Jokowi Diusulkan Jadi Ketum PPP, Dianggap Punya Kedekatan Batin
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ade Irfan Pulungan menilai mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan sosok yang cocok untuk memimpin PPP.
Hal ini disampaikan Irfan merespons figur yang paling cocok memimpin partai berlambang Ka’bah dari sejumlah nama eksternal yang digadang-gadang bakal menjadi ketua umum.
“Saya pernah bertemu sama beliau (Jokowi), ya, saya pernah berdialog sama beliau dan saya merasakan ada suasana kebatinan dia terhadap partai PPP ini, atensinya ada itu,” kata Irfan saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/5/2025).
Irfan menilai Jokowi memahami sejarah dan perkembangan PPP sebagai partai yang sudah lama berdiri.
Oleh sebab itu, dia menyebut figur seperti Jokowi memiliki kapasitas memimpin partai karena latar belakang pengalaman politik dan pemerintahan yang panjang.
“Karena bisa saja dia melihat partai PPP ini adalah partai yang tua, ya. Dulu di era Orde Baru, PPP adalah salah satu dari tiga partai, ya, di era Orde Baru. Tentu beliau juga sudah mencermati dan sudah juga mengetahui bagaimana perkembangan PPP,” kata Irfan.
“Tentu sosok-sosok yang seperti itu saya pikir cukup
capable
jika PPP itu dipimpin oleh orang yang sudah memiliki pengalaman politik yang cukup panjang, ya, dan cukup lama pengalaman dari pemerintahannya untuk bisa memimpin sebuah partai,” ucapnya.
Eks Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) ini berpandangan, cara Jokowi memimpin identik dengan nilai-nilai PPP.
Dia pun meyakini, figur Jokowilah yang cocok untuk membenahi kondisi PPP.
“Saya pikir figur Pak Jokowi yang cocok untuk memimpin PPP supaya ada pembenahan, ya, ada semacam pembaruan, ya, transformasi yang dilakukan oleh Pak Jokowi dengan
skill
-nya, dengan
style
-nya untuk bisa membesarkan PPP gitu walaupun tidak mengubah tradisi kultur yang ada,” kata Irfan.
Ketua Mahkamah PPP ini juga menyoroti kemampuan komunikasi Jokowi dengan kalangan ulama dan tokoh umat.
Ia menilai, keberpihakan Jokowi terhadap isu-isu keumatan sudah terlihat sejak periode pemerintahannya.
“Saya pikir komunikasi yang dibangun Pak Jokowi dengan para ulama, tokoh-tokoh umat itu luar biasa dan kita mengakui itu, ya. Di mana beliau kemarin misalnya menjadikan wakil presiden itu sosok ulama, Kyai Ma’ruf Amin, itu tokoh PPP, loh, dan kita ketahui Pak Jokowi sampai hari ini masih selalu melakukan komunikasi-komunikasi ke para ulama dan membuka diri untuk berdiskusi tentang pengembangan-pengembangan masalah keumatan,” kata Irfan.
“Terbukti misalnya, Undang-Undang untuk Pesantren di masa dia lah disahkannya, iya kan. Jadi keberpihakan dan atensi dia tetap keumatan, saya pikir dia responsif. Nah, kenapa PPP tidak memberikan peluang agar dipimpin oleh Pak Jokowi begitu,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Category: Kompas.com Nasional
-
/data/photo/2023/02/17/63ef5d0118d1a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua Mahkamah PPP: Kenapa Tidak Pak Jokowi Saja yang Jadi Ketum? Nasional 28 Mei 2025
Ketua Mahkamah PPP: Kenapa Tidak Pak Jokowi Saja yang Jadi Ketum?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Mahkamah Partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ade
Irfan Pulungan
, mengungkapkan bahwa ada usulan dari internal PPP untuk menjadikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai figur yang layak ditawarkan untuk memimpin PPP.
Hal ini disampaikan Irfan menanggapi bursa calon
ketua umum PPP
yang memunculkan sejumlah nama eksternal.
