah Arab Saudi akan memperketat pengawasannya juga sudah disosialisasikan oleh Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah.
    “Konjen ya sudah menyosialisasikan bagaimana mereka rugi nanti kalau melakukan itu. Ketika punya kesempatan berangkat
    reguler
    , kalau kena
    banned
    10 tahun enggak bisa berangkat. Kemudian juga dendanya besar juga,” kata Cucun.
    Dalam kesempatan itu, Cucun pun mengingatkan calon jemaah haji Indonesia untuk mengikuti ketentuan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan, serta tidak tergoda dengan modus pemberangkatan dengan visa ziarah atau kunjungan lainnya.
    “Ini penting ini ya. Saya sekali lagi menyampaikan kepada seluruh warga masyarakat di negara kita ini,” pungkas Cucun.
    Diberitakan sebelumnya, Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen RI) di Jeddah, Yusron B Ambary, mengatakan, 30 warga negara Indonesia (WNI) tepergok tiba di Bandara Internasinal King Abdul Aziz Jeddah, Arab Saudi.
    Dari informasi salah satu rombongan WNI tersebut diketahui bahwa mereka datang untuk berhaji menggunakan visa ziarah.
    “Mereka datang ke Arab Saudi dengan tujuan berhaji dan membayar dana sebesar Rp 150 juta. WNI tersebut juga sadar sepenuhnya kalau visa ziarah dilarang untuk berhaji,” ujar Yusron dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).
    Meski mengetahui aturan, masih banyak masyarakat Indonesia yang mencoba untuk ibadah haji walaupun tidak memiliki visa resmi.
    “Jadi masih ada warga kita yang terus mencoba masuk menggunakan visa ziarah untuk melaksanakan ibadah haji,” jelas Yusron.
    Yusron mengatakan, visa ziarah memang masih bisa digunakan untuk bepergian ke Arab Saudi meski penerbitannya sudah dihentikan sejak 13 April 2025.
    Warga negara asing yang memiliki visa ziarah dan masih valid, mereka bisa masuk ke Arab Saudi. Namun, tidak untuk berhaji.
    “Tapi mereka tetap tidak boleh masuk ke Mekkah. Kalau Jeddah dan kota lainnya tidak ada larangan,” tegasnya.
    Pihak KJRI sebelumnya juga mendapat informasi dari imigrasi Arab Saudi terkait adanya 50 WNI yang ditolak masuk ke Arab Saudi.
    WNI tersebut diketahui menggunakan visa pekerja musiman (amil musimy). Alhasil, mereka dideportasi dari Arab Saudi.
    “50 orang itu langsung dikembalikan ke Indonesia dengan pesawat berikutnya,” kata Yusron.
    Yusron mengingatkan bahwa Pemerintah Arab Saudi sedang gencar-gencarnya melakukan razia terhadap orang-orang yang tidak memiliki izin berada di Mekkah.
    Mereka yang saat ini kedapatan tidak memiliki tasreh haji akan langsung dikeluarkan atau dideportasi dari Kota Mekkah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saat Jaksa KPK Minta Staf Hasto Istighfar Sebelum Beri Keterangan

    Saat Jaksa KPK Minta Staf Hasto Istighfar Sebelum Beri Keterangan

    Saat Jaksa KPK Minta Staf Hasto Istighfar Sebelum Beri Keterangan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
    Takdir
    Suhan meminta staf Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Kusnadi
    beristighfar sebelum memberikan keterangan.
    Permintaan ini Jaksa Takdir sampaikan saat hendak mencecar Kusnadi sebagai saksi dalam dugaan suap
    Harun Masiku
    dan perintangan penyidikan yang menjerat Hasto.
    “(Sebelum memberi keterangan) boleh saya minta tolong ke saksi?” tanya Jaksa Takdir di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    “Siap,” jawab Kusnadi.
    “Tolong istighfar dulu ya,” kata Jaksa Takdir meminta lagi.
    “Istighfar?” timpal Kusnadi.
    “Iya,” jawab Jaksa Takdir.
    “Astaghfirullah,” kata Kusnadi.
    Setelah itu, Jaksa Takdir mengatakan, di awal persidangan Kusnadi membenarkan pertanyaan majelis hakim terkait alamat identitasnya.
    Salah satu alamat yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) menyatakan Kusnadi tinggal di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P sementara satu alamat lainnya di rumah Hasto.
    “Nah untuk yang tempat tinggal kedua, mulai kapan bapak tinggal di tempatnya bapak Hasto ini?” tanya Jaksa Takdir.
    Namun, Kusnadi mengaku tidak pernah mencantumkan alamat tinggal di rumah Hasto.
    Jaksa Takdir pun mempertanyakan kenapa Kusnadi tidak membantah pertanyaan majelis hakim yang memeriksa identitasnya.
    “Pak izin. Itu kalau surat, kalau saya dapat panggilan KPK itu ada tiga. Makanya saya heran, Pak,” ujar Kusnadi.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dan suap agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR RI Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
    Pada dakwaan pertama, ia disebut melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
    Sementara, pada dakwaan kedua ia didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025

    Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025

    Perputaran Uang Judol Berpotensi Tembus Rp 1.100 Triliun pada Akhir 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
    PPATK
    )
    Ivan Yustiavandana
    mengungkapkan, perputaran uang terkait
    judi online
    berpotensi menembus Rp 1.100 triliun pada akhir 2025 apabila tidak diantisipasi oleh pemerintah.
    Ivan menyatakan,
    perputaran uang judi online
    pada tahun ini pun diperkirakan akan meningkat karena masifnya penggunaan teknologi finansial atau 
    fintech
    di tengah masyarakat.
    “2025 ada potensi bahwa judi online ini akan bergerak dengan bantuan
    fintech
    secara masif dan naik sampai Rp 1.100 triliun,” ujar Ivan dalam acara Program Mentoring Berbasis Risiko TPPU dan TPPT dari Tindak Pidana Siber 2025, di Gedung PPATK, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
    “Ini catatannya jika pemerintah tidak menekan balik. Jadi jika pemerintah tidak menekan balik, akses masyarakat akan ada kenaikan 21,43 persen,” imbuh dia.
    Ivan melanjutkan, walaupun tidak ada
    fintech
    yang terlibat, perputaran uang judi online juga berpotensi naik paling tidak hingga Rp 481,22 triliun atau 33 persen dibanding 2024.
    “Rp 481 triliun, kenaikan yang akan terjadi tahun 2025. Ini estimasi jika pemerintah tidak bekerja seperti yang dilakukan sekarang ini,” kata dia.
    Kendati demikian, Ivan menilai nilai perputaran uang hasil judi online ini juga dapat ditekan menjadi Rp 150 triliun sampai akhir tahun.
    Syaratnya, PPATK bersama pemangku kebijakan lainnnya harus melakukan tekanan balik atas merebaknya judi online yang terjadi di tengah masyarakat.
    “Kita optimis ditutup tahun 2025 akan tercapai. Pilihannya cuma dua, ketika yang sudah kita lakukan sekarang kita teruskan, dia akan menekan sampai Rp 223 triliun,” ujar Ivan.
    “Ketika yang sudah kita lakukan kita perkuat lagi, dia akan menekan sampai Rp 150 triliun,” tegas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Partisipasi Pilkada Barito Utara Lebih Tinggi Saat PSU, Hakim MK Singgung Politik Uang

    Partisipasi Pilkada Barito Utara Lebih Tinggi Saat PSU, Hakim MK Singgung Politik Uang