“Ada juga wacana-wacana berkembang, kenapa enggak kita tawarkan saja kepada Pak Jokowi?” kata Irfan saat berbincang dengan
Kompas.com
, Selasa (27/5/2025).
Irfan menyebut bahwa sejumlah nama figur untuk menjadi ketua umum PPP sudah muncul ke permukaan menjelang
Muktamar PPP 2025
.
Mereka di antaranya adalah Anies Baswedan, Dudung Abdurachman, Amran Sulaiman, Saifullah Yusuf, Marzukie Ali, dan Agus Suparmanto.
Namun, Irfan menilai, nama Jokowi adalah yang paling sempurna untuk memimpin PPP karena punya pengalaman politik yang panjang.
Menurut Irfan, Jokowi adalah sosok dengan rekam jejak politik yang lengkap dan kepiawaian dalam membangun komunikasi politik di berbagai level.
Jokowi punya pengalaman sebagai wali kota Solo, gubernur DKI Jakarta, hingga presiden dua periode.
“Kalau saya melihat, sosok Pak Jokowi ini sangat piawai dalam melakukan komunikasi politik. Dia sosok yang saya rasa mampu untuk menjadikan sebuah partai itu bisa berkembang. Pengalamannya dari Wali Kota dua periode, Gubernur, lalu Presiden dua periode. Pasti dia sudah khatam, paripurna melihat kondisi riil bagaimana peta politik dan bagaimana cara komunikasi politik yang ada,” kata Irfan.
Irfan menyatakan, jika wacana ini benar-benar mendapat respons positif dari Jokowi, hal itu bisa menjadi momentum kebangkitan bagi PPP.
Bahkan, partai berlambang Kabah itu diyakini bisa mendapatkan kursi pimpinan DPR RI jika dipimpin oleh Jokowi.
“Kalau ada yang menawarkan beliau menjadi
Ketua Umum PPP
, itu sangat luar biasa. Dan kalau dia merespons itu, menurut saya sebuah anugerah bagi PPP. Insya Allah, kalau PPP dipimpin oleh Pak Jokowi, insya Allah bertiga dan kembali ke Senayan. Mudah-mudahan bisa menjadi lima besar sehingga mendapat pimpinan di DPR,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/28/68364d6d45e7f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua Mahkamah PPP: Belum Ada Sejarah Sosok Eksternal Langsung Jadi Ketum Nasional 28 Mei 2025
Ketua Mahkamah PPP: Belum Ada Sejarah Sosok Eksternal Langsung Jadi Ketum
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Ketua Mahkamah Partai Partai Persatuan Pembangunan (
PPP
) Ade
Irfan Pulungan
menyatakan, PPP tidak memiliki sejarah atau tradisi dipimpin oleh figur eksternal.
Hal ini disampaikan Irfan merespons munculnya sejumlah nama dari luar partai yang belakangan ramai disebut-sebut bakal diusung menjadi
ketua Umum PPP
.
“PPP itu belum punya sejarah atau tradisi ya, yang memimpin PPP itu langsung dari luar, eksternal, atau sosok dari eksternal yang langsung menjadi
ketua umum PPP
. Pasti selalu berproses di internal PPP,” kata Irfan kepada
Kompas.com
, Selasa (27/5/2025).
Menurut Irfan, munculnya wacana figur eksternal mencuat akibat kondisi partai pasca-Pemilu 2024.
Saat ini, PPP tidak lagi memiliki wakil di DPR RI dan juga tidak mendapatkan kursi di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Berangkat dari kondisi PPP hari ini pasca Pemilu 2024, publik tahu PPP tidak lagi berada di parlemen. PPP tidak lagi kadernya masuk dalam kabinet Prabowo-Gibran. Ini membuat banyak aspirasi muncul dari bawah, dari kader, DPC, wilayah, bahkan dari para senior,” katanya.
Irfan mengakui adanya dorongan untuk menghadirkan tokoh-tokoh kuat dari luar partai demi mengangkat kembali elektabilitas PPP.
Namun, ia menekankan bahwa menjadi ketua umum PPP harus melalui proses dan mekanisme sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
“Berproses itu maksudnya dia masuk dulu ke struktur partai, masuk dulu ke kepengurusan partai, baik di tingkat wilayah maupun di DPP. Salah satu syarat menjadi ketua umum itu harus pernah menjabat sebagai pengurus minimal satu periode, dan itu umumnya lima tahun,” kata Irfan.
Menurut Irfan, proses internal ini penting agar calon pemimpin benar-benar memahami kultur, sistem, dan tradisi PPP sebagai partai tua berbasis Islam yang merupakan hasil fusi dari empat partai Islam.
“PPP ini partai tua, berbasis tradisi-tradisi yang digariskan sejak awal berdirinya. Maka kita percaya, seperti juga partai-partai lain, tidak serta-merta merekrut pihak luar untuk langsung memimpin partai,” imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad
Romahurmuziy
atau Rommy menyebut ada banyak sosok di luar partai yang dinilai mampu memimpin PPP.
Mereka adalah mantan Gubernur Jakarta
Anies Baswedan
, Menteri Pertanian
Amran Sulaiman
, hingga eks Kepala Staf Angkatan Darat Dudung Abdurachman.
Menurut Rommy, perlu kehadiran sosok pemimpin luar biasa untuk membawa PPP kembali mendapatkan kursi di DPR pada 2029 mendatang.
“Saya berusaha sebisa mungkin agar partai ini kembali ke Senayan.
Effort
untuk ke situ maha berat, mengingat belum ada satu sejarah pun sejak 1998, partai yang terlempar dari Senayan, mampu kembali,” kata Rommy.
“Karenanya dibutuhkan
extraordinary power
dan
extraordinary leader
untuk memimpin PPP. Karenanya saya berusaha membujuk banyak tokoh yang saya nilai mampu, baik karena ketokohannya,” ujar dia.
Nama-nama tersebut pun ia konsultasikan kepada Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).
Hasilnya, nama Amran yang dinilai mampu memimpin PPP.
“Memang salah satu sebab mengapa kemudian semakin fokus nama Pak Amran. Karena Pak Jokowi tahu persis kualitas dan totalitas Pak Amran jika diberikan sebuah amanah,” ujar mantan ketua umum PPP itu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/26/6834612044177.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan, Puan Serahkan ke Dewan GTK Nasional 28 Mei 2025
Ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan, Puan Serahkan ke Dewan GTK
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua DPR
Puan Maharani
menegaskan, usul pemberian gelar pahlawan nasional bagi Presiden Ke-2 RI
Soeharto
harus melalui kajian oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
“Setiap usulan gelar itu ada dewan kehormatan atau dewan yang mengkaji siapa saja yang bisa menerima atau tidak menerima,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/5/2025), dikutip dari
Antara
.
Politikus PDI-P itu menyebutkan, sebaiknya seluruh pihak menyerahkan proses penilaian kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Puan juga berharap proses kajian dilakukan secara obyektif.
“Jadi biar dewan-dewan itu yang kemudian mengkaji apakah usulan-usulan itu memang sudah sebaiknya dilakukan, diterima atau tidak,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, ratusan orang dari sejumlah elemen aktivis 1998 menyatakan sikap menolak usulan agar Soeharto menjadi pahlawan nasional.
Aktivis ’98 dari ISTN Jakarta Jimmy Fajar Jimbong menilai, masa kepemimpinan Soeharto telah menelan begitu banyak korban jiwa.
“Dulu zaman ada petrus, penculikan aktivis, kemudian kasus tanah, Marsinah, Widji Tukul, dan lain sebagainya, Kedung Ombo. Begitu banyak warga rakyat atau masyarakat Indonesia yang tidak ditemukan sampai sekarang,” kata Jimmy.
Aktivis ’98 lainnya, Mustar Bona Ventura, mengatakan bahwa gelar pahlawan nasional untuk Soeharto tidak sesuai dengan semangat reformasi tahun 1998.