    Partisipasi Pilkada Barito Utara Lebih Tinggi Saat PSU, Hakim MK Singgung Politik Uang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hakim Mahkamah Konstitusi
    Daniel Yusmic
    mempertanyakan tingkat partisipasi pemilih yang meningkat saat pemungutan suara ulang (PSU) di Kabupaten Barito Utara.
    Dia mengatakan, lumrahnya partisipasi PSU akan berkurang, tetapi hal yang berbeda terjadi di Barito Utara.
    “Karena biasanya PSU itu jumlah pesertanya berkurang. Tapi ini terjadi anomali di mana justru ada penambahan jumlah yang signifikan. Nah dalam kaitan dengan
    money politic
    , ini pertanyaan saya untuk ketiga ahli,” kata Daniel dalam sidang sengketa
    PSU Barito Utara
    dalam agenda pembuktian, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    Dia mempertanyakan apakah dugaan
    politik uang
    dalam PSU Barito Utara berkorelasi dengan meningkatnya partisipasi pemilih.
    Sebab, Daniel mencurigai adanya suara yang jomplang dalam PSU yang digelar, dari sebelumnya paslon nomor urut 1 Gogo Purnman Jaya dan Hendro Nakalelo sebagai penggugat dengan paslon nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya hanya selisih delapan suara.
    “Sementara setelah PSU ini jumlahnya 339 suara, tadi sebagaimana yang sudah disampaikan oleh para ahli. Nah apakah faktor
    money politic
    ini mempengaruhi jumlah pemilih? Soalnya biasanya kan pada waktu PSU jumlah pemilihnya sedikit ya,” imbuh Daniel.
    Ahli dari pemohon paslon 1, Aswanto, mengatakan tingkat partisipasi yang tinggi memang dikarenakan politik uang yang masif dilakukan oleh paslon 2.
     
    “Dan memang kita tahu bahwa ketika ada PSU dan itu terbatas pada beberapa TPS, mereka akan habis-habisan di situ yang mulia,” ujar dia.
    Sedangkan ahli dari pihak terkait paslon 2, Topo Santoso, mengatakan politik uang tidak bisa dibuktikan hanya dengan tingkat partisipasi yang tinggi.
    Sebab, pengertian dari politik uang sendiri bukan dimaknai sebagai memberikan uang agar orang datang ke TPS untuk berpartisipasi.
    “Untuk menyatakan bahwa meningkatnya jumlah pemilih, jumlah suara, itu berkorelasi dengan politik uang, tentu harus ada pembuktiannya. Dan faktor-faktor kenapa orang datang melakukan pemilihan, biasanya kita bisa ketahui dari
    exit poll
    , dari survei pasca orang memilih, untuk diketahui apa faktor-faktor yang membuat mereka datang berpartisipasi,” ucap dia.
    “Nah, sejauh yang saya ketahui tidak ada survei terkait itu di PSU Barito Utara ini yang menjadi perkara,” kata Topo lagi.
    Adapun perkara PSU Barito Utara dengan nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 dalam pokok perkara menyebut terjadinya kecurangan yang dilakukan paslon nomor urut 2 dengan membagikan uang hingga Rp 16 juta per pemilih.
    Dugaan kecurangan terjadi pada saat PSU yang dilaksanakan 22 Maret 2025 di TPS 1 Kelurahan Melayu Teweh Tengah dan TPS 4 Desa Malaweken Teweh Baru.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Merasa Kasusnya Didaur Ulang: Langgar Asas Kepastian Hukum

    Hasto Merasa Kasusnya Didaur Ulang: Langgar Asas Kepastian Hukum

    Hasto Merasa Kasusnya Didaur Ulang: Langgar Asas Kepastian Hukum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan
    Hasto Kristiyanto
    menilai bahwa perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan
    kasus Harun Masiku
    merupakan daur ulang perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.
    Pernyataan ini disampaikan Hasto melalui surat yang dibacakan politikus
    PDI-P
    , Guntur Romli, sesaat setelah Sekjen PDI-P itu masuk ke ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    “Proses daur ulang ini melanggar asas
    kepastian hukum
    , akuntabilitas, dan kepentingan umum,” kata Hasto dalam surat yang dibacakan Guntur, Kamis.
    Hasto bilang, dalam empat kali persidangan yang sudah digelar, semakin memperkuat fakta bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan keterangan ternyata sama.
    Keterangan-keterangan dalam sidang Hasto sudah terungkap dalam persidangan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri pada tahun 2020 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
    Hasto pun menuturkan bahwa ketika kehidupan berbangsa dan bernegara dibangun tanpa kepastian hukum, maka sistem hukum yang ada dijauhkan dari keadilan.
    Menurut dia, tanpa supremasi hukum akan menimbulkan persoalan serius terhadap kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.
    “Berbagai persoalan perekonomian saat ini terjadi akibat tidak adanya kepastian hukum. Bayangkan jika setiap persoalan hukum yang telah inkrah, lalu bisa didaur ulang, maka runtuhlah sistem hukum tersebut,” kata Hasto dalam surat yang dibacakan Guntur.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar caleg PDI-P Harun Masiku dapat menjadi menjadi anggota DPR RI lewat mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) 2019-2024.
    Selain itu, Hasto juga didakwa merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang berstatus buron sejak tahun 2020.
    Wahyu Setiawan dan sejumlah terdakwa lainnya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, tetapi Hasto baru ditetapkan sebagai tersangka kasus ini pada akhir 2024 lalu.
    Sementara, Harun Masiku yang berstatus tersangka juga belum diketahui keberadaannya hingga kini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pasar Gelap Kekuasaan