“Ini adalah peringatan bukan cuma sekadar berkumpul, tapi adalah peringatan menurut kami adanya wacana atau ide akan dianugerahkan gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto, jelas kami bersepakat menolak,” ujar Mustar.
“Kami keberatan dan ini adalah jauh dari nilai-nilai yang kita perjuangkan lahirnya dulu reformasi di tahun ’98,” imbuh dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/27/6835e07d352b4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tiba di Indonesia, Presiden Macron: Saya Senang, Negara Kalian Indah Nasional 27 Mei 2025
Tiba di Indonesia, Presiden Macron: Saya Senang, Negara Kalian Indah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Presiden PrancisEmmanuel Macron
tiba di Indonesia pada Selasa (27/5/2025) malam untuk melangsungkan
kunjungan kenegaraan
.
Setibanya di Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Macron mengungkapkan rasa senangnya berada di Indonesia.
“Saya senang berada di sini, karena negara kalian indah,” kata Macron, kepada awak media, sesaat setelah mendarat pada pukul 22.00 WIB.
Macron menyatakan telah menantikan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan berlangsung pada hari berikutnya.
Ia juga mengenang pertemuannya dengan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dua tahun lalu di Bali saat acara G20.
“Dan sekarang saya, istri saya, dan delegasi saya, senang berada di sini di Indonesia. Saya baru saja berbicara dengan Menhan Indonesia dan saya senang untuk bertemu lagi bersama saudara Prabowo karena hubungan kedua negara ini sangat strategis dan bersahabat,” ujar dia.
Kunjungan Macron ke Indonesia merupakan bagian dari rangkaian lawatannya ke tiga negara ASEAN, yaitu Vietnam, Indonesia, dan Singapura.
Selama berada di Indonesia, Macron direncanakan mengunjungi Akademi Militer (Akmil) Magelang dan
Candi Borobudur
.
Untuk menyambut kedatangan Macron, pemerintah telah melakukan sejumlah persiapan, termasuk memasang
stairlift
di undakan Candi Borobudur.
Persiapan kunjungan ini juga telah dibahas dalam pertemuan antara Duta Besar Republik Prancis untuk Republik Indonesia, Fabien Penone, dengan Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, pada hari ini.
Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta Pusat, dan bertujuan untuk koordinasi teknis dan substansial menjelang kunjungan Macron.
Sebagai informasi, Prabowo dan Presiden Macron terakhir kali bertemu dalam pertemuan bilateral di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Brasil pada November 2024.
Pemerintah Indonesia menyambut baik kehadiran Macron dan berharap kunjungan ini dapat menghasilkan capaian konkret yang memperdalam hubungan diplomatik kedua negara yang telah terjalin selama lebih dari 70 tahun.
Prancis, sebagai salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki hak veto, merupakan mitra strategis Indonesia dalam berbagai isu global dan kawasan.
Kunjungan Macron ke Indonesia mencerminkan komitmen kedua negara untuk meningkatkan kerja sama konkret dalam menghadapi tantangan global.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/27/6835b624a2eea.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hilal Idul Adha Cuma Terlihat di Aceh, Menag: Jangan Lagi Beda Pendapat, Ini “Last Minute” Nasional 27 Mei 2025
Hilal Idul Adha Cuma Terlihat di Aceh, Menag: Jangan Lagi Beda Pendapat, Ini “Last Minute”
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Agama (Menag) RI,
Nasaruddin Umar
, meminta agar tidak ada perdebatan terkait hilal Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah atau 2025, yang hanya terlihat di Aceh.
Nasaruddin mengatakan, proses penetapan awal Dzulhijah 1446 Hijriah awalnya berlangsung alot karena hilal tidak terlihat.
Namun, pada detik-detik terakhir akan diputuskan, seorang perukyat hilal di Aceh melaporkan telah melihat hilal dan telah disumpah.
“Jadi, jangan lagi ada perbedaan pendapat. Oh ini kan ada 1 orang (yang melihat hilal). Ini juga
last minute
. Ini dasar-dasar pertemuan kita tadi dengan demikian yang sangat kuat,” kata Nasaruddin, di Kantor
Kementerian Agama
, Thamrin, Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Nasaruddin menuturkan, meski hanya satu orang yang melihat hilal, ada beberapa hal yang menguatkan pendapat rukyat hilal tersebut.
Pertama, ijtimak di seluruh Indonesia itu sudah terjadi.
Kedua, sudah melewati standar MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) di mana hilal dapat teramati jika bulan memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat.
“Ketinggian hilal di Aceh, 3°12’29”, berarti sudah lewat. Kemudian sudut elongasi sudah melewati standar MABIMS. Standar MABIMS itu adalah 6°, sedangkan di Aceh itu sudah 7°6’27”,” ujar Nasaruddin.
Nasaruddin menuturkan, ketinggian hilal itu sudah jauh, begitu pula sudut elongasinya yang sudah sampai 6 derajat.
“Dengan demikian menambah keyakinan kita,
last minute
dia tiba-tiba menyaksikan bulan dan langsung disumpah,” ujar dia.
Keputusan pemerintah ini sama dengan ormas Islam
Muhammadiyah
yang sebelumnya memastikan tanggal 1 Dzulhijah 1446 Hijriah juga jatuh pada 28 Mei 2025 dan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Jumat (6/6/2025).
Muhammadiyah sendiri menggunakan metode perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang menetapkan pergantian bulan hijriah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/12/68219d8153dfc.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menag Bersyukur Idul Adha 2025 Berbarengan dengan Muhammadiyah Nasional 27 Mei 2025
Menag Bersyukur Idul Adha 2025 Berbarengan dengan Muhammadiyah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Agama (Menag)
Nasaruddin Umar
bersyukur
Idul Adha 2025
yang ditetapkan pemerintah berbarengan dengan Muhammadiyah, yakni 6 Juni 2025.
“Insya Allah kita Lebaran bareng, bersama lagi, kita bersyukur 1 Ramadan kemarin seragam, kemudian Idul Fitri juga seragam, dan besok Insya Allah kita melakukan (merayakan) Idul Adha seragam juga,” ujar Nasaruddin dalam konferensi pers penetapan Awal Dzulhijah 1446 Hijriah atau 2025 Masehi di Kantor Kemenag, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025).
Pemerintah melalui
Kementerian Agama
(Kemenag) mengumumkan bahwa 1 Zulhijah 1446 Hijriah jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025, sehingga Hari Raya Idul Adha jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025.
Kemenag menyimpulkan awal Zulhijah ini setelah menerima laporan dari para
rukyatul hilal
.
“Maka kami bisa menyimpulkan bahwa tanggal 1 Dzulhijah jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025. Sehingga 10 Zulhijah atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jumat, 6 Juni 2025,” ujar Nasaruddin.
Keputusan ini diperoleh setelah hasil pantauan hilal yang dilakukan dari 114 lokasi berbeda di Indonesia.
Nasaruddin mengatakan, proses penetapan 1 Zulhijah 1446 Hijriah awalnya berlangsung alot karena hilal tidak terlihat.
Setelah ditunggu pada detik-detik terakhir akan diputuskan, seorang perukyat hilal di Aceh melaporkan telah melihat hilal dan telah disumpah.
Keputusan pemerintah ini sama dengan ormas Islam Muhammadiyah yang sebelumnya memastikan tanggal 1 Dzulhijah 1446 Hijriah juga jatuh pada 28 Mei 2025 dan Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Jumat, 6 Juni 2025.
Muhammadiyah sendiri menggunakan metode perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang menetapkan pergantian bulan hijriah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/04/06/661090e0e5eda.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MK: Pendidikan Dasar Gratis Dapat Dilakukan Bertahap, Selektif, dan Afirmatif Nasional 27 Mei 2025
MK: Pendidikan Dasar Gratis Dapat Dilakukan Bertahap, Selektif, dan Afirmatif
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Mahkamah Konstitusi
(
MK
) dalam pertimbangan putusannya menyatakan bahwa penerapan pendidikan dasar tanpa dipungut biaya harus dilakukan secara bertahap dan selektif agar tak memunculkan perlakuan diskriminatif.