    Pasar Gelap Kekuasaan

    Pasar Gelap Kekuasaan
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    ADA

    kekuasaan
    yang tak hadir dalam berita resmi. Ia tak dibicarakan dalam rapat paripurna, tak tertulis dalam konstitusi, dan tak disinggung dalam konferensi pers partai. Namun ia nyata. Ia hidup di lorong-lorong senyap kekuasaan.
    Di sana, jabatan bukan mandat rakyat, tapi komoditas. Loyalitas bukan ideologi, tapi harga.
    Kekuasaan
    tidak dimenangkan, tapi dibeli. Saya menyebutnya: pasar gelap kekuasaan.
    Pasar ini tidak memiliki etalase. Tidak ada tanda jual-beli. Namun barangnya jelas: kursi menteri, rekomendasi Pilkada, wewenang penegakan hukum, hingga pasal-pasal undang-undang. Semua bisa dinegosiasikan, semua bisa dijual, semua bisa dibeli.
    Di tempat inilah, konstitusi kadang dikalahkan oleh catatan kecil dari lobi-lobi yang tidak pernah dipublikasikan. Di sini pula, suara rakyat kadang tenggelam oleh bisikan para makelar kekuasaan.
    Transaksi itu terjadi dalam senyap. Kadang dalam pertemuan tertutup di hotel, kadang dalam percakapan yang tidak direkam, kadang dalam tatapan yang cukup untuk menyampaikan pesan. Tidak ada kuitansi, tapi ada komitmen. Tidak ada kontrak, tapi ada konsesi.
    Kekuasaan tidak lagi dicapai lewat kepercayaan publik, tetapi lewat modal politik dan ekonomi. Dalam sistem yang permisif dan mahalnya biaya politik, jabatan publik menjadi investasi. Dan seperti semua investasi, ia harus kembali modal.
    Dalam banyak kasus, pasar ini membentuk ulang wajah kekuasaan kita. Seorang pengusaha bisa membeli pengaruh politik. Seorang politisi bisa menyewakan loyalitasnya. Seorang aparat bisa memperdagangkan kewenangan.
    Demokrasi
    menjadi prosedur, tapi keputusan dibuat di tempat lain. Di ruang yang tak bisa dijangkau hukum, tak bisa dilacak pers, dan tak bisa dimintai pertanggungjawaban oleh rakyat.
    Goethe dalam
    Faust
    pernah menggambarkan bagaimana manusia menyerahkan jiwanya demi kekuasaan dan kenikmatan duniawi. Di negeri ini, jiwa yang dijual bukan hanya satu. Ia kolektif.
    Institusi-institusi kehilangan suara karena tunduk pada kekuasaan informal. Lembaga penegak hukum kehilangan taji karena menunggu aba-aba politik. Lembaga legislatif kehilangan marwah karena sibuk menjajakan pengaruh.
    Dan kita tahu, sekali kepercayaan publik hancur,
    demokrasi
    tak lagi punya alas.
    Pasar gelap kekuasaan bukan hanya persoalan moral individu. Ia tumbuh dari sistem yang rusak: partai yang oligarkis, pemilu transaksional, dan birokrasi yang lentur terhadap tekanan kekuasaan.