Diketahui, MK melalui Putusan Nomor 3/PUU-XXIII/2025, mengabulkan sebagian gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa ”
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya
” dalam Pasal 34 ayat (2).
Dalam putusannya, MK menyatakan, pemerintah pusat dan daerah harus menggratiskan pendidikan dasar di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Namun, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum mengatakan bahwa pendidikan dasar tanpa memungut biaya merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).
Dia menyebut, hak tersebut dinilai berbeda dengan pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera.
Mahkamah berpendapat bahwa pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara.
Sebab, menurut Enny, pemenuhan hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran negara.
“Oleh karena itu, perwujudan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap, secara selektif, dan afirmatif tanpa memunculkan perlakuan diskriminatif,” kata Enny saat membacakan putusan di Gedung MK RI, Selasa (27/5/2025), dikutip dari
Antaranews
.
Sebagaimana diberitakan, dalam putusannya, MK menyatakan frasa ”
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya
” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan konstitusi.
Oleh karena itu, MK mengubah norma frasa tersebut menjadi, ”
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat
”.
Menurut Mahkamah, konstitusi telah dengan jelas mengamanatkan kewajiban negara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan pengutamaan pada tingkat pendidikan dasar. Dalam kaitan ini, pembiayaan dan penyelenggaraan pendidikan dasar oleh pemerintah merupakan suatu keniscayaan.
Persoalannya, MK mendapati bahwa pemerintah secara faktual menerapkan norma Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas dengan membentuk dan menyelenggarakan pendidikan dasar melalui lembaga pendidikan dasar (SD, SMP, madrasah) milik negara atau sekolah negeri.
Padahal, pendidikan dasar tidak hanya diselenggarakan oleh pemerintah melalui sekolah negeri, tetapi juga oleh masyarakat melalui satuan pendidikan yang dikenal dengan sebutan sekolah atau madrasah swasta.
Menurut Mahkamah, jika frasa ”
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya
” hanya dimaknai berlaku untuk sekolah negeri, negara justru mengabaikan fakta keterbatasan daya tampung sekolah negeri telah memaksa banyak anak untuk bersekolah di sekolah swasta dengan beban biaya lebih besar.
Kondisi demikian dinilai oleh Mahkamah bertentangan dengan kewajiban negara dalam menjamin pendidikan dasar tanpa memungut biaya bagi seluruh warga negara.
Oleh karena itu, Mahkamah berpandangan bahwa negara harus mewujudkan kebijakan pembiayaan pendidikan dasar, baik di sekolah negeri maupun swasta, melalui mekanisme bantuan pendidikan atau subsidi.
Lebih lanjut, MK meminta negara mengutamakan alokasi anggaran pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan dasar, termasuk pada sekolah swasta, dengan mempertimbangkan faktor kebutuhan dari sekolah swasta tersebut.
Pasalnya, ada sekolah swasta yang menerapkan kurikulum tambahan selain kurikulum nasional sebagai nilai jual.
Di samping itu, MK menyoroti pula adanya sekolah swasta yang tidak pernah atau tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah, serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan sepenuhnya dari hasil pembayaran peserta didik.
Terhadap sekolah swasta tersebut, menurut Mahkamah, akan tidak tepat jika dipaksakan tidak boleh lagi memungut biaya dari peserta didik; sementara kemampuan fiskal pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar bagi sekolah swasta yang berasal dari APBN dan APBD masih terbatas.
Oleh sebab itu, meski sekolah swasta tidak dilarang membiayai dirinya sendiri, MK meminta sekolah swasta tersebut tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungannya dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu.
“Terutama bagi daerah yang tidak terdapat sekolah/madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah,” kata Enny.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/05/23/6830185f971a8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/05/27/6835b922aa641.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)