    Mahar politik dalam pencalonan, bagi-bagi jabatan pasca-Pemilu, dan negosiasi proyek berbasis afiliasi politik hanyalah gejala dari ekosistem yang memperlakukan kekuasaan sebagai barang dagangan.
    Di banyak daerah, seorang calon kepala daerah harus “membeli perahu” untuk bisa maju. Di pusat, kursi kabinet bisa menjadi hasil lelang koalisi. Semuanya terbungkus rapi dalam bahasa diplomatis: akomodasi politik.
    Apa akibat dari semua ini?
    Kebijakan tidak lagi dirumuskan demi kepentingan publik, tapi berdasarkan siapa yang “berjasa” di belakang layar. Proyek dirancang bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, tapi siapa yang memodali kampanye.
    Kita melihat undang-undang yang disusun tergesa-gesa, tidak berpihak pada publik, tapi menguntungkan segelintir.
    Kita menyaksikan orang-orang yang tidak pernah bersentuhan dengan pelayanan publik, tiba-tiba duduk di kursi penting, hanya karena “berkontribusi politik”.
    Publik tahu ini semua. Seperti pembeli yang sudah bosan protes harga, rakyat terdiam. Mereka tahu harga demokrasi terlalu mahal, tapi tak punya pilihan lain.
    Kita hidup dalam demokrasi yang kehilangan jiwa. Pemilu menjadi festival, tapi bukan perayaan pilihan rasional. Ia hanya panggung yang dirancang agar transaksi bisa dibenarkan dengan suara terbanyak.
    Bisakah pasar ini dibongkar?
    Barangkali terlalu optimistis jika kita berharap perubahan datang dari dalam sistem. Karena banyak aktor yang hidup dari pasar ini.
    Yang lebih mungkin adalah gerakan dari luar: warga yang sadar, media yang berani, dan suara-suara independen yang tidak tergantung logika patronase.
    Namun tentu saja, jalan ini panjang. Karena yang kita hadapi bukan hanya rezim politik, tetapi budaya diam yang sudah menjadi kebiasaan.
    Kita telah terlalu lama membiarkan prinsip digantikan oleh kepentingan. Terlalu lama menganggap transaksi sebagai bagian normal dari politik. Terlalu lama menoleransi pemimpin yang bicara etika tapi bertransaksi di balik layar.
    Dan semakin lama kita membiarkan itu, semakin dalam pasar gelap ini mengakar.
    Barangkali yang kita butuhkan bukan sekadar hukum yang lebih keras, tapi kesadaran baru—bahwa kekuasaan tak seharusnya diperjualbelikan.
    Bahwa jabatan bukan hak milik, tapi amanah. Bahwa politik, jika benar dijalankan, adalah seni membela yang lemah, bukan membela yang membayar.
    Jika tidak, maka sejarah akan mencatat kita sebagai generasi yang kehilangan arah. Generasi yang membiarkan demokrasi dibajak oleh transaksi. Generasi yang tahu bahwa negara sedang dijual, tapi memilih diam.
    Dan ketika semua sudah gelap, suara hati akan terdengar seperti bisikan kecil di tengah pasar. Tak terdengar. Tak dianggap. Tak penting.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini

    Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini

    Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menghadirkan dua orang
    saksi
    dalam perkara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
    , hari ini, Kamis (8/5/2025).
    Keduanya adalah staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan satpam di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Nur Hasan.
    Mereka bakal memberikan keterangan dalam perkara
    dugaan suap
    dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.
    “Saksinya Nur Hasan dan Kusnadi,” kata jaksa KPK, Budhi S, kepada
    Kompas.com
    , Rabu (7/5/2025) kemarin.
    Dalam hal ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan Pergantian Antar Waktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo.
    Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Terbukanya Pintu Ormas Golkar untuk Jokowi dan Gibran

    Terbukanya Pintu Ormas Golkar untuk Jokowi dan Gibran

    Terbukanya Pintu Ormas Golkar untuk Jokowi dan Gibran
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (
    MKGR
    ) yang merupakan salah satu organisasi sayap
    Partai Golkar
    , menyatakan keterbukaannya kepada Joko Widodo (
    Jokowi
    ) dan
    Gibran Rakabuming Raka
    jika ingin bergabung.
    “Kami tidak menawarkan (kepada Jokowi dan Gibran), tapi kami membuka pintu seluas-luasnya, kami kan ormas yang terbuka,” ujar Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) MKGR, Adies Kadir saat konferensi pers di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
    “Jadi siapapun yang masuk bergabung dengan ormas MKGR itu kami akan terima termasuk tadi disebutkan itu (Jokowi) kalau mau bergabung, kami welcome dan sangat senang,” sambungnya.
    MKGR, kata Adies, terbuka bagi siapapun yang belum tergabung dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) apapun.
    “Kalau dia sudah pernah masuk di ormas silakan menunjukkan surat pengunduran diri dari ormas tersebut baru bisa bergabung dengan kami,” ujar Adies.
    Adapun Jokowi pernah menyampaikan gagasannya untuk menciptakan partai super terbuka di Indonesia.
    Jokowi menyebut gagasannya itu telah diakomodasi oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin oleh putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
    “Kurang lebih menurut saya, konsepnya hampir-hampir mirip, tetapi dimodifikasi sedikit oleh PSI. Partai yang terbuka, super terbuka,” kata Jokowi, Kamis (6/3/2025).
    Istilah “Super Tbk” pertama kali disebutkan oleh Jokowi dalam wawancaranya dengan Najwa Shihab pada 11 Februari 2025.
    Dalam pernyataannya, Jokowi menekankan bahwa partai politik seharusnya bersifat terbuka dan dimiliki oleh semua anggotanya, bukan hanya oleh segelintir elite.
    Istilah “Tbk” (Terbuka) sendiri sering digunakan dalam dunia bisnis, khususnya pada perusahaan terbuka yang sahamnya dimiliki oleh publik.
    Konsep ini ingin diterapkan ke dalam dunia politik, di mana semua anggota partai memiliki hak yang sama dalam menentukan kebijakan dan kepemimpinan.
    “Keinginan kita ada sebuah partai politik yang super Tbk (terbuka). (Partai) yang dimiliki oleh seluruh anggotanya,” kata Jokowi
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Bos buzzer
    dicokok aparat
    Kejagung
    karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus. Berikut adalah sejumlah hal yang diketahui sejauh ini.
    Rangkuman informasi berikut ini
    Kompas.com
    himpun berdasarkan keterangan dari Kejagung hingga Kamis (8/5/2025) dini hari.
    Satu orang bos pendengung media sosial atau “buzzer” yang ditangkap penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) itu bernama M Adhiya Muzakki (MAM).
    M Adhiya Muzakki alias MAM ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dugaan perintangan proses penyidikan.
    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa MAM diduga terlibat
    perintangan penyidikan
    pada tiga kasus sebagai berikut:

    1. Perkara dugaan korupsi di PT Timah

    2. Dugaan korupsi impor gula

    3. Dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    “Menetapkan satu tersangka, inisial MAM selaku ketua Tim Cyber Army,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/52025) tadi malam.
    M Adhiya Muzakki alias MAM diduga melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) serta Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar (TB). MS, JS dan TB telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan ini.
    Qohar bilang, para tersangka bekerja sama untuk membentuk narasi jahat terhadap Kejaksaan Agung yang tengah menangani sejumlah kasus korupsi.
    MAM berperan membuat sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online. Dalam kasus ini, MAM juga membuat tim siber yang berfungsi untuk menggerakkan buzzer.
    “Tersangka MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim cyber army untuk menjadi lima tim yang (anggotanya) berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” kata Qohar.
     
    Bos buzzer Adhiya Muzakki disebut merekrut 150 buzzer yang dibagi ke dalam lima tim.

    Masing-masing tim dinamai, Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5.
    Para buzzer tersebut diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
    Qohar menjelaskan, Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.
    Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp 1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.
    “(Adhiya) Merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif,” kata Qohar.
     
    Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Usai ditetapkan sebagai tersangka, MAM langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Penetapan M Adhiya Muzakki alias MAM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Ketiganya telah lebih dulu menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Diketahui, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahmad Dhani Langgar Etik Buntut Pernyataan Seksis dan Plesetkan Marga

    Ahmad Dhani Langgar Etik Buntut Pernyataan Seksis dan Plesetkan Marga

    Ahmad Dhani Langgar Etik Buntut Pernyataan Seksis dan Plesetkan Marga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota
    DPR
    RI
    Ahmad Dhani
    terbukti melanggar etik buntut dua pernyataannya yang berpolemik.
    Pelanggaran etik terhadap Ahmad Dhani diputuskan oleh
    Mahkamah Kehormatan Dewan
    (
    MKD
    ) RI melalui sidang yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
    Adapun dua pernyataan itu terkait ucapan seksis soal usulan naturalisasi pemain bola dan plesetan marga “Pono”.
    “Berdasarkan pertimbangan hukum dan etika MKD memutuskan bahwa teradu yang terhormat: Ahmad Dhani dengan nomor anggota A119 dari fraksi Partai
    Gerindra
    , telah terbukti melanggar kode etik DPR RI dan diberikan sanksi ringan,” kata Ketua MKD DPR, Nazaruddin Dek Gam dalam sidang kemarin.
    Tak hanya teguran lisan, MKD juga meminta Politikus Gerindra sekaligus pentolan band Dewa 19 itu meminta maaf kepada pengadu.
    Sebagai informasi, penyataan seksis soal naturalisasi pemain bola turut mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk Komnas Perempuan.
    Pernyataan seksis itu dilontarkan Dhani dalam rapat bersama PSSI pada Maret lalu. Dhani saat itu mengusulkan kriteria fisik pemain yang akan dinaturalisasi ke Indonesia.
    Menurut Dhani, pemain yang akan dinaturalisasi sebaiknya memiliki ciri-ciri fisik yang lebih mirip dengan orang Indonesia.
    Selain itu, Ahmad Dhani juga melontarkan usulan agar PSSI bisa menaturalisasi eks-bintang sepak bola yang sudah berusia lebih dari 40 tahun, bahkan dengan status duda, dan kemudian “menjodohkan” mereka dengan perempuan Indonesia.
    “Jadi pemain bola di atas 40 tahun yang mau dinaturalisasi dan mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia, Pak. Kita cari yang laki-laki saja, apalagi kalau muslim bisa 4 istrinya,” kata Ahmad Dhani ke PSSI.
    Dalam kesempatan berbeda, Dhani juga dianggap melakukan pelecehan marga di suatu forum diskusi.
    Dalam undangan acara diskusi, Dhani menulis nama penyanyi Rayen Pono dengan nama “Rayen Porno”.
    Menanggapi kesalahan tulis itu, Rayen secara pribadi memaafkan, tetapi pihak keluarganya tidak terima.
    “Keluarga saya di kampung, di Ambon (dan) NTT, sudah telanjur ngamuk, dan saya enggak bisa mengendalikan itu,” ungkap Rayen, 12 April 2025.
    Dalam sidang MKD, Ahmad Dhani mengaku keseleo lidah (
    slip of the tongue
    ) ketika memberikan plesetan terhadap nama penyanyi Rayen Pono dan ia mengaku salah akan hal itu.
    “Itu murni 100 persen slip of the tongue dan yang bersangkutan sudah melaporkan saya ke Kepolisian, dan saya akan menjalani proses hukum itu kalau memang ada yang mulia, dan itu 100 persen
    pure slip of the tongue
    ,” kata Dhani dalam sidang.
    Pentolan band Dewa 19 itu mengaku sudah langsung minta maaf atas kesalahan slip of the tongue tersebut.
    Dia mengeklaim tidak ada unsur kesengajaan saat memberikan plesetan marga “Pono”.
    Bahkan, menurutnya, Rayen tidak terlihat marah saat itu. Dhani juga mengatakan kesalahan ini tentu harus disesali.
    Anggota Komisi X DPR ini mengaku pernyataannya kala itu tidak ada tujuan untuk merendahkan atau apapun.
    “Semua wartawan yang ada di sini, yang mungkin juga ada di sana, juga tahu bahwa saudara RP juga tidak terlihat marah atau tersinggung atas
    slip of the tongue saya
    gitu,” imbuh Dhani.
    Selepas mendapat sanksi dari MKD, Ahmad Dhani menyampaikan permohonan maaf ke keluarga besar Rayen Pono.
    “Saya sebagai anggota DPR meminta maaf kepada pelapor dan juga meminta maaf atas segala macam, eh satu macam slip of the tongue. Salah mengucapkan sehingga ada salah satu marga darah biru yang marah tidak terima,” kata Dhani usai sidang MKD.
    Sementara terkait usulaannya yang dinilai seksis, Ahmad Dhani sempat berkukuh tidak salah.
    Ia berpandangan, usulan naturalisasi yang disampaikan saat itu dilakukan demi perbaikan dunia sepak bola di Tanah Air.
    “Tentunya kita sebagai anggota Parlemen semuanya ada di sana, dan saya melihat pernyataan saya itu tidak ada salahnya yang mulia,” ungkap Dhani dalam pembelaannya di sidang.
    Ahmad Dhani berkukuh tak bersalah karena pernyataannya itu juga tidak menyinggung norma agama maupun norma Pancasila.
    Bahkan, ia menambahkan tidak pernah ada protes yang muncul dari MUI terkait hal ini.
    “Saya tidak menyuruh untuk menyarankan untuk kumpul kebo. Saya menyarankan untuk dijodohkan dan mohon arahan yang mulia kalau memang pernyataan saya bertentangan dengan Pancasila dan agama,” tuturnya.
    Dhani juga menuding Komnas Perempuan menjunjung tinggi norma barat karena mengganggap seksis ucapannya terkait naturalisasi pemain sepak bola.
    Anggota Fraksi Partai Gerindra ini pun mengaku ingin berdebat dengan Komnas Perempuan mengenai masalah etika dan moral yang sesuai dengan Pancasila dan konstitusi.
    “Saya merasa Komnas Perempuan ini menjunjung tinggi norma-norma kebarat-baratan, bukan norma perempuan, norma kebarat-baratan, menurut saya pribadi,” ujar Dhani
    Lebih jauh, ia menilai, Komnas Perempuan hanya berbeda pandangan dengannya mengenai norma-norma yang diyakini.
    Ahmad Dhani pun menyinggung bahwa istilah seksis dan gender itu berasal dari bahasa Inggris yang konotasinya melekat dengan dunia Barat.
    “Bukannya saya sok pintar yang mulia,
    sexist
    itu kan bahasa Inggris, dan di dalam bahasa Indonesia pun tidak ada norma
    sexist
    itu, kan tidak ada, atau
    gender
    kan bahasa Inggris,” kata Dhani.
    “Makanya itu saya tetap bertahan norma itu adalah Pancasila, bukan norma yang dihadirkan dari dunia barat. Begitu menurut saya yang mulia, kalau ada salah mohon arahan,” imbuh dia.
    Meski begitu, Ahmad Dhani akhirnya mengaku menyesali pernyataannya setelah beberapa MKD mendalami lebih lanjut terkait aduan ini.
    Mangihut Sinaga, salah satu anggota MKD, mengingatkan Dhani bahwa seorang anggota DPR harus memperhatikan norma kepatutan dalam bertutur kata, bukan hanya norma Pancasila dan agama.
    “Karena itu tadi tidak semata-mata hanya melanggar norma Pancasila, tapi norma-norma adat, kebiasaan, dan hal-hal yang lain juga sudah ada di dalam, dan juga kepatutan-kepatutan yang lain juga sudah ada di dalam. Bagaimana, merasa menyesal teradu?” tanya Mangihut.
    “Ya, saya kalau, apa, mengetahui setelah semuanya ini, Yang Mulia, ya saya menyesal,” jawab Dhani.
    Lebih lanjut, Dhani berjanji tidak akan berbicara hal yang di luar konteks jika sedang rapat di DPR RI.
    “Dan tidak akan berbicara sesuatu yang
    out of the box
    lagi yang mulia di depan sidang gitu,” kata politikus Partai Gerindra ini.
    Dihubungi terpisah, Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam mengungkapkan, Ahmad Dhani, berpotensi dipecat jika kembali melakukan pelanggaran etik.
    Namun, pihaknya akan menilai terlebih dahulu jenis pelanggaran yang dilakukan.
    “Kita lihat kesalahannya apa. Kalau kesalahannya fatal ya, bisa saja. Bisa, bisa, bisa kita pecat, kok,” kata Nazaruddin saat dihubungi.
    Ia menuturkan, MKD tidak akan pandang bulu, termasuk terhadap Ahmad Dhani meskipun ia seorang musisi terkenal.
    Bahkan, sepanjang sejarahnya, MKD mengeklaim pernah memecat anggota dewan.
    “Di MKD itu semua sama di mata MKD. Siapapun ya DPR gitu, profesi apa pun nggak kita lihat. Terbukti hari ini kita panggil semua orang,” ucap Nazaruddin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.